Polarisasi Warga Kalsel Kian Runcing, Tokoh NU Serukan Ulama NU Kembali ke Khittah

0

POLARISASI masyarakat Kalimantan Selatan makin tajam jelang pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Kalsel di tujuh kecamatan di tiga daerah; Banjarmasin Selatan, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin pada 9 Juni 2021 mendatang.

TOKOH Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Selatan HM Syarbani Haira menyerukan agar warga NU, khususnya elite dan ulama untuk kembali ke khittah 1926 yang diputuskan dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo, Jawa Timur, pada 1984.

“Apalagi saat ini memasuki bulan suci Ramadhan yang harusnya dimanfaatkan para ulama, tokoh dan elite NU untuk membina umat untuk maju dalam kebersamaan. Bukan malah menciptakan polarisasi urusan politik praktis,” ucap Katib Syuriah PWNU Kalsel, HM Syarbani Haira kepada jejakrekam.com, Senin (19/4/2021).

Syarbani pun mengimbau agar masyarakat secara luas untuk hidup lebih damai, walau pun berbeda pilihan jelang PSU Pilgub Kalsel. Dosen UNU Kalsel ini mengungkapkan pengalaman ormas Islam ini pernah menjadi partai politik (parpol) patut menjadi renungan, ketika mudharatnya justru besar dirasakan warga Nahdliyin.

“Makanya, dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo, diputuskan untuk kembali ke Khittah. Jadi, NU murni mengurusi syiar agama, menjaga pemahaman ahli sunnah waljamaah (aswaja), karena misi kita belum selesai,” tegas Syarbani.

BACA : Tolak Politik Uang, Habib Banua Minta Semua Pihak Aktif Terlibat Awasi Penyelenggaraan PSU

Terkhusus kalangan terdidik di kalangan NU, terkhusus para ulama, Syarbani mengimbau agar menaati keputusan Muktamar Situbondo untuk tetap berada di garis Khittah 1926. “Seharusnya, elite dan ulama NU itu membangun umat agar memiliki kesadaran beragama, kesadaran bermasyarakat dan berbangsa. Bukan malah menciptakan polarisasi demi tujuan politik praktis jelang PSU di Kalsel,” cetusnya.

Katib Syuriah PWNU Kalsel, HM Syarbani Haira

Syarbani berharap agar umat Islam khususnya warga NU diberi pencerahan dan spirit dalam memilih pemimpin sesuai harapan NU, bukan malah memobilisasi warga NU untuk memilih salah satu kandidat hingga menciptakan polarisasi yang kian tajam.

“Jelas PSU buah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu berbeda dengan pilkada, apalagi di Pilgub Kalsel hanya ada dua pilihan. Berbeda jika banyak pilihan, maka orang tidak akan saling berhadap-hadapan. Makanya, sepatutnya elite dan ulama NU itu memberi pencerahan bukan mengarahkan dukungan kepada salah satu pasangan calon,” kata mantan dosen IAIN (UIN) Antasari ini.

BACA JUGA: Polarisasi Tak Terhindarkan, Akademisi ULM Serukan Denny-Birin Redam Ketegangan

Syarbani berharap semua tokoh agama agar menjaga tugasnya dengan baik. Terkhusus ulama NU, Syarbani mengatakan sebaiknya lebih meluaskan syiar Islam, terlebih lagi di bulan suci Ramadhan tahun ini.

“Patut diingat, dalam kaidah agama, sangat tegas menyatakan menghindari kemudharatan itu lebih baik dibanding mencari keuntungan,” kata Syarbani.

Di tengah tensi politik yang kian panas hingga memicu polarisasi dan berpotensi konflik antar pendukung, Syarbani menegaskan hal itu dari kajian agama, sosiologis, filsafat dan kebangsaan jelas sangat tidak baik. “Apalagi polarisasi ini makin meruncing di saat bulan Ramadhan yang penuh ampunan dan rahmat ini. Untuk umat yang berbeda pemikiran dan pilihan, tentu harus bisa diminimalisir karena penasfiran akan jauh berbeda dalam mengukur seorang calon pemimpin daerah. Ya, banyak tafsir untuk itu,” papar mantan Ketua PWNU Kalsel ini. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.