Hayam Nang Mahajan, Sapi Ampun Ngaran
Oleh : Noorhalis Majid
SUSAH payah berjuang, malah orang lain mendapat nama baik. Penghargaan atas karya yang sudah dilakukan, ternyata bisa saja diambil orang lain.
PRESTASI tersebut diambil oleh orang yang justru tidak melakukan apapun, hanya karena pandai diplomasi, suka menelikung, akhirnya mengakui – mencaplok jerih payah orang lain, itulah yang dimaksud hayam nang mahajan, sapi ampun ngaran.
Ayam yang mengejan, sapi punya nama, begitu harfiahnya. Tersebutlah mata sapi, jenis makanan yang terbuat dari telor. Tidak ada hubungannya dengan sapi, bahan sepenuhnya telor ayam, tapi setelah jadi masakan, hilang kontribusi ayam, yang ada justru mata sapi.
Padahal sapi tidak memberikan jasa apapun, bahkan tahu saja tidak, yang muncul dan terkenal seantero justru sapi. Dipinjam sebagai perumpamaan, dalam hidup sangat sering caplok-mencaplok prestasi – karya yang sudah dilakukan dengan susah payah.
BACA : Teranyar ‘Dijamak Jibril’, Dokumentasikan Paribasa Banjar Berisi Nasihat dalam Tiga Buku
Salah satu bentuk kejahatan intelektual, mengambil karya orang lain untuk diakui sebagai karya miliknya. Disebut dengan plagiat. Bukan hanya berbentuk karya ilmiah, berbagai karya lainnya, temasuk karya cipta yang dihasilkan, bila diakui oleh yang tidak berhak, juga bagian dari kejahatan plagiat.
Walau sekarang, berbagai karya cipta, dapat saja diambil dalam bentuk beli putus. Seorang yang sudah menciptakannya, menjual kepada yang berduit dan kemudian penciptanya diganti atas nama yang membeli. Sejauh dengan satu kesepakatan–ganti untung, tentu bisa dipahami. Karena pada dasarnya, gagasan – ide – karya, juga bisa diperjual belikan.
BACA JUGA : Bahutang Nangkaraya Dapat, Mambayar Nangkaya Kahilangan
Dengan uang dan kekuasaan, mampu melakukan seperti itu tanpa merasa bersalah. Anak buah yang mengerjakan – berjibaku memikirkan, bos yang memetik prestasinya. Padahal, apa salahnya bila bos jujur bahwa semua prestasi adalah hasil pemikiran atau karya si pulan bawahannya, justru bentuk keberhasilan membina anak buah.
Lebih parah, bila tanpa permisi langsung mengakui karya – jerih payah orang lain. Seolah dialah sang hero tersebut, dan hero yang sebenarnya tenggelam, tidak pernah disebut. Ungkapan ini memberi pelajaran, agar bersikap jujur – adil dalam segala hal, jangan sampai hayam nang mahajan, sapi ampun ngaran. (jejakrekam)

Penulis adalah Pemerhati Budaya dan Bahasa Banjar
Staf Senior Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin
Mantan Kepala Perwakilan Ombdusman Provinsi Kalsel