Keterangan Ahli Kuatkan Abdul Wahid Lakukan Pencucian Uang

0

PENGADILAN Tipikor Banjarmasin kembali menggelar sidang lanjutan dugaan pencucian uang, degan terdakwa Bupati HSU non aktif Abdul Wahid, Senin (25/7/2022).

TERDAKWA Abdul Wahid yang mengikuti sidang secara virtual dari Lapas Teluk Dalam Banjarmasin, mendengarkan keterangan ahli bidang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Ardhian Dwiyoenanto, yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Majelis hakim yang diketuai Yusriansyah dan dua hakim anggota; Ahmad Gawi dan Arif Winarno pun secara bergantian mencecar para saksi. Tak terkecuali, tim jaksa KPK Tito Zailani, Fahmi Ariyoga dan rekan.

JPU KPK langsung mencecar pertanyaan kepada ahli terkait harta yang di dapat HSU Bupati Non Abdul Wahid.

BACA: Dititipkan di Lapas Teluk Dalam, Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Dijerat Pasal Korupsi dan TPPU

Dalam keterangan Dwiyoenanto kalau ada dugaan uang hasil kejahatan yang dibeli atau ditabung merupakan penyamaran yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang.

Ahli yang berasal dari Kantor Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Jakarta tersebut lebih jauh menyebutkan, aset yang dibeli dari uang tindak kejahatan walaupun digunakan untuk kepentingan sosial seperti untuk tempat ibadah, dapat dikatakan sebagai tindak pencucian uang.

Ahli yang sudah pernah dihadirkan dalam 500 kasus ini menyebutkan, bila hasil kejahatan tersebut membeli aset mengatasnamakan orang lain maupun keluarga terdekat, tetap sebagai pencucian, seperti dibelikan sarang walet.

Sementara itu JPU Jaksa KPK Tito Zailani menyebutkan kalau ahli yang dihadirkan tersebut dapat memperkuat dakwaan yang disampaikannya. “Intinya apa yang kami dakwakan kepada terdakwa jelas merupakan tindak pidana pencucian uang seperti yang dikatakan ahli,” beber Tito

“Hal ini sesuai pula pada dakwaan kami soal pencucian uang yakni pasal 3 maupun 4 UU Tindak Pidana Pencucian uang,” katanya.

Terdakwa terlibat dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Amuntai, didakwa dengan sejumlah dakwaan alternatif.

BACA JUGA: Selalu Pakai Jurus Berkelit, Hakim Bentak Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid

Pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.