Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Rasa Karantina Wilayah?
Oleh : Prof. Dr. Husaini, SKM., M.Kes
PRESIDEN Jokowi telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
PERATURAN tersebut ditambahkan oleh Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah salah satu upaya memperketat social-physical distancing seperti peliburan sekolah dan tempat kerja agar dilaksanakan di rumah, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya dan pembatasan transportasi.
Perlu masyarakat ketahui bahwa pembatasan ini akan efektif jika kepatuhan dan kedisplinan dari masyarakat cukup tinggi. Misalnya, pembatasan transportasi, bagi masyarakat yang tidak memiliki kepentingan yang mendesak agar tidak keluar rumah dan berkendara ke tempat-tempat umum.
BACA : Kunci Sukses Pelaksanaan PSBB Di Kota Banjarmasin
Perjalanan transportasi yang diperbolehkan adalah transportasi untuk keperluan bahan pokok dan makanan. Selain itu, pasar/toko/supermarket yang menjual bahan pokok tetap buka secara normal.
Sektor lain yang masih diperbolehkan aktif secara normal seperti toko bangunan, layanan internet dan komunikasi, bahan bakar, bank, kantor asuransi, layanan ekspedisi, media cetak dan elektronik, serta pelayanan kesehatan. Pemberlakuan PSBB setelah mendapatkan izin dari Menteri Kesehatan dan berlaku 14 hari untuk selanjutnya ditinjau jika memerlukan perpanjangan.
Keberhasilan PSBB ini sendiri juga tergantung dari pengawasan dan evaluasi aktif dari pemerintah daerah dan jajarannya. Masyarakat akan mudah patuh jika memang di lapangan ada pengawasan yang ketat dan tegas oleh pihak yang berwenang. Kalau diperlukan, pemberlakuan sanksi yang berat seharusnya bisa menjadi opsi.
BACA JUGA : Triangle Epidemiologi Dalam Memutus Rantai Penularan Covid-19
Selain itu, pemenuhan kebutuhan pokok bagi masyarakat menengah kebawah dan yang terdampak ekonomi dari Covid-19 ini juga harus mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah secara cepat.
Substansi PP 21 Tahun 2020, hanya mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Padahal UU Kekarantinaan Kesehatan dimaksud memerintahkan kepada pemerintah untuk menerbitkan PP terkait bagaimana kriteria dan pelaksanaan Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan di wilayah.
Lingkup PP dimaksud harus meliputi lingkup Karantina (rumah, wilayah, dan rumah sakit), dan lingkup Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pemerintah tidak mencantumkan kriteria dan pelaksanaan karantina dalam PP dimaksud, hanya terbatas melaksanakan PSBB.
Mengapa? Tetapi banyak pihak menduga, pemerintah tidak mau terbebani akan dituntut melanggar UU Nomor 6 Tahun 2018, karena tidak melaksanakan pasal 55 (1) Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. (2) Tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait.
BACA JUGA : Kebijakan PSBB Efektif Di Banjarmasin Jika Diikuti Wilayah Banjarbakula
Amanat PP Nomor 21/2020, diperintahkan Menkes menerbitkan Permenkes Nomor 9/2020 tentang Pedoman PSBB. Pedoman ini mencerminkan birokrasi yang semakin panjang terlihat dalam tata cara penetapan status PSBB dan dikaji oleh tim ahli yang juga tidak mencerminkan negara dalam keadaan krisis wabah pandemi Covid-19 sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Permenkes 9/2020 yang mewajibkan pemerintah daerah untuk mengajukan permohonan berdasarkan: sejumlah data, yaitu peningkatan kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu dan laporan transmisi lokal.
Berkaca dari pelaksanaan PSBB di daerah-daerah lain, contohnya Jakarta yang sudah aktif memberlakukan ini hampir berakhir, masih belum mampu menurunkan angka kasus dan jumlah kontak Covid-19 di masyarakat. Dua komponen yang harus bersatu menyukseskan PSBB ini yaitu komponen masyarakat yang harus patuh dan disiplin serta komponen pemerintah yang harus tegas tetapi tetap sopan dan memperhatikan kebutuhan pokok masyarakatnya.
BACA JUGA : Laju Virus Corona Tak Terkendali, Para Pakar Kritisi Kebijakan PSBB
Jika dua hal ini masih tidak efektif, maka PSBB sukar berhasil dalam waktu 14 hari. Masyarakat yang hanya sekadar “dianjurkan/diimbau melaksanakan PSBB masih sangat mungkin melanggar anjuran ini. Selain itu, ekonomi masyarakat bakalan semakin buruk karena tidak berjalannya aktivitas perkantoran dan jual beli bahan non makanan/sembako.
Masyarakat akan mulai ricuh jika kondisi ekonomi mereka terganggu ditambah jika bantuan pengamanan sosial dari pemerintah tidak tepat sasaran atau bias informasi dan lamban.
Pemerintah daerah sebagai leading sektor dari PSBB ini harus memiliki indikator keberhasilan yang terukur setiap harinya sebagai upaya pengukuran keberhasilan atau efektivitas PSBB di daerahnya. Indikator keberhasilan dan upaya tindak lanjut yang perlu dilakukan misalnya berapa banyak perkumpulan masyarakat yang masih terlihat, berapa jumlah tempat ibadah yang masih aktif, dan berapa banyak tempat kerja yang masih belum WFH. Data ini harus diupdate secara rutin oleh pemerintah dan ditindaklanjuti.
Selain itu indikator keberhasilan lain seperti berapa penurunan kasus dan berapa penurunan jumlah ODP dan PDP juga perlu diukur sebagai bentuk evaluasi pelaksanaan PSBB di daerah. PSBB hanya efektif jika gerakan manusianya benar-benar dibatasi di tingkat rumah, karena kontak akan berkurang. Jika kontak masih banyak terjadi maka potensi penularan akan masih terjadi.
Upaya lain yang perlu dilakukan yaitu menggandeng kerjasama dengan pihak swasta dan lembaga masyarakat untuk membantu menggerakkan roda sosial ekonomi untuk membantu dan mendistribusikan bantuan kepada kelompok masyarakat terdampak khususnya yang kena PHK, dirumahkan, ataupun pekerja upah harian.(jejakrekam)
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran ULM Banjarmasin
Ketua Dewan Pakar DPD Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) Kalimantan Selatan