Para Seniman Jalanan Stempel Manual yang Mampu Bertahan

0

MAMPU bertahan di tengah gempuran teknologi percetakan yang sudah modern, para seniman jalanan pembuat cap stempel yang mengandalkan pisau tajam silet, ban bekas mobil dan kemahiran jemari tangannya, masih terlihat di kawasan sepanjang Jalan Hasanuddin HM dan Pasar Sudimampir. Padahal, kini teknologi laser dalam pembuatan cap stempel telah lama menjadi pilihan masyarakat karena dinilai lebih rapi dan cepat.

PARA pelanggan yang masih setia dengan pembuatan stempel manual justru mengaku menilai dari segi seni yang tinggi dari para pembuatnya. “Sekarang ini yang mampu membuat stempel rapi dengan tangannya, mungkin tinggal hitungan jari,” ucap Yadi, warga Gambut yang kebetulan menjabat ketua rukun tetangga (RT) di kampungnya, saat memesan stempel manual di kawasan Jalan Simpang Sudimampir I Banjarmasin, Senin (20/3/2017).

Ia mengakui ada yang menganggap stempel manual ini sudah ketinggalan zaman, karena beberapa instansi dan perusahaan lebih memilih stempel berteknologi laser yang tampak rapi serta tak mengotori tangan atau kertas yang distempel.  “Kalau saya justru melihat para pembuat ini sudah ahli. Bayangkan saja, mereka bisa membuat tulisan atau stempel yang rapi hanya bermodal mal yang telah dibuat sebelumnya. Bahkan, perkiraan mereka benar-benar tepat untuk membagi posisi huruf atau angka dalam setiap kolomnya,” tutur Yadi.

Beberapa pengrajin stempel manual yang berada di kawasan seputar Masjid Noor Banjarmasin seperti Saufi dan Abab (50 tahun) mengakui hingga kini serbuan stempel laser sudah menggerus mata pencahariannya.  “Saya sendiri sudah hampir 30 tahun membuat stempel manual ini. Sejak dulu jadi tukang jahit, potong rambut hingga pada 1988, saya belajar untuk membuat stempel dari ban bekas mobil itu.  Terus mencoba, lama kelamaan saya mahir,” ucap Abab.

Ia mengatakan kerapian dan ketepatan dalam membuat stempel dengan kelenturan tangan ini sebuah pekerjaan yang gampang-gampang susah. “Bayangkan saja, huruf yang dibuat harus terbalik, tentu lebih sukar lagi. Tapi dengan ketekunan, saya mampu menyelesaikan pesanan orang dan membuat para pelanggan puas,” tutur Abab.

Bukan hanya persaingan usaha dengan teknologi kekinian, Abab dan kawan-kawan pun juga merasakan dampak dari penerapan aturan larangan bagi pedagang kaki lima (PKL) memanfaatkan trotoar jalan sebagai tempat usaha. “Padahal, kami sudah lama menempati trotoar ini sejak 1980-an. Tapi sekarang, alhamdulillah Satpol PP Kota Banjarmasin masih mengizinkan,” ucap Abab lagi.

Kegelisahan Saufi juga terdengar. Ia mengaku kini para pengrajin stempel manual sepertinya akan kehilangan generasi penerusnya. “Anak saya saja sudah tak mau lagi belajar membuat stempel manual ini. Mereka beranggapan lebih cepat menggunakan desain di komputer dan kemudian dengan teknologi laser jauh lebih rapi dan terjamin kualitas. Padahal, dalam seni membuat stempel manual ini, sebetulnya unsur seninya yang lebih menonjol,” ucap Saufi.

Pengamat seni yang juga seorang pelukis, James Rawi mengakui kemampuan para pengrajin stempel manual ini lambat laut akan ditelan masa. “Sekarang ini, hanya ada tiga pekerja seni stempel manual yang masih bertahan di kawasan Pasar Sudimampir. Dengan membuat mal dan huruf serta angka terbalik tentu hanya keahlian tertentu yang mampu membuatnya,” ucap James Rawi.

Ia pun tak tahu persis siapa yang pertama kali membawa seni pembuatan stempel manual itu ke Banjarmasin. Meski harus bersaing dengan para pembuat stempel laser, toh James Rawi mengatakan para seniman jalanan ini tak boleh dipandang sebelah mata. “Secara tidak langsung,  mereka juga berjasa dalam roda pemerintahan, dari pemerintah daerah hingga sekelas RT. Bahkan, perusahaan yang ada di Kalimantan Selatan ini mungkin pernah tersentuh tangan-tangan terampil mereka,” tutur James. Meski kini para seniman jalanan stempel ini tersisih, toh James Rawi tetap yakin masih ada pelanggan setia yang tetap menjaga eksistensi mereka. “Sebab, stempel manual ini sulit untuk dipalsukan. Makanya, dokumen-dokumen penting masih menggunakan stempel manual, karena sulit untuk ditiru. Beda dengan stempel laser buatan komputer itu,” pungkas James Rawi.(jejakrekam)

Penulis   : Sira Awdi

Editor     : Didi GS

Foto       :  Sira Awdi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.