Perlindungan Hukum Pasien terhadap Pelayanan Kesehatan di RS

0

Oleh : dr. Abd Halim, SpPD, SH, MH, MM FINASIM

SEBELUM membahas masalah di atas, sebaiknya kita mengetahui apa itu perlindungan hukum? Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa didapatkan oleh semua warga negara secara merata dan hak itu diberikan oleh pemerintah bila warga negara tersebut sudah memenuhi syarat-syarat tertentu.

PENGATURAN pelayanan kesehatan secara filosofis berasal dari Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 yang kedua pasal ini merupakan perwujudan dari Sila ke-2 dan ke-5 Pancasila.

Dalam rangka melindungi hak warga negara inilah diperlukan perlindungan hukum dalam pelayanan kesehatan. Ada tiga aspek perlindungan hukum dalam yankes yaitu aspek administrasi, aspek pidana dan aspek perdata.

Aspek administrasi berhubungan dengan standar pelayanan minimal (SPM) seperti dinyatakan dalam Pasal 1 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Kemudian, aspek pidana merupakan aspek represif yaitu ketika terjadi malpraktik oleh dokter dengan memakai Pasal 359 KUHP. Berikutnya, aspek perdata juga berkaitan dengan aspek represif yaitu apabila ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dokter. Karena kontra prestasi atas informed consent.

Hak gugat terdapat dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Sedangkan dalam Kitab Hukum Undang-Undang Perdata, terdapat pada Pasal 1239, 1366 dan 1367.

Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, diatur bahwa hak-hak pasien termaktub di Pasal 52 UU Nomor 29/2004 adalah sebagai berikut :

a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3); b) meminta pendapat dokter atau dokter lain;

c)  mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d)  menolak tindakan medis; e)  mendapatkan isi rekam medis.

Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:

(a) memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

(b) memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

(c) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

(d) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

(e) memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;

(f) mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

(g) memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

(h) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;

(i) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;

(j) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;

(k) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

(l) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

(m)  menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

(n) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;

(o) mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;

(p) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;

(q) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan

(r) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasien rumah sakit adalah juga sebagai konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Menurut pasal 4 UU Nomor 8/1999, hak-hak konsumen adalah:

(a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

(b) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

(c) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

(d) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

(e) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

(g) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

(h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi pasien adalah:

1. Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)

2. Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak pasien.

Demikian tulisan singkat ini, semoga bermanfaat.(jejakrekam)

Dokter Internist dan Kandidat Doktor Ilmu Hukum

Ketua Bidang Medikolegal Etik PAPDI Cabang Kalsel

Anggota Kongres Advokat Indonesia ISL

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.