Pakar Hukum Tata Negara ULM: Money Politic Bermula Dari Pemilihan Ketua Partai

0

PRAKTIK politik uang (money politic) dalam proses pemilu, berbahaya. Pemberi dan penerima bisa dipidana sesuai peraturan yang berlaku.

PERINGATAN ini disampaikan oleh pakar hukum tata negara Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Mohammad Effendy. “Hindari dan tolak politik uang. Mari kita cegah bersama dan terus sosialisasikan kepada orang-orang di sekitar kita untuk menolak politik uang,” ujarnya.

Mantan Komisioner KPU Kalsel ini menguraikannya saat Dialog Ambin Demokrasi dengan Tema ‘Kada Bakula, Kada Payu Kada Baduit (Melawan Dominasi Oligarki)’ di Resto Lima Rasa Banjarmasin. “Money politic itu dimulai sejak pemilihan ketua partai,” sebutnya, Kamis (4/5/2023).

BACA: Mirip Dapil DPR RI, Pemilihan Calon Komisioner KPU Kabupaten/Kota Jadi Sorotan Forum Ambin Demokrasi

“Ketika seleksi anggotanya untuk menjadi caleg, di sini uang sudah beredar, bahkan ketika caleg didudukkan di nomor urut, uang juga sudah beredar, sampai kepenempatan Dapil,” bebernya.

“Kemudian, caleg yang sudah final menjadi calon, mereka akan bergerilya lagi untuk menarik simpati masyarakat, sehingga money politic ini sulit di berantas, karena yang terlibat proses money politic itu bukan 1 atau 2 orang rakyat, tapi hampir merata,” ucapnya.

Effendy pun menegaskan, kalau hendak menegakkan hukum, tidak bisa menangkapi rakyat. “Tangkap pemilik duitnya, siapa pemberi duit, ini pasti para caleg atau calon kepala daerah, itu yang mestinya disasar. Kalau hanya orang kampung yang ditangkap, itu tidak ada pengaruhnya apa-apa, karena orang tahu semua, di kampung itu hampir semua terima duit,” tegasnya.

Bawaslu dan aparat penegak hukum selaku pengawal demokrasi, mulai dipertanyakan strateginya, apakah sudah menyasar kesana (sumber duitnya)?

“Kalau itu dilakukan secara efektif, maka caleg hati-hati untuk terlibat money politic, sehingga money politic semakin berkurang,” pungkasnya.

BACA JUGA: Media Miliki Kemampuan Awasi Politik Uang di Pemilu 2024

Sementara itu Mantan Komnas HAM RI Hairansyah mengatakan, di sinilah sebenarnya kekuasaan oligarki. “Sebab mereka menguasai segala hal dan berkehendak sesuai kepentingannya,” ujarnya.

“Artinya, masa kampanye di mana oligarki itu menabur uang, kemudian nanti setelah selesai menabur deviden, menabur keuntungan. Nah di sini mereka menabur keuntungan, ada kebijakan dan keuangan negara yang di sasar,” ucapnya.

“Kuncinya, kita harus bersuara, sebab kita berharap dengan masyarakat, mereka bagian oligarki juga, maka yang kita harapkan para akademisi harus lantang menyuarakan, sehingga penguatan kelompok masyarakat sipil sosiality lebih kuat,” bebernya.

“Kesimpulannya kita tidak bisa berharap dengan partai politik. Mestinya Parpol itu adalah pendidikan politik harusnya berdaya yang baik- baik, bukan sebaliknya,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.