PERSAINGAN dunia perbankan di Indonesia sangat ketat dan berat. Kehadiran bank berlabel syariah pun tak hanya harus berhadapan dengan bank model konvensional, namun juga sesama bank syariah. Terlebih lagi dengan keterbatasan modal yang ada, bank syariah pun harus mampu bertahan di tengah gempuran bisnis perbankan yang makin tinggi.
KOMISARIS Utama Bank Kalsel, Ary Bastari mengakui persaingan perbankan syariah di Indonesia sangat ketat, baik sesama bank syariah maupun harus berhadapan dengan bank konvensional yang ditopang permodalan besar serta jaringan yang luas. “Faktanya, persaingan antar perbankan itu memperebutkan pangsa pasar yang sama. Ya, baik itu nasabah atau customer maupun debitur yang ada,” ujar Ary Bastari kepada jejakrekam.com, Minggu (2/4/2017).
Menurutnya, dengan persaingan antar bank yang sangat ketat itu juga ditentukan luasnya jaringan (distribusi channel), khususnya pendirian kantor-kantor cabang yang ada di Indonesia. “Sedangkan, tipikal bank pembangunan daerah (BPD) yang seperti Bank Kalsel, misalkan secara head to head dengan perbankan lainny a sungguh sangat ketat. Sebab, BPD itu hanya berkutat di satu provinsi atau wilayah cakupan pelayanan, sehingga untuk melakukan ekspansi dengan permodalan yang terbatas, tentu sangat berat untuk dilakukan,” tutur Ary Bastari.
Menurutnya, tipikal Bank Kalsel masih sebatas beroperasional di Provinsi Kalimantan Selatan, sehingga jika nantinya dikonversi menjadi bank syariah murni maka patut dipertimbangkan secara matang serta melalui kajian yang mendalam. “Jujur saja, potensi pasar dengan persaingan yang ketat, antara bank umum dan bank syariah itu hampir sama, baik itu penabung, nasabah atau debitur yang diperebutkan,” katanya.
Terpenting, beber Ary, adalah kemudahan akses bagi nasabah Bank Kalsel dalam mengakses pelayanan serta bertransaksi. Ia mengakui untuk mengambil kebijakan yang fundamental seperti mengubah Bank Kalsel menjadi bank syariah terus dikaji. “Makanya, melalui seminar nasional ini digagas pemikiran itu. Namun, semua ya tergantung para pemegang saham Bank Kalsel. Terutama, gubernur, para bupati dan walikota se-Kalimantan Selatan,” ucap Ary.
Disinggung soal pelayanan yang bervariatif seperti kredit perumahan, pinjaman pegawai dan lainnya? Ary mengakui kemampuan sebuah perbankan itu akan diukur dari produk dan jasa yang ditawarkan yang sangat variatif. “Semua itu tentu harus ditopang sumber daya manusia (SDM) yang berkompetensi serta kemampuan finansial perbankan. Makanya, dalam Bank Kalsel yang membentuk unit usaha bank syariah itu juga mengembangkan produk dan jasa yang bervariatif. Tak usah berpikir apakah itu sesuai syariah atau tidak, karena dalam operasionalnya ada Dewan Pengawas Syariah Bank Kalsel. Jadi tak usah ragu-ragu,” katanya.
Ary membandingkan apa yang telah dilakukan Bank Mandiri yang juga membentuk jaringan usaha bank syariah. “Makanya, untuk membentuk perbankan syariah itu perlu komitmen kuat dari induk usahanya. Nah, semakin besar biaya operasional bank syariah ini tergantung suplai dana dari bank induknya. Faktanya, justru modal usaha Bank Mandiri Syariah itu masih tergantung Bank Mandiri yang bergerak di bidang usaha bank konvensional,” ujar Ary.
Dengan keterbatasan keuangan daerah, Ary mengakui kendala yang dihadapi ketika Bank Kalsel harus memilih jalan menjadi bank syariah adalah dari sisi permodalan. “Sebab, penambahan modal bagi bank konvensional maupun syariah di Bank Kalsel ini semua tergantung pemilik modal, khususnya pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan,” ujarnya.
Untuk menyiasati itu, Ary mengatakan memang perlu menjalin pola kerjasama dengan swasta atau usaha swasta yang berminat untuk berinvestasi dalam mengembangkan Bank Kalsel Syariah. “Semua ini terpulang lagi kepada pemegang saham. Sebab, pada 2023 nanti, akan diberlakukan spin off atau pemisahan bank syariah dari induknya, bank konvesional. Untuk Bank Kalsel memang perlu kajian mendalam, serta tergantung pada keputusan para pemegang saham. Ya, semoga ada alternatif terbaik dalam menyikapi pemberlakuan pemisahan bank syariah dari induknya yang menerapkan sistem bank konvensional,” imbuh Ary.(jejakrekam)
Penulis : Didi G Sanusi
Editor : Didi G Sanusi
Foto : Didi G Sanusi