Industri Film Banua Kian Menggeliat, Kalsel Bisa Jadi Barometer Indonesia Timur

0

PRODUSER film Saranjana; Kota Ghaib, Johansyah Jumberan yakin industri film di Kalimantan Selatan akan bisa merebut pasar nasional.  

PENGAMATAN sutradara dan penulis film asli Banua ini karena semakin tumbuh berkembangnya industri film oleh para sineas di Kalimantan Selatan, dari versi film pendek, film dokumenter hingga film layar lebar.

Hal in juga ditandai lahirnya rumah produksi atau production house (PH) yang mulai berani menapakkan kaki di industri perfilman nasional. “Tinggal bagaimana membuat industri film menjadi salah satu industri yang bisa dipercaya bisa berkembang,” ucap pendiri Darihati (DH) Films ini.

Ada catatan khusus diberikan Johansyah Jumberan bagi Kalsel karena industri film ini masih kurang diminati untuk para investor untuk mendrop modalnya.

“Karena itu, ide gagasan dalam membuat film yang bagus itu penting. Tak usah muluk-muluk dalam skala Kalimantan saja sudah cukup,” ucap Johansyah Jumberan.

BACA : Jadi OST Film Saranjana: Kota Ghaib, Lagu ‘Magis’ Dari Album Saraba Kawa JEF Banjar Membumi

Menurut dia, hal itu bisa disiasati dengan bagaimana caranya membuat film bisa diminati oleh penonton. “Dari sini, penting kolaborasi. Ini agar industri perfilman di Kalsel bisa lebih maju dan cemerlang.

Dengan kolaborasi, para produser lokal bisa bertukar ilmu, dengan produser yang sudah memiliki nama besar, sehingga prospek industri perfilman di Kalsel bisa semakin maju,” papar Johansyah Jumberan usai diskusi kelompok terpumpun (FGD)-Temu Produser gelaran Forum Sineas Banua (FSB) dalam Layar Lebar Banjar 2023 di Banjarmasin Creative Hub, Jumat (15/12/2023).

BACA JUGA : Cerita Sineas Banua Di Antara Mimpi Mengejar Bisnis dan Industri Film

Senada itu, Produser film Ancika, Budi Ismanto mengatakan saat ini justru para sineas Banua termasuk industri film Kalsel sudah dilirik nasional.

“Terbukti di Jakarta itu sudah ada beberapa orang asli Banua yang telah terjun di dunia film. Ini menjadi prospek cerah bagi industri perfilman Kalsel,” kata Budi Ismanto.

Wartawan senior ini juga melihat dari sisi sumber daya manusia (SDM) perfilman di Kalsel juga terus tergerek naik kemampuannya. Hingga, kini muncul berbagai komunitas yang menggeluti industri film meski masih berskala kecil di Banua.

BACA JUGA : Jadi Aset Digital Daerah, Berstatus Sewa Kerja Sama Film JSS dengan Radepa Studio Berdurasi 5 Tahun

“Ada potensi besar dari sini, Kalsel bisa menjadi barometer film untuk Indonesia Timur. Karena selama ini kiblat perfilman hanya ada di bagian Barat. Kalau tidak Jawa ya Sumatera,” beber Budi Ismanto.

Dia menegaskan di zaman sekarang untuk tumbuh berkembang dalam industri film, tak boleh hanya terpaku pada bioskop atau sinema.

“Dengan banyak platform media streaming. Seperti, Netflix, Video, Viu dan lainnya. Ini membuka peluang industri film untuk bersaing lebih luas dengan cara yang mudah. Tinggal bagaimana menyajikan ide-ide film yang bagus, dan bisa menarik perhatian serta meyakinkan investor bahwa itu dapat bersaing di industri perfilman,” tegas Budi Ismanto.

BACA JUGA : Usai Bara dalam Bongkahan Batu, Kini Jurnalis Senior Garap Film Dokumenter Peranakan Tionghoa Banjar

Dengan kondisi itu, mantan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalsel ini mengatakan peran serta dan keterlibatan pemerintah juga tak bisa dilepaskan dalam mendukung perkembangan industri film di Kalsel.

“Saat ini sudah baik, tinggal mungkin pemberian izin bisa lebih dipermudah. Baik lagi jika membantu dalam pendanaan,” kata Budi.

Namun, Budi tetap memberi catatan. Menurut dia, pemerintah di sisi lain memang masih kurang menaruh kepercayaan melibatkan produser lokal dalam proyek yang memiliki dana besar. “Buktinya, kebanyakan mereka suka menggaet PH dari Jakarta,” tandas Budi.(jejakrekam)

Penulis Ferry Oktavian
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.