Dari Kalkulasi Ekspedisi Batang Banyu, Batubara yang Milir di Sungai Barito Bernilai Rp 129 Triliun Setahun

0

SUNGAI Barito menjadi jalur ekonomi vital bagi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Faktanya, tak hanya jadi jalur moda transportasi sungai antar daerah, namun juga pendorong perekonomian utama seperti bongkar muat angkutan batubara.

PEMANDANGAN hilir mudik tongkang batubara yang ditarik tugboat dari milir dari pedalaman Sungai Barito menuju muara Banjar atau Laut Jawa menjadi keniscayaan.

Lantas berapa kalkulasi kasar dari hasil pengerukan ‘emas hitam’ dari perut bumi Kalimantan untuk tujuan ekspor ke negara tujuan seperti China, India, Eropa dan negara lainnya, termasuk bagi kebutuhan domestik untuk pembangkit listrik milik PLN?

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Prof Dr Ahmad Yunani menghitung dari pemandangan tongkang batubara yang milir dari Sungai Barito dalam setahun potensinya bisa mencapai Rp 129 triliun.

BACA : Didominasi Batubara, Volume dan Nilai Ekspor Kalsel Alami Peningkatan di Tahun 2022

“Dari pengamatan di lapangan, dalam sehari semalam minimal yang keluar ada sekitar 100 tongkang bahkan bisa lebih di perairan Sungai Barito. Sebab, tak kurang dalam setiap 10 menit bertemu dengan tongkang ditarik kapal tugboat ditarik keluar,” ucap doktor ilmu ekonomi lulusan Universitas Airlangga, Surabaya ini dalam diskusi Ekspedisi Batang Banyu di atas kapal dagang Negara dari Banjarmasin ke Negara pada Jumat (1/9/2023) lalu.

Mantan Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) ULM ini mengamati dari milir dan mudiknya tongkang berbagai ukuran di perairan Sungai Barito, di antaranya ukuran 300 feet muatan 8.000 metrik ton (MT), dan 330 ft muatan 10.000 MT.

Nah, dari kalkukasi anggota Tim Peneliti Ekspedisi Batang Banyu ini melanjutkan jika diasumsikan 1.000 tongkang isi 10 ton per ton dikalikan Rp 1 juta dalam 12 bulan, maka didapat angka Rp 129 triliun dalam setahun. Itu perhitungan berdasar ambang batas rendah.

BACA JUGA : Selamatkan Hutan Meratus HST Bebas dari Tambang Batubara Dapat Lampu Hijau Kementerian ESDM

Hal senada juga dikalkulasi anggota Tim Peneliti Ekspedisi Batang Banyu lainnya, Akbar Rahman. Menurut dia, dengan asumsi hitungan ambang bawah, dalam sehari ada 20 tongkang yang milir dari perairan Sungai Barito, berarti dalam sebulan (30 hari) didapat 600 tongkang.

“Nah, dalam 12 bulan berarti ada 7.200 tongkang dengan kapasitas muatan tongkang 300 feet 8.000 MT, maka dalam setahun bisa mengangkut 57,6 juta ton. Dikalikan harga batubara USD (Dolar AS) 150 per ton atau 2,24 juta ton. Dalam setahun nilai batubara melewati batang banyu (Sungai Barito) 57,6 juta ton dikalikan Rp 2,25 juta, didapat angka Rp 129,6 triliun. Ini belum lagi ketika harga batubara naik jadi 160 dollar per ton, angkanya lebih besar lagi,” kata akademisi Fakultas Teknik ULM ini.

BACA JUGA : Eksploitasi Gila-Gilaan, Deposit Batubara Kalsel Diprediksi Habis pada 2030

Sementara dari informasi di lapangan, ukuran tongkang yang milir di Sungai Barito bisa pula ukuran 180 feet dapat mengangkut sekitar 2.000 ton batubara. Kemudian, ukuran 230 feet bisa memuat sekitar 4.000 ton batubara. Termasuk, ukuran 270 feet dengan muatan 6.000 ton batubara.

Dengan berbagai asumsi ini, dari tongkang terkecil 180 feet, maka dalam sehari ada 100 tongkang keluar dengan mengangkut 200.000 ton per hari. Kemudian, dalam 30 hari kerja, bisa terangkut 6 juta ton, dan setahun bisa 72 juta ton, tentu dikalikan dengan harga batubara termahal Rp 3 juta, maka didapat angka sangat fantastis.

BACA JUGA : Ekspor Batubara Kalsel Turun Imbas Perang Dagang Tiongkok-AS

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), biaya produksi batubara per ton pada tahun 2023 berkisar antara USD15-25. Biaya tersebut bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti lokasi tambang, kualitas batubara, dan metode penambangan yang digunakan. Bahkan, Kementerian ESDM menetapkan harga batubara acuan (HBA) pada Juni dan Juli 2023. Untuk Juni 2023, harganya mencapai USD 191,36 per ton.

Tak mengherankan Tim Peneliti Ekspedisi Batang Banyu menyimpulkan jika ‘emas hitam’ yang hilir mudik di perairan Sungai Barito sepatutnya bisa menyejahterakan rakyat Kalsel dan Kalteng, terutama dalam kaitan bagi hasil royalti (sumber daya alam), penanganan kerusakan lingkungan hingga akhirnya melahirkan politik SDA dalam bingkai oligarki dan penguasan lainya terbukti sangat kuat cengkeramannya di Banua.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.