Medsos Ancam Persatuan Umat Jelang Pilpres 2019

0

“AWAS  Kelompok Isis sudah menguasai Indonesia”, “Hati-hati 5 Sekolah Menengah Atas sudah disusupi paham radikal”,”Bahaya paham komunis sudah masuk kedalam kurikulum pendidikan”. Apa yang anda pikirkan ketika membaca informasi atau pesan broadcast yang tersebar di media sosial maupun akun whatsapp di gadged anda? Apakah anda akan merepost atau melanjutkan broadcast informasi tersebut ? atau anda akan melakukan kroscek terhadap kebenaran informasi tersebut?

MUNGKIN Anda cukup cerdas membedakan mana informasi yang sekedar hoax dan mana yang shahih keaslian pesannya . Namun, Anda mungkin hanya sebagian kecil pengguna internet yang melek perkembangan informasi dibandingkan banyak masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi dan terpengaruh dengan pesan Hate-speech, hoax dan Post-truth yang semakin merajelala.

Patut anda ketahui saat ini internet sudah dapat diakses oleh masyarakat diberbagai kalangan. Tanpa memandang usia, strata pendidikan dan kondisi ekonomi masyakarat, semua bebas.

Data dari APJII (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) jumlah penduduk indonesia telah mencapai 262 juta lebih. Sekitar  50 persen  atau kurang lebih 143 juta orang masyarakat Indonesia telah aktif dalam menggunakan internet.

Berdasarkan data geografis  masyarakat yang paling banyak mengakses  internet adalah masyarakat jawa sekitar 57,70 persen. Sumatera 19,09 persen, Kalimantan 7,97 persen, Sulawesi 6,73 persen, Bali dan Nusa Tenggara  5,63% terakhir Maluku hingga  Papua 2,49 persen. Dari segi usia rata-rata masyarakat pengguna internet berada pada usia 19 smapi depan 34 tahun.

BACA : Kepala Perpusnas RI: Kembali Baca Buku, Medsos Melemahkan Daya Kritis

Tingginya minat masyarakat Indonesia dalam mengakses media sosial tidak bisa dipungkiri lagi. Semakin sering seseorang mengakses media sosial, justru semakin banyak dampak negatif yang akan mengancam si pengguna media sosial. salah satu ancamam tersebut adalah penyebaran isu SARA.

Penyebaran isu SARA dengan menyudutkan kelompok, suku, ras dan agama masih dianggap ampuh dalam membentuk opini negatif bagi masyarakat pengguna medsos. Penyebaran isu hoax dan hatespeech yang mengandung unsur SARA biasanya marak terjadi saat menjelang Pemilu Kepala Daerah (PILKADA) dan Pemilu Presiden (Pilpres).  Hal ini terjadi biasanya untuk memarjinalkan salah satu lawan pasangan calon agar kehilangan para simpatisan pendukungnya.

Jelang Pilpres 2019 banyak akun anonim baik di Facebook, Instagram dan Youtube   yang menyebarkan isu berbau Hate speech, hoax dan Postr-truth bermunculan. Salah satu hal yang menyebabkan banyaknya muncul akun anonim jelang pilpres 2019 adalah strategi politik suatu kelompok pemenangan pasangan capres dan cawapres agar bisa memperoleh suara pada suatu daerah tertentu.

Selain itu, hal lain yang mendorong banyaknya bermunculan akun anonim adalah semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang menggunakan internet terutama untuk mengakses media sosial.

Salah satu yang menjadi ancaman nyata bagi masyarakat pengguna media sosial   terjadinya perang Hate-speech, hoax dan post-truth di media sosial jelang Pilpres 2019 adalah adanya jasa oknum Buzzer atau  Spin Doctor.

