Sarinah, Sebuah Potret Kemiskinan Kota Banjarmasin

0

SARINAH, janda berusia 51 tahun itu tak punya pilihan selain menjalani kehidupan yang saat ini dihadapinya. Rumah yang sudah sejak tahun 2006 silam menjadi naungan, kini hampir roboh. Bangunan dari kayu itu memang sudah tua. Bahkan, ketika banjir air rob yang kerap melanda Kota Banjarmasin datang, lantai rumahnya akan dipenuhi air.

“TINGGINYA bisa sampai lutut,” cerita Sarinah kepada relawan ACT yang mengunjunginya. Mungkin gara-gara sering terendam air itulah yang membuat rumah tersebut mulai lapuk.  Menurut Sarinah, kondisi rumah mulai mengkhawatirkan sejak dua tahun yang lalu.

BACA : Diguyur Hujan Deras, Sejumlah Kabupaten di Kalsel Terendam Banjir

Sejak suaminya meninggal, Sarinah harus bekerja keras sendiri menghidupi ketiga anaknya. Berempat mereka berlindung di bangunan 4×6 tersebut. “Alhamdulillah bagian tempat tidur tidak kena banjir karena lebih tinggi,” tuturnya.

Demi anak-anak, Sarinah menjalani profesi sebagai pemulung. Kadang-kadang juga mengambil upah sebagai penjahit pola kain sasirangan (batik khas banjar-red). “Per meter dihargai Rp 2500,” kisahnya sembari duduk menyender. Dari memulunglah, Sarinah bisa mencari makan untuk keluarga. Cukup. Demikian Sarinah membesarkan hatinya.

Ingin meringankan beban Sarinah, Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) – Aksi Cepat Tanggap (ACT) Kalimantan Selatan menyambangi kediamannya di Komplek Bulan Mas Kelurahan Pekapuran Raya. Kedatangan mereka selain untuk melihat langsung kondisi Sarinah, juga menyampaikan bantuan biaya hidup dan pangan untuk Sarinah.

BACA : Pulihkan Ekonomi Gaza, ACT Inisiasi Pemberdayaan Agro-Farming

“Ulun beterimakasih banar lawan bantuan buhan ikam nih, membantu banar lawan kami nih nang kayani. Mudahan buhan ikam berataan nyaman haja, lulus sekolah berataan, bejabatan (Saya berterima kasih sekali atas bantuan ini, yang sangat kami butuhkan. Semoga kalian hidup nyaman, lulus sekolah, punya jabatan,” Sarinah merapal doa, terharu atas pemberian relawan.

Pagi itu, mungkin awan di atas Kota Banjarmasin yang menghitam menjadi saksi, betapa Sarinah yang kini sendiri dengan himpitan ekonomi yang begitu besar. Namun Ia masih bisa tersenyum. Senyum indah di tengah tumpukan sampah. InsyaAllah senyum itulah yang paling membahagiakan.(jejakrekam)

Penulis Retno Sulistiyani
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.