Jika Politik Transaksional, Oligarki Campur Tangan, Isra : Pilgub Kalsel Hingga PSU Contoh Anomali

0

POLITIK oligarki seperti masih mengakar kuat. Hal ini terkadang memicu frustasi, namun bagi yang melangkah ke dunia politik tak perlu putus asa.

“KUATNYA oligarki seperti ini, paling lama hanya sampai 2030, setelah itu rakyat pasti akan mencari alternatifnya,” kata Isra Ramli, konsultan politik yang didaulat menjadi pemantik diskusi helatan Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin di Rumah Alam Sungai Andai, Sabtu (12/6/2021).

Diskusi yang dihadiri para aktivis, akademisi dan praktisi politik dipandu langsung Direktur LK3 Banjarmasin, Abdani Solihin. Nah, menurut Isra Ramli, sejak tahun 2015, politik transaksional ini sudah berlangsung, menandai semakin defisitnya demokrasi. 

“Sejak saat itu, demokrasi bukan hanya dibajak, tetapi juga dihabisi, sampai yang tersisa hanya prosedurnya saja. Sejak tahap penjaringan calon, partai sudah bertransaksi dengan para calon, tahap pendaftaran, bertransaksi dengan penyelenggara, dan tahap pemilihan, harus pula bertransaksi dengan rakyat pemilih, maka jangan berharap tidak ada campur tangan kelompok oligarki, karena merekalah yang memiliki logistik untuk melakukan semua itu,” papar Isra Ramli lagi.

BACA : Isu Negatif Tak Berpengaruh, Indikator Politik Sebut BirinMu Unggul Telak di PSU

Memang ada anomali dalam politik. Isra pun menyebut, kasus pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur (Pilgub) Kalsel pada 2020 merupakan satu bentuk anomali. Sebab, ternyata ada yang berani melawan kelompok oligarki yang digelembungkan sedemikian rupa.

“Lantas terkesan sebagai kelompok yang sangat kuat dan tidak mungkin dilawan, ternyata bisa dilawan dan terbukti hampir saja kalah. Artinya, sekalipun oligarki sangat berkuasa, selalu saja ada anomali dan ketika momentumnya tepat, bisa saja kekuatan oligarki dikalahkan,” ucap Isra lagi.

Sayangnya, masih menurut dia, suguhan yang pertontonkan dalam Pilkada Kalsel hingga pemungutan suara ulang (PSU), hanya politik saling serang, saling menghujat dan saling mengejek.

“Tidak terlihat adu gagasan, adu visi, adu inovasi untuk membawa Kalimantan Selatan menjadi lebih baik. Padahal adu gagasan itu lebih mendewasakan pemilih untuk kemajuan demokrasi,” cetus Isra.

BACA JUGA : Pakar Hukum ULM Sebut Politik Uang Bisa Dipakai Bayar Pemilih agar Tak Mencoblos ke TPS

Selain Isra Ramli, hadir juga sebagai pemantik diskusi Dr Muhammad Effendy. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ini bersama Dr Mahyuni yang merupakan mantan Ketua Bawaslu Kalsel dan kini kembali ke kampus FISIP sebagai dosen.

Tampak pula, mantan Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel Noorhalis Majid, mantan Wakil Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Berry Nahdian Furqon, akademisi yang juga pengamat politik Dr Muhammad MED, Andini, Khariadi Asa, Nasrullah, Abdani Solihin, dan lainnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.