Angka Stunting di Kalsel Capai 24,6 Persen, Pernikahan Dini Salah Satu Penyebabnya  

0

SAAT ini angka stunting di Kalimantan Selatan masih berada di angka 24,6 persen dan termasuk di tiga besar daerah tertinggi dalam penurunan stunting. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel, dr. Diauddin saat menjadi pemateri pada Coffe Talk yang digelar Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kalsel, Senin (27/2/2023).

“KALSEL merupakan wilayah tertinggi penurunan angka stunting, dari tahun 2021 – 2022. Jadi target kita masih jauh untuk mengejar angka stunting di 14 persen ditahun 2024 mendatang,” terangnya

Adapun langkah yang dilakukan Pemprov Kalsel untuk penurunan angka stunting, dijelaskan dr.Diauddin Pemprov Kalsel menjalin komitmen dengan kepala daerah di Kalimantan Selatan, untuk menurunkan angka stunting di tahun 2023.

“Jadi pertama menjalin komitmen, melakukan upaya-upaya melalui remaja putri, sebagai pencegahan sejak dini. Termasuk ibu hamil, dan melakukan pemantauan balita sejak awal dilahirkan,” ungkapnya kepada awak media.

Melalui program ‘Bapak Asuh’ juga sudah direalisasikan di Kalsel. Kami juga melibatkan pihak swasta. Wilayah-wilayah yang memiliki CSR, semuanya diminta kontribusi untuk penurunan stunting,” katanya.

Hal itu, sudah dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya. Dicontohkannya, untuk wilayah Kabupaten Balangan, satu perusahaan swasta ikut serta penurunan stunting di Kalsel, dengan memberikan makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita.

“Jadi kita mintakan komitmen perusahaan yang ada ini dan mereka bersedia. Semua pemangku kepentingan kita ajak bersinergi untuk menurunkan angka stunting agar bisa mencapai target nasional di angka 14 persen,” imbuhnya. 

Sementara itu, Kepala Bidang Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga, Suharto yang juga menjadi pemateri dalam Coffe Talk Pencegahan Stunting di Kalsel itu menyampaikan pemicu terjadinya stunting di Kalsel diakibatkan tingginya kasus pernikahan usia dini di bawah umur 19 tahun, karena banyak pasangan muda masih belum mengetahui tentang reproduksi.

Suharto mengatakan upaya yang telah dilakukan jajaran DP3A yaitu dengan cara menyebarluaskan imbauan melalui semua stakholder mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, sekolah dan lainnya tentang usia menikah minimal 19 tahun.

Oleh karena itu, melalui tokoh masyarakat termasuk para ulama, dinilai memiliki banyak pengikut dengan harapan dapat mengampanyekan dan memviralkan, agar lebih cepat diterima di masyarakat. 

Gentingnya isu perkawinan anak tersebut, ujar Suharto sudah sampai masuk dalam rencana strategis (renstra) DP3A Kalsel jangka 2021-2026.

“Masalah perkawinan anak ini Kalsel nomor satu pada 2017. Turun nomor 4 pada 2018, dan nomor satu lagi pada 2019 secara nasional. Tapi mudahan 2022 kita bisa turun lagi,” ujarnya.

Sekadar informasi berdasarkan data DP3A, perkawinan anak di Kalsel pada 2017 mencapai 23,12 persen. Angka itu lebih tinggi dari nasional yang hanya 11,54 persen. Sedangkan pada 2018, angkanya turun menjadi 17,63 persen. Kemudian kembali melonjak menjadi 21,18 persen di 2019. Lalu kembali turun menjadi 16,24 persen pada tahun berikutnya. Turun lagi jadi 15,30 persen pada 2021.

Sementara tiga daerah teratas yang mencatat angka perkawinan anak pada 2021 terjadi di Kotabaru, Tapin, dan Tanah Laut, sedangkan tiga daerah terendah yakni Banjarmasin, Banjarbaru, dan Tabalong.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.