Setara Yogyakarta dan Jakarta, Bagaimana Nasib Seni Rupa Kalsel Kini dan Nanti

0

KALIMANTAN Selatan memiliki banyak perupa terkenal. Karyanya dikagumi dan diakui. Sebut saja Solihin, Misbach Tamrin, dan banyak generasi setelahnya. Karyanya menasional. Perlu dukungan dan apresiasi semua pihak agar berkembang menjadi bagian pemajuan kebudayaan. Bagaimana seni rupa Kalsel sekarang dan nanti?

PERUPA di Kalsel sebenarnya cukup banyak. Bahkan lebih dinamis bila dibandingkan dengan daerah lain. Hampir di setiap kabupaten/kota di Kalsel memiliki perupa. Mereka sangat aktif.

“Kalau ada kegiatan pameran seni rupa, seluruh kabupaten/kota mengirimkan utusannya. Mungkin hanya kurang ekspose, sehingga kabarnya kurang terdengar,” kata seniman dan perupa Kalsel Hajrian Syah, mengawali obrolan di Palidangan Noorhalis, Pro1 RRI Banjarmasin, Kamis (12/12/2019).

Menurut dia, sejarah seni rupa Kalsel sama tuanya dengan daerah-daerah lain yang dianggap maju. Sebut saja, Yogyakarta atau Jakarta sekali pun. Tahun 70-an sudah ada sanggar lukis di Kalsel. Sering dilakukan pameran, baik tingkat daerah maupun nasional.

BACA : Sepi Pengunjung, Pameran Seni Rupa Topeng Kurang Eksis di Kalsel

“Memang kemudian meredup, tidak terdengar. Sekarang mulai menggeliat lagi. Mulai tumbuh para pegiat seni rupa dan sangat aktif berkarya,” tutur Hajrian Syah.

Menurut ia, tokoh perupa Kalsel seperti Sholihin, sudah sangat terkenal sejak tahun 1940, sejajar dengan pelukis nasional lainnya.  Mereka sering pameran bersama. Bahkan waktu itu mewakili Indonesia ke Brasil. Juga generasi setelahnya. Sebut saja Misbach Tamrin, sangat terkenal sebagai pelukis. Karyanya pun dihargai sangat mahal.

BACA JUGA: 8 Pegiat Seni dan Budaya Banjar Raih Penghargaan Walikota Banjarmasin

Dalam waktu dekat, akan ada pameran karya Akhmad Noor dan Mawi, temanya “bersisian”, dilaksanakan Sanggar Sholihin. “Pamerannya selama sebulan, semoga dapat membangkitkan seni rupa Kalsel dan mampu mendorong minat serta semangat para pelukis,” ucap Hajrian Syah, melanjutkan.

Sebenarnya, beber dia, sangat tinggi peminat seni rupa. Walaupun diakui, masih belum bisa sebagai harapan hidup. Harus ada pekerjaan lain selain melukis.

“Ini bagian dari berkesenian, belum bisa sebagai lapangan pekerjaan. Saya menggelutinya, karena ini merupakan hobi. Saya bekerja untuk menjalankan hobi ini. Kalau kemudian menjadi pendapatan, syukur alhamdulillah, berarti bonus bagi saya,” sergah Akhmad Noor, pegiat seni rupa Kalsel.

BACA JUGA : SBT Melawan Lupa, Cara Pelukis Misbach Tamrin Merawat Ingatan Kolektif

Ia mengatakan dukungan pemerintah terhadap perkembangan seni rupa memang ada. Misalnya, menyelenggarakan pameran minimal satu atau dua kali dalam satu tahun. Pameran ini sangat penting.

“Dengan pameran, seniman merasa diapresiasi, diperhatikan, karena karyanya ditunjukkan kepada khalayak,” cetus Fathur Rahmy, Ketua Sanggar Sholihin.

Bagaimana agar seni rupa Kalsel lebih maju dari sekarang? Hal ini ditanyakan Noorhalis Majid, sebagai pemandu Palidangan Noorhalis.

