Menonton Hidden of Tapin, Dokumenter Anak Muda Kala Ekspedisi ke Lereng Meratus

0

USAI digarap selama empat tahun, Meratus Production akhirnya menggelar layar untuk film dokumenter perjalanan berjudul Hidden Of Tapin yang berkisah tentang kearifan lokal Dayak Meratus di kawasan Piani. Pemutaran karya secara perdana digelar di kedai Ruai Rindu, Rantau, Kabupaten Tapin, Sabtu (12/6/2021) malam.

FILM dokumenter yang berdurasi 1 jam 21 menit itu menceritakan ekspedisi sekelompok anak muda ke dua perkampungan dayak di lereng Pegunungan Meratus. Tepatnya di Desa Pipitak Jaya dan Harakit, Kecamatan Piani, Kabupaten Tapin.

Dua desa itu diketahui terdampak pembangunan Bendungan Tapin. Pada tahun 2017 atau sebelum proyek terlaksana, ekspedisi ini kemudian digagas untuk mengabadikan keberadaan desa, kondisi hutan dan kebudayaannya, sebelum wilayah aslinya ditenggelamkan karena proyek.

“Sebelum itu benar-benar menghilang atau kini sudah dikatakan tenggelam desanya, maka kami ingin merekam semua kisah-kisah,” ungkap sutradara, Hendra Gunawan atau disapa Ogun itu kepada jejakrekam.com, pada Sabtu (12/6/2021) malam.

Warga di dua perkampungan ini memang sudah berpindah ke sekitar bendungan sebagai ganti lokasi yang sudah ditenggelamkan. Namun, mereka mereka masih merasa perlu untuk mengarsipkan potret desa sebelum berpindah. Sebagai pengingat bahwa perkampungan aslinya benar-benar ada.

Adapun ekspedisi ini diawali oleh tujuh orang dan dipandu oleh Amang Yandi. Ia adalah keponakan dari Pang Balum, Rusdiansyah, yang merupakan sebutan tokoh adat di sana.

Sepanjang ekspedisi, mereka mendapatkan tantangan yang cukup sulit ketika melalui hutan yang cukup terjal, licin hingga merasakan gatal-gatal. Mereka juga menemukan tumbuhan hingga satwa liar, seperti jelatang, meranti, kariwaya, galgala, uwa-uwa, katuyung, burung enggang, ular kobra dan tanaman akar yang menjadi khasiat obat tradisional Dayak Piani.

Mereka juga merekam air terjun dengan ketinggian 10 meter di Pegunungan Meratus, yang merupakan sumber utama kehidupan warga Dayak Piani. Dialiri dengan pipa air berukuran 1500 meter yang dibuat secara swadaya oleh masyarakat Pipitak Jaya sejak tahun 1999.

Ogun berharap, setelah pemutaran film dokumenter ini membukakan mata masyarakat Tapin, khususnya anak-anak muda dari kalangan sekolah hingga remaja pada umumnya.

“Terlebih jiwa-jiwa muda, para sineas maupun fotografer yang dapat mempublikasikan lewat media apapun tentang nilai kearifan lokal di mana pun daerahnya,” ungkap Ogun.

Perancang cerita Hidden of Tapin, Fauzi Fadillah, berharap pemutaran ini dapat menggugah publik. Agar lebih menjaga kelestarian alam dan meneruskan warisan adat leluhurnya.

“Jadi, adanya film dokumenter ini menandakan bahwa kelestarian alam di Tapin sebagai kekayaan kita,” beber jurnalis Antara itu.

Harus Diputar Lagi

Ade Hidayat, penggiat perfilman dan perwakilan Forum Sineas Banua (FSB) datang jauh-jauh dari Banjarmasin untuk mengapresiasi film Hidden of Tapin.

Dia mengapresiasi kerja-kerja Meratus Production yang sudah menambah daftar film jenis dokumenter di Kalsel. Sebab, karya-karya dengan jenis ini, apalagi yang berhubungan dengan isu pelestarian lingkungan, boleh dibilang minim.

“Jujur, kedatangan saya ke sini ingin mengapresiasi karya film dokumenter ini. Rasanya gado-gado, semua ada. Kita ditawarkan dengan berbagai macam pengalaman, bahkan saya pribadi berasa ikut dalam perjalanan ekspedisi ini,” katanya.

Footage-footage pian mahal. Minimal harus didistribusikan, diputar lagi. Dan diikutkan festival,” tambah Ade.

Ade berharap, dokumenter ini tidak hanya setop sampai diputaran ini. Tetapi, menurutnya dapat digelar di beberapa daerah bahkan kalau bisa dapat disaksikan oleh pemerintah daerah. (jejakrekam)

Penulis M Rahim Arza
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.