Sanksi Bukan Hal Utama, Vaksinasi Covid-19 Mestinya Dilakukan Secara Humanis

0

OLEH: Nasrullah

MENGAJAK orang untuk sehat ternyata tidak mudah. Seperti ketika vaksinasi anti Covid_-9 dilakukan, bisa jadi sebagian warga ada yang melakukan penolakan, justru tantangan kita adalah bagaimana masyarakat rela untuk divaksin.

NAMUN perlu disadari, ketika awal Covid-19 banyak yang tidak percaya padahal tayangan kematian dan pemakaman tanpa dihadiri keluarga setiap hari ditampilkan di berbagai media. Bahkan orang di sekitar ada yang terkena, tapi masih ada yang abai bahaya Covid-19.

Penolakan vaksinasi ini, sebenarnya bisa dilihat pada beberapa penyebab. Pertama, bukan karena vaksinasi, tapi warga memang takut disuntik. Maka tanpa divaksin pun, mendengar akan disuntik menjadi ketakukan. Ini sebenarnya faktor mindset yang jauh ditanam dalam benak kita sejak lama. Dokter dalam wujud orang berkacamata apalagi membawa tas tenteng, ada steteskop melingkar di leher, jadilah ia sebagai sosok yang ditakuti. Maka sejak kecil kalau ada anak yang nakal diucapkan kalimat untuk menakut-nakuti. “awas ada dokter, nanti kamu disuntik”.

Kedua, memang karena tidak mau divaksin. Ini karena lebih dahulu mendapatkan informasi yang tidak berimbang, biasanya kabar hoaks yang juga berisi kecurigaan, ketakukan dan dampak buruk vaksin. Bagian paling dasar, adalah kemampuan literasi masih rendah sehingga daya saring dan daya serap informasi yang akurat menjadi lemah.

BACA JUGA: Jemput Bola, Puluhan Lansia Di Banjarmasin Ikuti Vaksinasi Covid-19

Ketiga, informasi jangan sampai tidak konsisten. Diawal Covid-19, penggunaan masker hanya bagi yang sakit, kemudian masker wajib untuk semua. Informasi seperti ini akan membingungkan dan yang dipahami publik ada ketidakkonsistenan informasi. Maka info vaksinasi ini tentang manfaatnya, atau ujicoba yang telah dilakukan sehingga layak untuk digunakan harus mampu meyakinkan masyarakat luas.

BACA JUGA: Kadinkes Banjarmasin Jelaskan Sederet Sanksi Bagi Warga Yang Menolak Vaksin Covid-19

Informasi terkait prosedur vaksinasi juga penting, sebab ada juga warga yang sebaliknya yang “kahandakan” (ingin segera) divaksin. Kelompok ini perlu diakomodasi, setidaknya mereka mendapatkan kepastian jadwal divaksin.

Oleh karena itu, ancaman atau penjatuhan sanksi bukanlah utama. Sebab, tantangan penting adalah bagaimana sosialisasi yang persuasif mampu menyadarkan agar orang mau divaksin. Maka sembari vaksinasi berlangsung, kita terus melakukan (1) menggencarkan sosialisasi di media massa, media sosial; (2) Orang-orang yang telah divaksin menjadi agen perubah mindset warga, bahwa suntik vaksin itu hanya perlu waktu sekian detik.

Terlebih lagi jika yang divaksin dari kalangan tokoh agama, ulama, pendeta, sehingga mereka bisa menyampaikan kepada jamah masing-masing berdasarkan pengalaman; dan (3) Perlu dipilih yang menyuntikkan vaksin (vaksinator) secara performance tidak menimbulkan rasa takut, tapi justru membuat perasaan menjadi nyaman. Mari kita sukseskan vaksinasi anti Covid-19 secara humanis. (jejakrekam)

Penulis adalah Dosen FKIP ULM | Tim Pakar ULM untuk Covid-19 Bidang Antropologi Budaya

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.