Bikin Laporan Fiktif, Kepala SMPN 12 Banjarmasin dan Bendahara BOS Diadili

0

DIDAKWA korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun anggaran 2016-2018, Kepala SMPN 12 Banjarmasin Hairan bersama bendaharanya, Agustina Wahidah harus duduk di kursi pesakitan PN Tipikor Banjarmasin.

DAKWAAN pun cukup serius. Kedua terdakwa ini dinilai tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan dana BOS sesuai peruntukkan tak sesuai kesepakatan dewan guru dan komite sekolah. Hingga, jaksa penuntut umum (JPU) Arief Ronaldi dan Nani Arianti menilai telah terjadi kerugian negara mencapai kisaran Rp 300 juta hingga Rp 500 juta lebih.

Dua terdakwa yang tak ditahan ini dinilai telah melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP untuk dakwaan primernya. 

BACA : Dana BOS Minim, Siswa SMPN 10 Banjarmasin Tak Kebagian Kuota

Sedangkan dakwan subsider, kedua terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Guna membuktikan adanya unsur kerugian negara, JPU pun menghairkan dua saksi ahli yang merupakan auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalsel.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak didampingi dua hakim anggota, Ahmad Gawi dan Dana Hanura, dua saksi ahli ini pun memberi keterangan di atas sumpah di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (2/9/2020).

Kedua terdakwa pun didampingi penasihat hukumnya, Dr Masdari Tasmin, salah satu saksi auditor BPKP Perwakilan Kalsel, Sirajudin mengungkapkan pemeriksaan keuangan ini berdasar data yang disodorkan pihak kepolisian. Termasuk, mengorek keterangan dari dua terdakwa dalam penggunaan dana BOS tahun anggaran 2016-2018.

“Memang, ada dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kedua terdakwa. Besarannya mencapai Rp 500 juta. Ini berdasar hasil audit yang kami lakukan,” ucap Sirajudin.

BACA JUGA : Disdik Banjarmasin Masukkan Dana BOS di BAKULKAS

Kerugian negara itu disebut saksi ahli karena adanya pembelian alat tulis kantor, buku pelajaran, konsumsi dan lainnya, ternyata semua transaksi itu fiktif. Ini dikuatkan dengan adanya kuitansi atau nota pembelian yang dipalsukan terdakwa. Ini setelah, tim auditor melakukan pengecekan ke toko yang mengeluarkan nota pembelian atau kuitansi seperti Toko Buku Amanah dan Toko Taat, ternyata cap stempelnya dipalsukan terdakwa.

Sirajudin juga mengungkap adanya permintaan fee dari bendahara kepada kepala sekolah. Kisarannya 10-20 persen atau dirupiahkan mencapai Rp 20 juta.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.