Bukan Menolak, Khawatir Revitalisasi Pasar Ujung Murung Rugikan Pedagang
DI ATAS kertas, rencana revitalisasi Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir Baru sudah digeber sejak 2004 dengan penyusunan detail engineering design (DED) sebagai rujukan pembangunan fisik dua pasar lawas itu. Wacana itu pun mengemuka, usai urung terlaksana di era Walikota Sofyan Arpan dan Walikota HA Yudhi Wahyuni, di masa pemerintahan Ibnu Sina-Hermansyah.
DIMULAI dengan pendataan para pedagang, jumlah lapak atau kios, hingga surat kepemilikan lahan pasar yang berada di Jalan Ujung Murung itu. Pasar yang dibangun sejak 1953, tercatat ada 140 lapak, di antaranya 138 lapak merupakan milik warga. Bahkan, 15 lapak sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM).
Ketua Pedagang Konveksi Pasar Ujung Murung, H Raihan mengungkapkan memang sebagian besar lapak atau kios yang ditempati para pedagang telah mengantongi SHM.
“Walau kondisi pasar ini seperti sekarang, tetap menjadi pilihan para pedagang asal Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, apalagi Kalimantan Selatan sebagai pusat grosir, khususnya pakaian atau kain,” ucap H Raihan kepada jejakrekam.com, Kamis (29/11/2018).
Ia mengakui sudah lama mendengar ada rencana peremajaan atau revitalisasi Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir Baru. Namun, Raihan mengingatkan agar ketika rencana ini direalisasikan tidak merugikan para pedagang, terutama yang telah memiliki bukti kepemilikan yang sah.
BACA : Revitalisasi Pasar Ujung Murung, Jangan Lupakan Sisi Sejarahnya
“Sosialisasi rencana revitalisasi Pasar Ujung Murung memang baru-baru ini yang dilaksanakan pemerintah kota. Ya, baru dua hari yang lalu. Kami minta agar dimatangkan, jangan sampai merugikan pedagang,” ucap H Raihan.
Bukan apa-apa, H Raihan mengatakan bahwa di Pasar Ujung Murung ini terdiri banyak pedagang yang beragam. Ada komunitas pedagang kain atau konveksi, pedagang perabot dan lainnya. “Jadi, tidak bisa mengatasnamakan hanya satu komunitas pedagang. Banyak pedagang yang harus dilibatkan di sini,” kata Raihan.
Ia tak memungkiri dalam sosialisasi yang dilakukan tim Pemkot Banjarmasin, belum ditemukan kata sepakat atau solusi untuk penataan Pasar Ujung Murung.
Menurut Raihan, pemerintah kota perlu ekstra hati-hati saat ingin menata Pasar Ujung Murung ditambah Pasar Sudimampir Baru. Apalagi, sambung dia, status kepemilikan lahan dan kios sangat beragam, dari yang memiliki sertifikat hak milik (SHM), segel, tanah adat, kartu merah hingga lainnya.
“Pada intinya, para pedagang mendukung rencana revitalisasi Pasar Ujung Murung, asalkan sosialisasi rencana ini harus menyeluruh, jangan hanya melibatkan satu pihak,” cetusnya.
Senada itu, salah satu pedagang konveksi di Pasar Ujung Murung, H Ilmi mengemukan kekhawatirannya akan kisruh Pasar Sentra Antasari justru menimpa mereka. “Jujur saja, saya khawatir kalau-kalau nanti bermasalah seperti di Pasar Sentra Antasari,” tuturnya.
BACA JUGA : Cukup Pasar Sentra Antasari, Jangan Diulang Lagi di Pasar Ujung Murung
Bukan tanpa alasan, Ilmi mengatakan kekhawatiran itu adalah para pedagang yang memiliki hak, justru tersisih ketika Pasar Ujung Murung dibangun baru. “Kekhawatiran kami adalah justru ketika bangunan baru Ujung Murung rampung, yang menempati malah bukan pedagang asli di sini. Apalagi, kios atau los strategis itu dikuasai pihak lain,” tuturnya.
BACA LAGI : Tiga Lokasi Disiapkan untuk Menampung Pedagang Pasar Ujung Murung
Masalah lain yang disebutkan H Ilmi adalah harga kios yang ditawarkan terlalu mahal, dan tidak mampu ditebus para pedagang dengan penghasilan pas-pasan. “Dengan kondisi perekonomian yang masih tak menentu, pendapatan pedagang di Pasar Ujung Murung ini hanya cukup untuk makan sehari-hari. Nah, ketika kami direlokasi, dan pasar baru dibangun, apakah ada jaminan kami bisa kembali berjualan?” cetusnya.
Bagi H Ilmi, dengan kondisi yang ada, justru bagi para pedagang sangat kesulitan untuk menambung, karena modal harus terus berputar. “Kondisi semacam ini juga harus dipikirkan matang oleh pemerintah kota,” pungkasnya.(jejakrekam)