Perjuangan Sahabat Disabilitas Belum Selesai

1

Oleh : Hervita Liana

ISTILAH difabel dan disabilitas sendiri memiliki makna yang agak berlainan. Difabel (different ability-kemampuan berbeda) didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitas berbeda bila dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, serta belum tentu diartikan sebagai ‘cacat’ atau disabled.

SEDANGKAN, disabilitas (disability) didefinisikan sebagai seseorang yang belum mampu berakomodasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan disabilitas.

Disabilitas dan diskriminasi dalam kebijakan politik yang tidak berpihak kepada penyandang disabilitas mengharuskan kita di Indonesia melakukan beberapa hal.

Seperti, membuat jaringan yang lebih luas. Kemudian, membuat suatu opini, di mana hal itu untuk meyakinkan serta menyentuh kebutuhan langsung mereka. Selanjutnya, menciptakan suatu kebijakan publik yang dapat mengikat kita semua.

Berikutnya adalah memberikan pesan terhadap semua bahwa difabel memiliki masalah terutama masalah yang menyangkut kebutuhan yang dirasakan paling mendesak sehingga masalah itu tidak hanya diketahui dan dirasakan oleh para disabilitas itu sendiri tapi oleh seluruh pihak.

BACA : Sudah Punya Perda Disabilitas, Mengapa DPRD-Pemkot Banjarmasin Kembali Godok Perda Serupa?

Selama ini, di samping ketidak pedulian terhadap disabilitas juga ketidaktahuan bahwa disabilitas memiliki suatu masalah. Perlu ditekankan pula bahwa selaku disabilitas yang sedang memperjuangkan hak-hak disabilitas, perlu memperhatikan bahwa sebagian orang yang bisa membuat sesuatu namun tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Hal itu disebabkan kurangnya informasi serta masih adanya disabilitas yang hanya pasrah aja.

Kemudian yang tak kalah perlu diperhatikan  adalah perlunya memperhatikan mana yang benar-benar mempejuangkan hak disabilitas sebagai panggilan hati nurani.

BACA JUGA : SANTIKA Hadirkan Pelatihan Gratis untuk Masyarakat dan Disabilitas di Banjarbaru

Tujuan dari politik sosial kita adalah adanya aturan yang mengikat, walaupun penguasa itu sudah tidak berkuasa lagi, sehingga politik sosial kita tidak bertopang pada penguasa yang sedang berkuasa pada saat ini. Karenanya, perlu menciptakan kondisi yang demokrasi yang memungkinkan suara kita didengar.

Disabilitas adalah orang yang selalu terpinggirkan,  pelengkap kehidupan  maupun hal yang serba kurang mengenakkan yang didapatkan. Hal itu yang selama ini kita lihat dalam keseharian. Sering sekali kita berpikir jika ada suatu kabar berita atau cerita tentang disabilitas yang sukses besar, itu hanya dalam cerita yang telah didramatisir.

BACA JUGA : Fasilitasi Rumah Disabilitas, Pertamina Hadir di Even Jelajahi Warna-warni di Kalsel

Membangun sebuah persepsi yang benar dalam memahami disabilitas bukan hal yang mudah. Dalam banyak hal, disabilitas masih mendapat diskriminasi yang begitu mencolok di kalangan masyarakat umum. Baik dalam pelayanan yang belum aksesibel, penilaian yang salah terhadap disabilitas dalam keluarga bahwa disabilitas itu harus ‘dikasihani’ dan pemenuhan hak bagi mereka.

Misalkan, dalam hak mendapatkan pekerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas yang berisi bahwa disabilitas berhak memperoleh  pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis derajat ke difabelannya, pendidikan dan kemampuan.

BACA JUGA : Sosialisasi Pemahaman Kepemiluan, Bawaslu Kalsel Undang Penyandang Disabilitas

Hal itu juga tertuang dalam kebijakan Kemenakertrans yang ditujukan bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan dari 100 karyawan wajib mempekerjakan minimal satu orang disabilitas. Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmennaker) Nomor 205 Tahun 1999 tentang pelatihan dan penempatan tenaga kerja disabilitas sebagai disabilitas. Saya sendiri sering sedih ketika melihat teman-teman disabilitas cerita dan curhat yang masih terdiskriminasi, terutama yang ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS.

