Vista Sastra Kalimantan Selatan, Sebuah Dialektika dari Sudut Pandang Ben

0

HAMDAN Eko (HE) Benyamine meluncurkan buku Vista Sastra Kalimantan Selatan yang menghimpun 33 kumpulan esainya tentang pelbagai polemik kesusastraan di Banua. Tepat di hari ulang tahunnya ke-53, Ben-begitu biasa ia disapa, ingin menunjukkan bahwa penulis Kalsel dapat unjuk gigi di mata nasional.

“ADANYA buku ini, sebenarnya aku hanya ingin menunjukkan di mata nasional bahwa karya dari penulis Kalimantan Selatan itu layak diapresiasi, dibicarakan dan dialih mediakan. Yang kubilang tadi berhubungan dengan mentalitas kita. Kadang kita menganggap diri merasa insecure dan inferior,” ucap HE Benyamine kepada jejakrekam.com, Jumat (9/10/2020) malam.

Pandangan Ben, penulis atau orang Kalsel cenderung merasa diri kurang atau bermutu rendah di mata orang lain.

“Apa sih yang bisa menjelaskan tentang Kalimantan Selatan, kecuali orang kita sendiri. Mungkin saja, orang (penulis) luar mencari data secara riset. Tapi itu jauh, berbeda jika orang kita sendiri yang mengangkat potensinya,” ungkapnya.

BACA : Spektakuler! Digarap Serius, Sendratasik Adipati Karna Memukau

Polemik dalam buku Vista, menurut Ben, dalam dunia kesusastraan secara umumnya harus memerlukan dialektika. Semisalnya, terkait buku seharusnya dapat dibicarakan, dikritisi dan dianalisis dalam sudut pandang penulis lainnya.

“Karena kritik itu hanyalah cara, dan terkadang kita tidak mengerti itu, kita menggunakan alat apa? Dan kritik itu cara membaca sesuatu,” kata pria kelahiran 1967 itu.

Sementara dalam buku itu membahas tentang polemik juri, plagiat hingga rangkaian ASKS, Ben pun mengapresiasi dan mengkritisinya dari pelbagai kegiatan maupun kekaryaan penulis Banua.

BACA JUGA : Puisi Dua Pejuang Kalimantan Berbeda Jalan; Hassan Basry-Ibnu Hadjar

Ia menyebut dengan gamblang para penulis diantaranya Tajuddin Noor Ganie, Aliman Syahrani, Jamal T Suryanata, Sainul Hermawan, Ali Syamsudin Arsi, Nailiya Nikmah, Sandi Firly, Randu Alamsyah, Eko Suryadi Ws, Eza Thabry Husano, Hamami Adaby, Micky Hidayat dan sebagainya.

Catatan dalam buku Vista ini berupa tanggapan dari beberapa tanggapan lainnya, Ben hanya mengambil poin yang kemudian diulasnya kembali dalam sebuah esai tersebut.

Sekumpulan esainya ini pernah terbit dibeberapa koran lokal pada tahun 2010-2014. Proses kreatifnya, Ben mencatat dengan apik secara detail dalam beberapa kegiatan sastra.

“Semisalnya terkait plagiat, buku ini memberikan pandangan lain yang mungkin juri belum mengetahuinya. Nama-nama yang disebutkan, aku tidak menghina atau merendahkan personal (penulis maupun juri) karena bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

BACA JUGA : Gusti Sholihin Hasan, Maestro Lukis Banua Berkelas Dunia

Apabila ada yang keberatan, Ben mempersilahkan jika ingin membalasnya dengan tulisan pula. Ia beranggapan, dunia kritis sastra tidak bisa dibantah lewat omongan ke omongan.

“Sebuah tulisan yang mengkritik seorang penulis, itu tidak bisa dibantah dengan omongan ke omongan. Nanti seperti angin lewat saja, maka aku tidak merasa takut menyebut nama,” kata Ben.

Gagasan dalam buku Vista, Ben ingin melemparnya ke semua pegiat sastra yang menekuni dalam berbagai bidang seperti puisi, cerpen, novel, pantun, naskah drama dan sebagainya.

“Vista ini sebuah lanskap atau pemandangan, cuma itu saja. Selebihnya, biarlah nasib buku ini yang bicara nantinya,” katanya.

Peluncuran buku Vista, Ben menyebut peran Hudan Nur dalam proses terbitnya buku ini. Hudan Nur, penyair perempuan asal Banjarbaru memandang lanskap taktil susastra Kalimantan Selatan dari estafet sebelumnya.

BACA JUGA : Helat Tadarus Puisi di Mingguraya, Bakal Dimeriahkan Sastrawan Palangka Raya

Ia menyebut veteran sastra seperti Zafri Zamzam (1918-1972), Arthum Artha (1920-2002), Hassan Basry (1923-1984) dan Maseri Matali (1925-1968).

“Ben, menuliskan secara apik tanpa tendesi yang memihak. Membaca esai-esai dari frame-nya yang acap luput dari penglihatan kita membuat saya agak tertegun.  Ada 33 tulisannya lewat Vista Sastra Kalimatan Selatan, merangkum elegi yang menantang sekaligus membuka keran dialog untuk resepsi. Mimesis karya-karya yang lahir bagi Ben harus mendapat ruang, dan uniknya ruang itu dibangunnya,” paparnya.(jejakrekam)

Penulis Rahim
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.