Dibalik Banjir Besar dan Longsor di Hantakan, Ada Pembabatan Pohon Tahun 1982

0

BANJIR bandang dan tanah longsor yang terjadi di Hantakan, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, ditengarai bukan hanya disebabkan oleh cuaca hujan, namun juga akibat menyusutnya hutan.

DIBALIK
musibah besar ini, ada cerita yang miris dari salah seorang tokoh masyarakat adat setempat, bernama Sumiati.

Kawasan Pegunungan Meratus yang sangat kaya akan sumber daya alam dan kearifan lokalnya membuat oknum-oknum pengusaha tergiur meliriknya.

BACA : Suara Masa Silam Dari Puncak Meratus

Tepatnya pada tahun 1981-1982, aktifitas penebangan pohon secara besar-besaran sudah mulai terjadi, di Gunung Sigaling. Kegiatan ini dilakukan oleh salah satu perusahaan dari Hak Pengusaan Hutan (HPH).

“Dia kan di sana mengadakan perkebunan kopi. Jadi sampai pada tahun 83, orang-orang perusahaan itu masuk ke Mangkiling (sekarang berganti nama menjadi Desa Datar Ajab),” cerita Sumiati kepada jejakrekam.com.

Sumiati yang saat itu menjadi Kepala Desa Mangkiling mengakui bahwa pihak perusahaan sempat meminta izin untuk menebang pohon di wilayah tersebut.

“Katanya, karena inikan wilayah ibu. Jadi kami minta perlindungan agar selamat,” tuturnya.

Bahkan wanita berusia 66 tahun tersebut sempat diiming-imingi sejumlah janji pihak perusahaan. Misalnya, seperti pembuatan kantor kepala desa dan PKK.

BACA JUGA : Infrastruktur Sekolah Luluh Lantak, SDN Bulayak Diharapkan Segera Pulih

Penebangan pohon di Desa Pantai Mangkiling kemudian berlangsung mulai tahun 1984 sampai 1986. Menurutnya, aktifitas penebangan pohon terus saja meluas. Tak terhitung lagi berapa banyak batang pohon yang sudah ditebang.

Sumiati saat itu khawatir jika penebangan pohon terus-terusan dilakukan. Meski yang ia tahu, hutan yang menjadi lokasi penebangan tersebut adalah kawasan hutan lindung.

Merasa khawatir dia bersama sejumlah warga lainnya saat itu mencoba menghentikan aktifitas penebangan pohon besar-besaran.

Sebab menurutnya, jika aktifitas penebangan pohon secara besar-besar terus dilanjutkan maka akan mengakibatkan rusaknya sebagian ekologi di Pegunungan Meratus.

Tetapi bukannya berhasil menghentikan aktifitas tersebut, pihak perusahaan justru menuduh masyarakat yang sering memindah-mindah ladangnya sebagai pemicu kerusakan Pegunungan Meratus.

BACA LAGI : Menilik Kondisi Lia, Usai Banjir Dan Tanah Longsor Di Hantakan

Meski sempat dituduh oleh pihak perusahaan, perjuangan Sumiati untuk menjaga kelestarian Pegunungan Meratus ketika itu tak berhenti begitu saja.

Tahun 1986, sejumlah wartawan mancanegara mulai mengekspos pergerakan warga yang meminta pihak perusahaan untuk segera menghentikan aktifitas penebangannya.

Atas hal itu, pihak perusahaan kemudian mengadakan pertemuan dengan warga Mangkiling dan awak media.

“Kami ditemukan dengan perusahaan tersebut. Saat itu pertemuannya dihadiri kurang lebih oleh 100 orang,” jelas Sumiati.

Setelah perjuangan panjang itu, di tahun 1986 akhirnya aktifitas penebangan di Pegunungan Meratus dapat dihentikan. Konflik antara warga dengan pihak perusahaan pun dapat terhindarkan.

Lebih jauh, Sumiati menilai musibah besar di pertengahan bulan Januari 2021 lalu turut disebabkan oleh kerusakan ekologis.

Bukan tanpa alasan. Pasalnya, menurut Sumiati, sejak dulu jika dilakukan penebangan pohon di dekat areal Sungai Barabai, selalu terjadi banjir besar.

“Mulai dulu beberapa kali banjir nih sudah. Bila digawi (ditebang) di atas Sungai Labuhan Lamas atau Sungai Barabai, selalu banjir,” tutupnya.(jejakrekam)

Penulis Riki
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.