Sebagai salah satu contoh perlakuan diskriminatif terhadap disabilitas. Yakni, kita masih sering membaca dalam pengumuman penerimaan calon pegawai atau karyawan salah satu poin yang mensyaratkan bahwa pelamar harus sehat jasmani dan rohani serta berpenampilan menarik.

BACA JUGA : Paman Birin Komitmen Perjuangkan Hak Penyandang Disabilitas

Biasanya persyaratan tersebut tertulis tanpa penjelasan, sehingga maknanya pun sangat umum. Persoalan masalah pengangguran merupakan masalah yang mendesak untuk segera diselesaikan. Jika tidak, dampak negatifnya  akan semakin merambah  ke berbagai dimensi kehidupan sosial politik lainnya.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan karena mengakibatkan terbekalainya program pemerataan kesempatan dan perluasan lapangan usaha bagi masyarakat khususnya disabilitas yang tidak memiliki keterampilan dan berpendidikan rendah.

BACA JUGA : Dipasang Guiding Block, RSUD Sultan Suriansyah Realisasikan RS Ramah Disabilitas Netra

Berdasar data statistik tahun 2000, waktu itu diketahui bahwa hampir 43 persen dari jumlah pengangguran yang ada, adalah masyarakat yang dimarginalkan termasuk difabel. Data tersebut menunjukkan bahwa peran serta masyarakat rentan sosial khususnya disabilitas dalam membangun tatanan ekonomi Indonesia cukup signifikan.

Masyarakat disabilitas yang termarginalkan tersebut keberadaannya sering dikaitkan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya. Masalah ‘kelompok masyarakat marginal’ ini juga sering menjadi sebab sempitnya ruang gerak (peluang) untuk meningkatkan kualitas sumber dayanya di masyarakat.

BACA JUGA : LPBI NU Kalsel : UMKM Disabilitas Dilatih Kembangkan Produk dan Pemasaran

Sementara itu, kemiskinan yang semakin hari semakin bertambah membuat kondisinya lebih memprihatinkan lagi. Sebagian besar dari mereka hidup dalam keterpurukan. Ironisnya, sampai hari ini upaya pemberdayaannya disabilitas belum optimal baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Padahal setiap manusia juga memiliki berarbatasan.

Keterbatasan tidak menghalangi untuk mencapai kesuksesan. Pemenuhan hak-hak kaum disabilitas pada dasarnya adalah bagian dari upaya untuk membentuk kemanusiaan yang adil dan bermartabat. Hingga saat ini, penyandang disabilitas masih menjadi kaum kelas dua, yang menjadi koban diskriminasi sosio-kultural.

BACA JUGA : Mimpi Penyandang Disabilitas, Arsy Aulia: Pengin Punya Kaki Palsu dan Bengkel Tambal Ban

Aspek-aspek difabilitas yang menjadi harapan dan cita-cita disabilitas belum menyentuh secara universal. sebagai Masyarakat Indonesia, sudah menjadi kewajiban kita untuk menghormati satu sama lain.Tetapi, apakah kita sudah menjalankan kewajiban untuk hormat terhadap masyarakat disabilitas? Apakah kita sudah membantu dan menghormati mereka selayaknya masyarakat pada umumnya?

Kemudian, pemenuhan hak disabilitas sudah adilkah bagi kita? Demikian sekilas tulisan suara hati perjuangan dari sahabat disabilitas belum selesai. Salam sehat, sukses dan inklusi.(jejakrekam)

Penulis adalah Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Provinsi Kalimantan Selatan

Editor Didi G Sanusi
1 Komentar
  1. Maulani berkata

    Penyandang Disabilitas bukanlah orang yg bermasalah

    Penyandang Disabilitas adalah orang yg menghadapi hambatan dlm berpartisipasi dan menikmati pembangunan, dikarenakan sistem, infrastruktur, layanan publik maupun fasilitas2 dinegara ini belum akomodatif terhadap kebutuhan disabilitas, bahkan perilaku masyarakat belum memahami bagaimana cara berinteraksi kpd warga Disabilitas khususnya para pelayanan publik, dan aparat pemerintah daerah

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.