NGopi jrektv, Banjarmasin Tak Jadi Ibukota Lagi, Pakar: Tuntaskan Kepentingan Politiknya

0

NGOBROL Pinggiran (NGopi) Akhir Pekan jrektv, kembali tampil dalam dialog bertajuk ‘Ketika Banjarmasin Tak Lagi Ibukota Provinsi Kalsel, Apa Yang Harus Dilakukan? pada Sabtu (8/10/2022) petang di Eatme Coffe Jalan Pramuka, Kota Banjarmasin.

HADIR sebagai narasumber guru besar Fakultas Hukum Univeritas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr HM Hadin Muhjad SH MHum, Pakar Komunikasi Politik ULM Dr Fahrianoor SIP MSi, Anggota DPRD Kota Banjarmasin M Isnaini SE MM, dan dipandu jurnalis M Rasyidi.

BACA JUGA: NGopi Akhir Pekan, Berry : Saya Tak Dengar Adanya Pemindahan Ibukota Kalsel ke Banjarbaru

Kota Banjarbaru telah menjadi Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Respon DPRD Kota Banjarmasin atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “DPRD sebagai perwakilan masyarakat menolak terhadap Pasal 4 UU No 8/2022 itu. Dan tidak ada keinginan melakukan pencabutan gugatan terhadap MK. Alasannya, DPRD lembaga kolegial, dan melalui parpiruna sebuah keputusan itu seharusnya diambil, termasuk soal pencabutan gugatan terhadap Pasal 4 UU No 8/2022 itu,” ucap M Isnaini, dalam perbincangan tersebut.

Jika melihat persoalan itu, jelas Isnaini, DPRD Banjarmasin ikut serta mencabut gugatan tersebut, meski tidak disampaikan kepada anggota dewan lainnya. “Ya, kepada kami sebagai anggota dewan tidak disampaikan pencabutan. Memang dalam pencabutan itu, Ketua DPRD bertindak atas nama pribadi,” tandas politisi senior ini.

BACA JUGA: NGopi; Ibukota Provinsi Pindah? Akbar Rahman : Banjarbaru Belum Siap, Benahi dulu Jaringan…

Surat mendagri yang disampaikan ke Walikota Banjarmasin, jelas Isnaini, intinya tidak elok dan tidak dibenarkan, masing-masing eksekutif menggugat eksekutif dan jajarannya. “Kita yang bukan dari bagian eksekutif, maka mempersilahkan saja, sikap Walikota Banjarmasin. Tapi bagi dewan tidak bisa, sebab kami melakukan itu berdasarkan aspirasi masyarakat Kota Banjarmasin menolak pasal 4, pemindahan Ibukota Provinsi ke Kota Banjarbaru,” ungkapnya.

NGopi Akhir Pekan
Ngobrol Pinggiran (NGopi) Akhir Pekan jrektv di Eatme Coffe Jl Pramuka Banjarmasin.

Sementara itu, Prof Dr HM Hadin Muhjad menilai, permohonan gugatan adalah Pemkot Banjarmasin, diwakili Walikota Banjarmasin. “Ini milik publik, sebab itu diatur dalam perundang-undangan. Jika milik pribadi, maka itu diatur oleh perasaannya,” ujarnya.

Sehingga jika mengambil langkah, tuturnya, maka jabatan dulu diutamakan, tindakan pemerintah untuk kepentingan publik dasarnya perundang-undangan. “Saya heran juga, dengan MK. Harusnya dilihat juga, apakah ini aspirasi masyarakat atau keinginan pribadi,” paparnya.

BACA JUGA: NGopi Abdul Haris Makkie, Hanya Persoalan Komunikasi, Ibukota Provinsi Kalsel Tetap Pindah ke…

Dalam hal ini, guru besar hukum ini, melihat MK lemah. “Saya pernah melakukan, seperti Tanbu dan Banjar soal perbatasan. Saya saksi di MK, dan tidak ada masalah. ‘Musuh’ kita ketika itu Kementerian Dalam Negeri RI. Artinya pemerintah (eksekutif) menggugat pemerintah (eksekutif) tidak masalah. Hak semua yang kepentingannya untuk warga, maka boleh mengajukan uji materi ke MK. Jadi tidak ada kaitan, oh ini tidak boleh, karena pemerintah ini ada atasnya,” sebutnya.

Pakar Komunikasi Politik Dr Fahrianoor SIP MSi, mengakui, idealnya apapun yang dilakukan Pemkot Banjarmasin, harus melibatkan proses dengan DPRD Kota Banjarmasin. “Bagaimana komunikasi yang dibangun antara Walikota Banjarmasin dengan DPRD, sehingga keputusan yang diambil tidak dalam kontek membangun ‘frame’ seolah-olah keputusan pribadi,” tambah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini.

Padahal dampak politik sangat besar atas keputusan yang diambil tersebut, bebernya, lalu akhir komunikasi dengan wakil rakyat berpengaruh dan berjalan tidak normal. “Komunikasi inten dan terbuka, alasan cukup kuat prosedural. Masyarakat harus paham, apa yang mendasari keputusan ini. Akibatnya, masyarakat memunculkan pertanyaan-pertanyaan?,” katanya.

BACA JUGA: Sukhrowardi di NGopi jrektv, Ibukota Provinsi atau Pusat Perkantoran?

Tidak clear jadinya, atas penjelasan Walikota Banjarmasin terhadap keputusan yang diambil. “Apakah hanya sekedar adanya surat dari Kementerian Dalam Negeri, lalu dicabut gugatan? Atau ada faktor lain. Ini soal politis yang perlu disampaikan ke publik,” ujarnya.

Memang diawal ini, sambungnya, ada misscommunication dalam serapan partisipasi publik terkait keberadaan pasal 4 itu. “Ini tentu dalam konteks demokrasi ada cidera,” katanya.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, perlu dikritisi, sehingga semuanya sangat terbuka. “Lalu, sikap anggota DPRD Banjarmasin, seperti apa pula. Ini harus dituntaskan juga, untuk kepentingan politiknya ke depan agar dapat berlangsung baik,” imbuhnya.

Untuk diketahui, pencabutan gugatan judicial review (uji materil dan formil) UU Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2022 dilakukan Walikota Ibnu Sina bersama Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya.

BACA JUGA: NGopi di Studio jrektv, Mengapa Pemindahan Ibukota Provinsi Kalsel Dipersoalkan?

Dan berdasar catatan, keputusan untuk menggugat UU Nomor 8/2022 itu diambil secara bulat oleh 8 fraksi di DPRD Kota Banjarmasin. Yakni, Fraksi Golkar, Gerindra, PAN, PDI Perjuangan, PKS, PKB, Demokrat dan Fraksi Bintang Restorasi Pembangunan (gabungan PPP, NasDem dan PBB) di DPRD Kota Banjarmasin pada Kamis 24 Maret 2022 lalu.

Namun diduga diintervensi Mendagri Tito Karnavian lewat surat perintahnya. Padahal, dari awal jelas, aspirasi menolak pemindahan Ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru itu merupakan suara publik, khususnya dari 52 Dewan Kelurahan, para ketua RT hingga masyarakat yang diwakili Forum Kota (Forkot) Banjarmasin.

Untuk lebih lengkapnya dalam ditonton sampai selesai di jrektv. Lewat Youtube, FB, IG, dan jangan lupa klik Subscribe ya. (jejakrekam)

Penulis jrektv
Editor Afdi Achmad

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.