In Memorium H Muhammad Ramli
Oleh : Humaidy Ibnu Sami
TELAH meninggal dunia, menghadap Allah SWT tokoh senior IAIN (UIN) Antasari, Banjarmasin Drs. H Muhammad Ramli yang terkenal sebagai pendidik, aktivis organisasi, cendikiawan muslim, pemimpin yang berkemajuan dan lainnya.
BELIAU wafat pada hari Jumat, 23 April 2021 dalam usia 81 tahun, dengan meninggalkan seorang isteri, lima orang anak dan beberapa cucu. Saya mengenal beliau pertama kali ketika saya diterima sebagai dosen baru untuk Fsayaltas Tarbiyah IAIN Antasari, Banjarmasin, sekitar tahun 1996. Saat itu, beliau masih menjabat sebagai Dekan periode pertama.
Saya merasa sangat tersanjung sebagai orang baru di Tarbiyah disambut dengan ramah, cukup meriah dan sangat kekeluargaan. Saya sebagai orang muda yang disapa dan diperlsayakan sebagai mitra oleh beliau sebagai orang tua yang kesanku sangat demokratis dan egaliter merasa segera sangat ethome.
Kemudian, tatkala tahun 1997, saya melangsungkan perkawinan dengan perempuan dari Kampung Arab, beliau hadir bersama istri di rumahku Teluk Tiram Darat, turut menurunkan saya keluar dari rumah bersama Habib Hasan Al-Kaff (Imam Besar Masjid Nur) dan Mu’allim H. Abdul Gaffar Syukur (putra Tuan Guru H. Abdussyukur).
Saya sangat terharu waktu itu, karena kehadiran beliau yang tidak kusangka-sangka dan membawa hadiah lagi yang sedikit membantu dan meringankan biaya pelaksanaan perkawinanku yang sederhana karena sudah lama ditinggal ayah (Tuan Guru H. Abdussami).
BACA : Ditarget Rampung 2022, UIN Antasari Segera Miliki 10 Gedung Megah di Banjarbaru
Dari sini, saya merasa terus merasa akrab dengan beliau bahkan saya seperti diperlsayakan sebagai bagian keluarga beliau sendiri hingga saya tak merasa risih atau malu-malu untuk sekadar menyapa, curhat, diskusi dan ngobrol hampir masalah apa saja, bahkan waktu itu agak sering saya bertandang ke rumah beliau yang lama. Padahal beliau tahu kalau saya berbeda organisasi dengan beliau.
Beliau sebagai tokoh Muhammadiyah, sedangkan saya semacam ditokohkan sebagai kaum muda NU, tapi perbedaan organisasi tak membuat beliau bersikap lain tetap menjaga sambung rasa kekeluargaan. Lebih dari itu, pernah terjadi ketika beliau menjadi Ketua Umum PW Muhammadiyah Kalimantan Selatan (1995-2000), saya pernah satu forum dengan beliau di acara Seminar Ukhuwah Islamiyah STAI Al-Washliyah, Barabai.
Waktu itu, beliau sebagai narasumber perwakilan dari Muhammadiyah, saya perwakilan dari NU dan Dr. H. Yusran Salman Lc perwakilan dari Al-Washliyah. Anehnya, saya pulang-pergi Banjarmasin-Barabai menghadiri undangan resmi itu, numpang mobil beliau secara gratis bahkan ditraktir lagi makan dalam perjalanan.
BACA JUGA : Umransyah Alie Berpulang, Muhammadiyah Kalsel Berduka
Dalam perjalanan pulang ke Banjarmasin, usai seminar, beliau bersama isteri mengajakku singgah di rumah orangtua beliau di Rantau untuk sejenak beristirahat di sana. Sesudah itu dan sebelumnya juga, saya dan beliau sangat sering saling berjumpa di berbagai forum terutama di forum Seminar entah sebagai narasumber atau peserta biasa saja.
Rupa-rupanya kami berdua punya kesamaan selera, gemar hadir dari seminar ke seminar. Dalam setiap pertemuan, seringkali beliau menyapa terlebih dahulu dan terkadang kemudian berlanjut kepada berbincang-bincang ngalor-ngidul setelah saling menanyakan kabar dan kesehatan masing-masing.
Saya akan selalu ingat dalam perbincangan itu beliau mengingatkan agar saat mau dan habis bangun tidur untuk meminum air putih hangat (banyu ladar), Insya Allah kata beliau akan sehat selalu sepanjang hari.
Demikianlah, kenangan manisku dengan beliau yang tak mungkin akan terlupakan selama hayat dikandung badan. Ulun (saya) doakan Pian (kamu), mudah-mudahan segala dosa Pian diampunkan, semua kebaikan Pian diterima dan dilipat gandakan serta Pian mendapat surga dengan segala isinya dari Allah SWT. Amin.(jejakrekam)
Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Antasari
(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)