Oleh : Aman Fahriansyah
SETIAP ibukota di negara kita khususnya di Indonesia, tentu punya latar belakang sejarah yang kuat. Begitupula dengan Banjarmasin yang sedari dulu merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.
SEBENARNYA masalah status ibukota di setiap provinsi di Indonesia juga punya latar belakang sejarah yang kuat, tak hanya faktor luas wilayah atau jumlah penduduk itu. Ini tentu yang termasuk salah satu persyaratan dalam peraturan perundang-undangan.
Bahkan, setiap ibukota juga membutuhkan pelabuhan laut dan sungai yang menjadi pintu gerbang arus keluar masuk barang. Dengan begitu, perekonomian dan sosial suatu daerah pun bisa berkembang yang menjadi salah satu penentu atau penunjang sebuah ibukota negara maupun provinsi.
BACA : Banjarmasin Tak Lagi Ibukota Kalsel Bisa Hilangkan Budaya Sungai dan Identitas Kebanjaran
Nah, dari sejarahnya Banjarmasin merupakan ibukota Borneo sejak era kolonial Belanda. Hal ini sudah tegas dan jelas dalam catatan sejarah. Mengenai pemindahan ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru jika disimak dari lembaran negara, ketika itu DPRD Provinsi Kalsel hanya menyetujui pusat perkantoran saja, bukan status ibukota provinsi.
Sangat jelas, Banjarmasin itu menggambarkan kondisi geografis Kalimantan Selatan sesungguhnya. Sebab, kota ini dibelah dua sungai besar yakni Sungai Barito dan Sungai Martapura yang menjadi ciri khas Banua. Dua sungai ini berfungsi sebagai jalur komuniikasi dan transportasi baik di era tempo dulu sampai kini.
BACA JUGA : Dari Era Sultan Adam hingga Revolusi; Kisah Rumah Banjar Balai Bini
Jangan lupakan, bahwa perkembangan sejarah sejak Kesultanan Banjar di hulu sampai di Banjar muara (sebut saja berpusat di Kuin, Banjarmasin Utara dan Banjarmasin Barat), merupakan jejak sejarah yang tak boleh dikesampingkan.
Kemudian, ketika di era kolonial Belanda, pusat pemerintahan atau ibukota provinsi berpindah ke kawasan Pulau Tatas yang sekarang masuk wilayah Masjid Raya Sabilal Muhtadin merupakan jejak sejarah yang tak boleh diabaikan. Sebab, di tempat itu berdiri Benteng Tatas, walau sekarang tak lagi tersisa reruntuhannya, tapi membuktikan jika Banjarmasin memang dulunya pusatnya Borneo (Kalimantan). Lagi-lagi ini telah dibuktilam dalam lembaran sejarah yang tak boleh dilupakan.
BACA JUGA : Dari Benteng Tatas Menjadi Masjid Raya Sabilal Muhtadin
Bahkan, Sungai Barito yang bermuara di Banjarmasin sebagai penghubung wilayah Kalimantan Selatan dengan Kalimantan tengah merupakan jalur devisi negara. Dari sungai ini dihasilkan aneka macam produk penghasil devisi negara, dari kayu, batubara hingga hasil bumi yang semua melewati Sungai Barito sebelum ke Laut Jawa.
Jadi, cukuplah Banjarbaru hanya menjadi pusat perkantoran Pemprov Kalsel, bukan ibukota provinsi. Mari kita hargainya bahwa Banjarmasin adalah ikon Kalimantan Selatan. Sebab, Banjarmasin yang kini hampir berumur lima abad merupakan kota sarat sejarah yang menjadi kebanggaan warga Kalimantan Selatan.
BACA JUGA : Dari Benteng Tatas, Tata Kota Banjarmasin Digagas
Nah, jika kita amati rekam jejak sejarah Banjarmasin juga tak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan, baik di era kolonial Belanda, pendudukan Jepang hingga era Revolusi Kemerdekaan, jejak sejarah Banjarmasin sangat kental dengan patroitisme serta perjuangan yang berdarah-darah. Apakah kenangan bagi generasi penerus ini kita buang jauh-jauh dari Banjarmasin?
Boleh jadi, pemindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru ini merupakan kebijakan segelintir orang yang punya hajat politik atau ekonomi lewat UU Nomor 8 Tahun 2022 yang baru saja disahkan DPR RI dan dimasukkan ke dalam lembaran negara oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
BACA JUGA : Melintas Batas Benteng Tatas, Dibina Inggris hingga Bumi Hangus
Namun, patut diingat dan dicamkan bahwa semua ibukota di dunia maupun di negara kita, sekali lagi punya rekam jejak sejarah yang kental, terutama perjuangan para pejuang yang berdarah-darah untuk mempertahankannya. Ya, seperti Surabaya terkenal sebagai Kota Pahlawan, begitu pun Banjarmasin juga punya peristiwa heroik dengan peristiwa 9 November 1949 atau Jumat Keramat.
BACA JUGA : Jadi Bandar, Umur Pasar Terapung Muara Kuin Setua Kesultanan Banjar
Jadi, sejatinya Banjarbaru cukup saja menjadi bagian dari program nasional dari pemerintah pusat lewat Banjarbakula, laiknya kota penyangga Jakarta lewat konsep Jabodatabek. Mengapa harus memindahkan ibukota dari kota yang sarat sejarah ke kota yang tergolong baru di Kalimantan Selatan. Semoga ini jadi renungkan kita bersama.(jejakrekam)
Penulis adalah Wakil Ketua Forum Kota (Forkot) Banjarmasin
Mantan Anggota DPRD Kota Banjarmasin