Khawatir Bahaya Besar, Peneliti ULM Dirikan Pusat Studi Lahan Gambut

0

PERUBAHAN lanskap lahan gambut yang terjadi secara terus menerus, mengubah lanskap sosial dan budaya. Perubahan lanskap penggunaan dan fungsi lahan serta secara langsung berpengaruh secara signifikan. Utamanya, terhadap ekosistem, inilah yang sekarang ini menjadi kekhawatiran dunia dalam pada yang disebut perubahan iklim.

“KEBIJAKAN pemerintah yang mengabaikan perubahan lanskap itulah, salah satu faktor penyebab ‘bahaya besar’ lahan gambut yang tidak lagi menjadi kawasan aman bagi penduduknya. Penggusuran wilayah kawasan makanan yang tidak dianggap sebagai sumber daya pangan penduduk lokal, pasti mencerabut katahanan pangan penduduk yang tinggal di kawasan gambut,” ucap peneliti Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Setia Budhi yang juga penggagas pusat kajian tersebut kepada jejakrekam.com, Jumat (12/2/2020) .

Ketua Program Studi Sosiologi FISIP ULM mengatakan ada beberapa pokok diskusi para peneliti ULM yang berinisiatif mendirikan Center for Peatland Studies. Yakni, sebuah  perhimpunan para peneliti gambut atau lahan basah yang berkonsentrasi pada penelitian dan pemberdayaan masyarakat gambut.

“Kita baru tersadar sekarang, betapa pentingnya gambut yang mempunyai potensi luar biasa. Potensi yang sudah terbukti ribuan tahun menghidupi manusia dan alamnya, terbukti di abad sekarang,” ucap doktor lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia ini.

Masih menurut Setia Budhi, kebakaran lahan gambut dan perubahan bentang gambut untuk kepentingan perkebunan skala besar tidak hanjya berdampak pada ekosistem gambut tetapo pada penduduk yang tinggal di kawasan gambut tersebut.

BACA : Gunakan Sunbut untuk Padamkan Kebakaran Lahan Gambut

Peneliti ULM lainnya, Ismar Hamid menambahkan sekarang sama sekali tidak relevan membicarakan gambut sebatas komuditas. Sebab, beber dia, jangan lupa gambut itu cermin kehidupan masyarakatnya.

“Pohon sagu itu adalah pangan, maka jika tumbuhan endemik sagu atau di sini lebih dikenal sebagai rumbia ditebang habis. Itu sama artinya menghancurkan potensi pengan penduduk lokal,” tuturnya.

Ditambahkan peneliti muda ULM lainnya, Muhammad Najeri Al Syahrin, kehadiran Center for Peatland Studies,  beranjak dari sebuah kesadaran para social saintis untuk membangun pandangan positif terhadap gambut dan masyarakatnya. “Secara khusus ingin berkonstribusi dalam keberdayaan masyarakat,” ucapnya.

Dalam diskusi ini,  Dimas Asto Aji An’amta  memberikan pandangan berdasar pengalamannya bahwa  tanaman kopi dan pinang justru cocok ditanam di gambut dangkal yang hemik (membusuk sebagian) atau saprik (membusuk). “Tetapi dua tanaman ini mulai terabaikan, kalau tidak kita sebut sudah hampir punah di lahan gambut,” ucap Dimas.

BACA JUGA : Di Kalsel, 27 Ribu Hektare Lahan Gambut Di Kawasan HGU Perusahaan Perkebunan Sawit Dan Tambang Batubara

Dalam diskusi itu disimpulkan pemanfaatan lahan gambut yang ramah lingkungan,  bermanfaat bagi keberlanjutan lanskap penduduknya secara keseluruhan- kondisi tanah dan air gambut yang sehat mendorong peningkatan produktivitas lahannya.  “Namun, sekali lagi, ini membutuhkan dialog intensif antara berbagai pemangku kepentingan,” papar Setia Budhi lagi.

“Kita perlu mempertemukan kebijakan pemerintah, masyarakat gambut  serta korporasi yang selama ini menikmati kemurahan hari lahan gambut. Sebagai cara terbaik untuk bergerak maju memberdayaan masyarakat gambut secara partisipatif. Bukan dengan cara ekploitatif,” ucap dosen senior ULM ini.(jejakrekam)

Penulis Rahim
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.