NU Kiblat Islam Dunia dalam Konsep Moderasi Beragama

0

Oleh : Nasrullah AR

PADA 22-24 Desember 2021, Nahdlatul Ulama (NU) akan menyelenggarakan Muktamar ke-34 di Provinsi Lampung, yang salah satu agenda utamanya adalah pemilihan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

NAMUN harapan umat bahwa bukan hanya  fokus pemilihan ketua umum saja tapi ada gagasan kebangsaan, keumatan yang semuanya demi masa depan Indonesia dan dunia. Dengan demikian Muktamar meneguhkan kembali nilai-nilai yang digalakkan kembali nilai ajaran Ahlussunah Waljama’ah atau lazim disebut Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.

Edukasi yang disampaikan oleh Rasulullah adalah At-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrem kiri ataupun eksteim kanan.

Ini sebagai inti sari firman Allah SWT yang artinya; Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian umat Islam umat pertengahan adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi ukuran penilaian atas sikap dan perbuatan manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi ukuran penilaian atas sikap dan perbuatan kamu sekalian.

BACA : Polarisasi Warga Kalsel Kian Runcing, Tokoh NU Serukan Ulama NU Kembali ke Khittah

At-Tawazun atau seimbang dalam segala hal, termasuk termasuk penggunaan dalil ‘aqli dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional dan waras. Dan dalil yang bersumber dari Alquran dan Hadits.

Al-Itidal atau tegak lurus berani berkata benar dan membela yang benar karena Allah SWT menjadi saksi pengukur kebenaran yang adil tanpa bisa diintervensi. Selanjutnya tasamuh juga menjadi nilai yang juga oleh NU yang berhaluan Ahlussunah Waljama’ah baik dalam beragama maupun berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai inilah mesti diimplementasikan atau diperkuat oleh para Muktamirin pada Muktamar ke 34 di Lampung. Apalagi, muktamar ini dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Tentu ini momentum emas untuk warga NU untuk melakukan pertarungan Ide dan gagasan yang berorientasi kepada misi kebangsaan serta keumatan yang lebih maslahat.

BACA JUGA : Duet Said Aqil- Marzuki Mustamar Dinilai Bisa Bawa NU ke Fase Kebangkitan

Pengamatan saya hiruk pikuk yang terjadi saat ini justru persoalan yang semangatnya telah dibahas soal waktu muktamar pada waktu lalu sangat tidak produktif, bahkan diperdebatkan dan dipertontonkan di ruang publik.

Kemudian yang sangat menarik lagi soal siapa Rais “Aam dan Ketua Umum perlu diingat bahwa jabatan Rais Aam jabatan atau amanah yang tidak perlu digalang.

Karena itu jabatan hasil musyawarah yang tulus diberikan kepada seseorang ulama melalui musyawarah mufakat yang mempunyai maqom khusus di hadapan Allah SWT.

BACA JUGA : Pena Emas Kyai Said untuk Regenerasi NU

Begitu pula jabatan Ketua Umum mesti diserahkan kepada hati nurani para pemilih wilayah dan cabang, tanpa harus dimobilisasi dengan cara yang tidak terpuji apalagi melibatkan institusi negara.

Saya menyampaikan keinginan warga NU di akar rumput Muktamar ke 34 yang diselenggarakan  dalam tiga hari ini penuh kebahagiaan menjunjung ukhuwah Nahdiyah. Muktamar yang dapat menghasil keputusan yang berpihak kepada umat dan terpilihnya Rais Aam, Ketua Umum dan tersusun kepengurusan yang akomudatif, responsif dan rekonsiliatif.(jejakrekam)

Nasrullah AR

Penulis adalah Wakil Ketua PWNU Kalimantan Selatan

Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Selatan

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.