Dari Kafe ke Kafe, Cerita Para Pelukis Kampung Buku Banjarmasin dan Grup Musik Ugahari

0

PARA seniman, budayawan dan pegiat literasi yang berkumpul di Kampung Buku (Kambuk) Banjarmasin di Jalan Sultan Adam, Banjarmasin tergolong kreaktif produktif.

BUKAN hanya melahirkan karya sastra seperti puisi dan prosa, tapi juga seni rupa seperti lukisan, hingga musik.

Baru-baru ini, para ‘penghuni’ Kambuk Banjarmasin menggelar pameran lukisan di Café Tradisi, Komplek Pertokoan Waringin, Jalan A Yani Km 5,7 Banjarmasin dekat Komplek Banjar Indah.

Para pelukis yang bergabung di Kambuk dan Dewan Kesenian Kota Banjarmasin seperti Hajriansyah (sang pemilik), Rokhyat, Badri Hurmansyah, Sandi Firly, Syam Pratama, Hayyun, Rizaldi, Suryadi, dan Fajar Ramadhan.

BACA : Kampung Buku Banjarmasin Gagas Diskusi Rutin Majalah RSI Edisi 150 Album Indonesia Terbaik

Mereka memamerkan lukisan cukup lama sejak 12 Desember 2020 hingga 9 Maret 2023. Model pameran dari kafe ke kafe memang dilakoni banyak pelukis Banua, karena selama wadah tongkrongan anak muda itu tergolong elitis, tentu saja banyak yang berkantong tebal, sehingga bisa membeli karya mereka.

Badri yang juga akademisi STKIP PGRI Banjarmasin ini mengaku belakangan ini ruang pamer lukisan lebih banyak bermunculan di kafe-kafe.

“Namun perlahan tapi pasti ini membuktinya adalah ruang lingkup pergerakan seni yang kian dinamis. Tentu bisa berdampak bagus ke depan bagi pegiat seni rupa, khususnya para pelukis,” ucap Badri kepada jejakrekam.com, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA : Beraliran Ekspresionisme, Ada Lukisan Gunung Qaf Karya Hajri Dipamerkan di Kampung Buku

Menurut dia, ketika sajian seni hadir secara kuantitas maka sebagaimana lazimnya akan secara tidak langsung mengiring ke jalan kualitas seni itu sendiri, baik dari sisi seniman dan masyarakat sebagai aprisiator seni.

“Memang pameran yang memanfaatkan ruang di kafe terbilang sederhana. Baik secara display maupun sajian acara yang tidak terlalu banyak, namun meskipun sederhana bebarapa peserta yang ikut merupakan seniman sudah lama berkencimpung di dunia kesenian,” beber Badri.

Dia berharap kemajuan dan semangat seni rupa yang mulai membumi di Kalsel, khususnya di Banjarmasin dan Banjarbaru bisa terus berkembang seantero Banua.

Personel grup musik Ugahari saat menunjukkan alunan musik dan kekhasanya saat tampil di Cafe Tradisi Ngopi Banjarmasin. (Foto FB Hajriansyah)

“Faktanya, beebrapa tahun dulu, pameran di kalsel hanya mungkin dihelat tiga kali setahun. Sekarang, bisa digelar lebih 6 kali dalam setahun. Ini menunjukkan stastik yang cukup menggembirakan,” kata Badri.

BACA JUGA : Manfaatkan ‘Ruang Temu’ Café California, 30 Lukisan Pelukis Banjarmasin Dan Banjarbaru Dipamerkan

Alumni ISI Solo ini mengatakan para seniman Banua tentu dituntut untuk untuk bisa menampilkan kebaharuan, persaingan nilai-nilai kebaharuan hingga kemajuan industri kreatif dan apresiasi seni, demi terbangunnya iklim kesenian yang produktif.

Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Kota Banjarmasin, Hajriansyah juga menjelaskan tak hanya melahirkan para seniman seperti pelukis, penyair, puisi dan lainnya, Kambuk juga mencetak para musisi tergabung dalam grup musik Ugahari. Ugahari berarti pertengahana tau kesederhanaan.

BACA JUGA : Apresiasi Seni yang Minim di Tengah Karya Terbaik Maestro Banua

Para personel Ugahari juga terbilang rajin mengikuti pengajian kitab-kitab klasik Melayu karya ulama Banjar tempo dulu. Klub ini memainkan lagu-lagu berbau sufistik seperti Kuda Cahaya dan alat musik perkusi, biola, kuriding dan alat musik tradisional lainnya.

“Ini bagian dari penguatan seni dan kebudayaan yang dimotori Kambuk Banjarmasin. Sebab, di Kampung Buku juga menyediakan wadah untuk melatih melukis serta lainnya. Jadi, tak hanya soal peningkatan budaya literasi bagi generasi penerus saja,” kata Hajriansyah.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.