BACA JUGA : Dinamika Medsos Gambaran Aspirasi Politik Warganet Jelang Pilpres

Fenomena munculnya oknum Spin Doctor atau Buzzer,  yaitu orang-orang di balik mesin komputer yang bertugas menyebarkan informasi dengan tujuan untuk menjatuhkan lawan politik dan membangun opini positif terhadap tokoh yang didukung, telah menjadi tren komunikasi politik di era  digital saat ini. Fenomena ini terjadi tidak hanya pada saat menjelang pemilu saja.

Namun juga terjadi saat suhu politik di Indonesia sedang memanas dan pemberitaan seluruh media massa di Indonesia sedang fokus pada peristiwa tersebut. Tak hanya itu, ancaman yang ditimbulkan dari informasi hoax saat ini adalah disintegrasi  bangsa dan melemahnya semangat pluralisme.

Dalam dunia Politik Istilah Buzzer Politik  merupakan sebuah aktivitas marketing politik yang berisi informasi baik bersifat Hate-speech, Hoax maupun Post-Truth pada saluran komunikasi digital untuk menciptakan efek agar memberi pengaruh dan menjadi perbincangan luas (viral) hingga perbincangan tersebut  mampu menjadi opini publik

Isu SARA dan Politik Identitas adalah salah satu isu yang paling sering diangkat oleh Buzzer dalam melancarkan aksinya di media sosial. Hal ini dipilih oleh Buzzer Politik karena politik identitas lebih mengedepankan kepentingan-kepentingan dari anggota suatu kelompok karena memiliki kesamaan identitas baik dari sisi ras, gender dan agama. “Politic of difference” yang didasarkan Pada Pencarian “Perbedaan” artinya  Politik identitas mengukuhkan perbedaan etnis, agama dan bahasa.

BACA LAGI : APK Difasilitasi KPU, Calon Boleh Miliki 10 Akun Medsos Tapi ‘Dikontrol’…

Melihat kasus ini membuktikan semakin berbahayanya media sosial di tahun politik, dan yang menjadi tantangan selanjutnya adalah rendahnya pendidikan literasi media di masyarakat Indonesia. Banyak pengamat mengatakan bahwa pentingnya pendidikan literasi media saat ini, mengingat informasi yang bersifat viral media sosial sudah layaknya seperti opinion leader di media sosial.

Dengan mudah nya isu yang berkembang di media sosial mampu membuat masyarakat terprovokasi dengan mengeluarkan opininya di media sosial baik itu bersifat positif dan negatif terhadap permasalahan yang terjadi.

Namun, yang menjadi masalah apakah masyarakat akan langsung percaya akan informasi yang viral dan berseliweran di media sosial. Apabila masyarakat langsung menelan mentah-mentah informasi tersebut bukan tidak mungkin hal ini membuktikan lemahnya pendidikan literasi media di masyarakat saat ini.

Dan hal ini membuktikan lemahnya pendidikan literasi media di masyarakat saat ini dengan rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengakses informasi di media sosial. Masuknya pelajaran literasi media baik terkait media massa maupun media sosial  kedalam kurikulum pendidikan menjadi solusi untuk membentengi diri dari sisi baik buruk media sosial.

BACA LAGI : Tergerus Media Online dan Medsos, Omzet Penjualan Koran pun Turun Drastis

Mari sama-sama kita bangun kesadaran bahwa dengan sama-sama memerangi penyebaran informasi menyesatkan di media sosial dan internet, berarti kita menyelamatkan bangsa ini dari ancaman perpecahan bangsa. Karena kasus hoax dan post-truth di media sosial sejatinya adalah musuh bersama  yang tak terlihat, tapi bisa melumpuhkan nalar dan logika jutaan manusia hingga merusak generasi sebuah bangsa.

Bersama, selamatkan generasi kita dari malapateka informasi Hate-spech, hoax dan Post-truth. Menyelamatkan mereka dari ancaman hoax berarti menyelamatkan masa depan bangsa kita dari ancaman nyata perpecahan yang bisa terjadi tanpa harus melalui konflik berdarah.(jejakrekam)

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Gadjah Mada

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.