Pakar Fikih Lingkungan UIN Antasari Sebut Bangunan di Atas Sungai Langgar Hukum Islam

0

PAKAR fikih lingkungan asal UIN Antasari Banjarmasin, Dr H Sukarni mengingatkan agar banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan, terkhusus kota ini bisa menjadi pelajaran berharga dalam menyelamatkan sungai ke depan.

“BANJIR yang dialami Banjarmasin pada Januari 2021 lalu, sebenarnya Tuhan mengingatkan kita bersama. Gara-gara sungai yang mampet, kemudian sampah dibuang ke sungai, sehingga menghambat jalannya air dari dataran tinggi ke laut, merupakan kealfaan dan kecerobohan kita,” ucap Wakil Rektor UIN Antasari ini kepada jejakrekam.com, usai Seminar Hulkum Lingkungan; Revitalisasi Sungai dalam Perspektif Hukum di Fakultas Hukum Uniska MAB, Banjarmasin, Sabtu (10/4/2021).

Dalam seminar ini juga menghadirkan dosen FH Uniska MAB, Rakhmat Nopliardy dan pakar hukum lingkungan, Dr Nurul Listiyani. Ia mencontohkan ketika itu justru kawasan wilayah Banjarmasin Timur, seperti ruas Jalan A Yani terendam cukup lama, tak hanya menyerbu pemukiman warga.

“Bandingkan dengan wilayah barat di Banjarmasin, relatif tidak terendam. Ini membuktikan jika jalan air itu tersumbat, lorong air tertutup. Nah, setelah dibuka, air pun berangsur surut. Ini membuktikan kita ceroboh terhadap keberadaan sungai kita,” kata Sukarni.

Doktor yang konsentrasi pada fikih lingkungan lewat beberapa karya ilmiahnya menegaskan dalam pandangan Islam sangat jelas sungai merupakan public area atau wilayah umum. “Jadi, hukumnya semua orang memiliki hak yang sama terhadap sungai. Makanya, ketika ada kebijakan dari pemerintah menerapkan jalur hijau, itu sudah tepat,” cetusnya.

BACA : Memproteksi Banjarmasin dengan Normalisasi Sungai dan Kanalisasi

Makanya, menurut Sukarni, dalam fikih atau hukum Islam tidak dibenarkan adanya bangunan berada di atas sungai dan garis sempadan sungai. Namun, diakuinya, faktanya di lapangan khususnya di Banjarmasin, banyak bangunan yang terlanjur berdiri di atas sungai atau berada di sempadan sungai.

“Mungkin salah satu penyebabnya adalah kealfaan para ulama dalam dakwahnya tidak membicarakan soal lingkungan hidup dan sungai. Padahal, jelas dalam kitab-kitab fikih menegaskan larangan itu, makanya selaras dengan teori lingkungan hidup,” ucap doktor lulusan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini.

Pakar Fikih Lingkungan UIN Antasari, Dr H Sukarni

Menurut Sukarni, sungai merupakan wilayah air mengalir yang tujuan akhirnya tetap bermanfaat bagi manusia. Tak mengherankan, kata dia, dalam Alquran selalu menggambarkan surga itu dengan air yang mengalir.

“Ini menggambarkan atau simbol kenikmatan dan kenyamanan hidup dengan sungai yang mengalir dalam surga,” kata magister kajian hukum Islam IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

BACA JUGA : Sejumlah Kawasan di Banjarmasin Tergenang, Pengamat Minta Pemkot Rancang Model Kanalisasi Sungai

Sukarni mengakui banyak bangunan tempat ibadah seperti langgar, mushala dan masjid justru berada di atas sungai. Untuk itu, ia berharap agar para agamawan bisa mengingatkan yang mana benar dan tidak.

“Begitu pula, pemerintah harus segera merespon untuk penanganan ke depan. Kabarnya, pemerintah akan membantu bagi masjid, mushala atau langgar yang dibongkar, karena berdiri di atas sungai. Ini harus dimaksimalkan,” kata Sukarni.

Ia menegaskan dalam tataran agama, masyarakat Banjar yang religius, tidak akan berat untuk menangani soal bangunan dan tempat ibadah yang berada di atas sungai atau garis sempadan dibongkar. “Asalkan ditangani bersama. Istilahnya, fardu kifayah yang menjadi tanggungjawab para ulama, pemerintah dan masyarakat,” kata dosen senior.

BACA JUGA : Nelangsa Sungai Amandit yang Keruh dalam Bait Puisi Budayawan Agus Suseno

Untuk diketahui, Dr Sukarni menghasilkan beberapa tulisan dalam kajian fikih lingkungan seperti tahun 2011; Fikih Lingkungan Hidup Perspektif Ulama Kalimantan Selatan (Buku, Diterbitkan oleh Balitbang Kemenag RI). Kemudian, 2013, Isu Lingkungan dalam Perspektif Kalam, Fikih, dan Tasawuf (Jurnal Islamica PPS UIN Sunan Ampel.

Tahun 2014, Paradigma Bermazhab Pontren di Kalimantan Selatan, (Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman ”Miqat” IAIN Medan). Berikutnya tahun 2016, Ecosofi dan Ekotauhid, Alternatif Konsep Kesadaran ekologi Ulama Banjar. (Makalah Konferensi Internasional Transformasi Sosial dan Intelektual Orang Banjar Kontemporer, Agustus).

Begitu pula,  tahun 2017, Budaya Sungai dan Sanitasi yang Sehat dalam Pendekatan Ilmu Fiqih Lingkungan, Diskusi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Air Sungai Martapura dan Sanitasi yang Sehat, (Makalah seminar Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ULM, Martapura).(jejakrekam)

Penulis Rahim/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.