Hajrian Syah melanjutkan bahwa harus ada sekolah seni rupa. Mulai dari tingkat SMK, sampai perguruan tinggi. Sayang sekali, Kalsel yang sangat tinggi minatnya dalam soal seni rupa, tidak memiliki sekolah seni rupa.

“Kalau tidak ada sekolah, nasib seni rupa Kalsel timbul tenggelam. Karena hanya mengandalkan sanggar-sanggar seni yang jumlahnya  tidak banyak,” kata Hajrian Syah yang juga kurator seni ini.

BACA LAGI : Gusti Sholihin Hasan, Maestro Lukis Banua Berkelas Dunia

Ia menerawang dulu mungkin sudah sekitar 20 tahun lalu, pernah digagas sekolah seni rupa, tetapi sambutan pemerintah kurang.  “Akhirnya tawaran untuk mendirikan sekolah tersebut dipindahkan ke Kaltim, Tenggarong. Padahal kalau dilihat dari sejarah, Kalsel jauh lebih hidup, lebih kuat dari provinsi lainnya di Kalimantan,” kenang Hajriansyah.

Para pendengar Palidangan Noorhalis juga turut berpartisipasi. Hariyadi di Tanjung, mengatakan memiliki hobi dalam soal seni rupa, tapi tidak ada tempat penyalurannya, akhirnya tidak berkembang.

“Kalau boleh tahu, dimana saja terdapat sanggar seni rupa di Kalsel ini?” cecarnya.

Lain lagi Hendri Setiawan di Banjarmasin. Menurut dia, bagaimana perkembangan seni rupa Kalsel era generasi sekarang? Apakah peminatnya cukup tinggi? Adakah sosialisasi tentang bidang ini agar menumbuhkan minat dan bakat generasi muda.

Sedangkan, Rayhan di Banjarmasin menanyakan bagaimana memulai melukis, apakah harus membuat sketsa dulu atau bisalangsung melukis? Adakah sanggar di Banjarmasin agar dapat mengajarkan tentang warna.

“Memang Sanggar lukis cukup banyak. Para seniman lukis banyak yang membuka kursus di rumahnya masing-masing. Di sanggar Sholihin sendiri banyak anak yang belajar melukis. Hanya saja biasanya berhenti mengembangkan bakatnya setelah tamat SD atau SMP, padahal mereka cukup berbakat,” jelas Fathut Rahmy.

BACA LAGI : Pameran Lukisan di Rumah Anno Berubah Jadi Ajang Swafoto

Akhmad Noor menimpali pameran cukup strategis untuk menghidupkan geliat seni rupa Kalsel. “Dari pameran, kita mengetahui karya-karya terbaru para seniman. Karena itu perlu kerjasama, baik dinas pariwisata, ataupun pelaku atau pendukung pariwisata seperti perhotelan. Sebab, karya lukis dapat saja dipamerkan di hotel, bandara atau kantor pemerintahan,” paparnya.

Ia menegaskan pameran sangat penting, namun yang lebih mendasar adalah sekolah. Mungkin cukup SMK dulu, kalau sudah jalan, baru kemudian perguruan tinggi.

“Dengan adanya sekolah, maka akan ada produksi perupa yang kontinyu dan berkelanjutan,” ucap Akhmad Noor.

Sementara itu, menurut dia, untuk membangkitkan selera pasar, perlu ada balai lelang, sehingga karya lukis dari para seniman bisa naik kelas. “Untuk mengupayakan ini semua, perlu kerja bersama. Kontribusi para pihak sangat dibutuhkan untuk terus mendukung, membina,” ucap Akhmad Noor.

BACA LAGI : Semerbak Hutan dan Seharum Ombak yang Tersisa dari Noor Sholihin Hidayat

Hajrian Syah pun menimpali lagi untuk jangka pendek, sering-sering diselenggarakan pameran, sehingga menggugah perhatian banyak orang, atau setidaknya meningkatkan pemahaman orang tentang seni rupa itu sendiri.

“Dengan adanya pemahaman yang cukup, maka memunculkan penghargaan dan apresiasi,” imbuh pengelola Kampung Buku Banjarmasin ini.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.