Banyak Kades Terjerat Kasus Korupsi Ditengarai Mahalnya Ongkos Pilkades

0

UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mewajibkan pemerintah pusat untuk mengalokasikan dana desa dari APBN untuk peningkatan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa.

BERDASAR catatan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) ada 74.954 desa di Indonesia, 187 kecamatan terluar di 41 kabupaten dan 122 daerah tertinggal tersentuh 4 program prioritas utama.

Yakni, program pengembangan produk unggulan kawasan perdesaan, embung desa,BUMDes dan sarana olahraga. Dana desa tahun 2015 dialokasikan sebesar Rp 20,67 triliun naik signifikan menjadi Rp 60 triliun tahun 2018. Program ini juga disokong 19 kementerian dan lembaga mulai dari Kemenko PMK sampai TNI dan Polri.

Hingga akhir tahun 2017, setidaknya terbangun lebih dari 123.000 kilometer jalan, 1.960 kilometer jembatan, 5.220 unit pasar desa, pembangunan tambatan perahu sebanyak 2.882 unit, pembangunan embung 1.927 unit, pembangunan irigasi sebanyak 28.091 unit drainase sepanjang 38.217 kilometer.

Selain itu, juga pembangunan penahan tanah sebanyak 65.918 unit, pembangunan sarana air bersih 37.496 unit, pembangunan MCK 107.486 unit, pembangunan poliklinik desa 5.314 unit, pembangunan sumur 30.212 unit.

Namun berbagai bentuk penyalahgunaan dana desa juga tidak sedikit. Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2015 sampai 2017, kasus tindak pidana korupsi di tingkat desa semakin menjamur.

Pada 2015, setidaknya ada 17 kasus, jumlah ini meningkat menjadi 41 kasus pada 2016 dan 96 kasus pada 2017. Jika ditotal, dalam kurun waktu 3 tahun, setidaknya ada 154 kasus korupsi di tingkat desa dengan kerugian negara mencapai Rp 47,56 miliar.

Data ini diungkap Kepala Biro Hukum Organisasi dan Tata Laksana Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Dr Undang Mugopal kepada jejakrekam.com, di Banjarmasin, Kamis (19/7/2018).

Menurut dia,pola penyimpangan dana desa secara garis besar dibagi menjadi dua yang masuk ke dalam ranah administrasi dan ranah pidana murni. Undang Mugopal mengungkapkan ranah administrasi terjadi karena ketidaktahuan tentang regulasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan sedangkan pidana karena memang adanya niat jahat aparatur desa.

Dia mencontohkan penyelewengan dana desa berkaitan perencanaan, ada proyek pembangunan tidak dimusyawarah dan dimufakatkan dengan masyarakat desa dengan menunjuk langsung kerabat dekat kepala desa untuk membangun insfrastruktur desa.

“Memang kategori pidana murni jarang terjadi dan penyelewengan dana desa tidak terlalu siginifikan dibandingkan dengan jumlah keseluruhan desa di seluruh Indonesia yang berjumlah hampir 75.000 buah,” tuturnya.

Menurut Undang Mogal, upaya pengawasan penting untuk mencegah penyewelengan dana desa, telah dibentuk sekber antara Mabes Polri dan Kemendagri serta terus bersinergi dengan banyak pihak.

Mantan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Kalsel ini memastikan Kementerian Desa PDTT telah berupaya mencegah penyelewengan dana desa,  salah satunya menyelenggarakan workshop untuk peningkatan pemahaman perangkat desa agar tidak melanggar aturan.

Dia menduga dengan banyaknya kepala desa yang terjerat kasus korupsi bisa saja dipengaruhi antara cost politic (biaya politik) pilkades dengan korupsi dana desa. “Ya, karena harus mengembalikan biaya politik yang habis saat pemilihan kepala desa,” tuturnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.