Refleksi Pemilu 2024 Dan Jelang Pilkada Serentak, Akademisi ULM Soroti Pelanggaran Dan Kecurangan

0

PELAKSANAAN Pemilu serentak 2024 di Kalimantan Selatan secara prosedural berlangsung relatif aman, lancar dan tertib. Namun bagi Akademisi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin Mahyuni masih ada catatan-catatan.

HAL tersebut disampaikan Mahyuni sebagai narasumber dalam Rapat Koordinasi Bawaslu Kalsel beberapa waktu lalu di Banjarmasin.

Mantan Ketua Bawaslu Kalsel ini menyebutkan, Pemilu serentak 2024 ekpektasinya membawa angin segar akan hilangnya atau setidaknya berkurangnya praktek money politic. “Seperangkat aturan baru diberlakukan untuk mencegah dan menindaknya. Mulai dari penambahan kewenangan Bawaslu, adanya ancaman sanksi diskualifikasi (TSM) hingga pidana bagi pelakunya,” ujarnya.

BACA: Rakor Evaluasi Tahapan Pemungutan Dan Perhitungan Suara Pemilu 2024

“Tetapi dimana-mana ada informasi yang sebagian besar tentang praktik politik uang, praktik bansos dan lainnya pada tahapan kampanye. Ini terjadi di tahapan masa tenang dan pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara,” sebutnya.

“Bahkan juga terdapat persoalan hasil pemilu yang dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi, khususnya di Provinsi Kalsel,” sebut Akademisi Fisip ULM ini.

Pemilu serentak Tahun 2024, tahapannya akan segera berakhir, tentunya banyak pelajaran yang dapat diambil dari penyelenggaraannya. Harapan pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024, derajat demokrasinya semakin baik.

Mahyuni pun menguraikan, ada beberapa poin Refleksi Pemilu Serentak 2024, yakni masih banyak terdapat cukup banyak pelanggaran di tahapan pemilu oleh peserta pemilu, tim sukses/tim kampanye yang tidak patuh dengan ketentuan regulasi.

BACA JUGA: Rekapitulasi Hasil Pemilu Di Kalsel Selesai, Simak Penilaian Bawaslu

Kemudian, kencenderungan pelanggaran dilakukan dengan memanfaatkan celah kelemahan regulasi (tidak tegas, kurang lengkap dan tumpang tindih).

Selanjutnya, kurang ketegasan penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tahapan pemilihan dan pelayanan dalam penyelenggaraan tahapan pemilihan .

Berikutnya pengawas pemilu terkesan tidak mampu berbuat banyak mencegah dan menangani dugaan-dugaan pelanggaran dan kecurangan yang terjadi pada tahapan-tahapan pemilu tidak terkecuali tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Selain itu Mahyuni juga mengkritik, dimana Teknologi informasi berupa ‘Sirekap’ yang digunakan KPU sebagai alat bantu untuk penghitungan suara tidak optimal karena pembacaan data terhadap fhoto C-Hasil tidak akurat , sehingga menimbulkan kegaduhan di ruang publik.

Begitu juga perlakuan daftar pemilih (DPT, DPTb dan DPK) yang tidak sesuai dengan ketentuan serta Ketidaksinkronan data DPT, DPTb dan DPK.

BACA JUGA: Akademisi FISIP ULM Sebut Info Manuver Gerakan Elemen Desa Harus Ditindaklanjuti Bawaslu Kalsel

Masih menurut Mahyuni, ketidaksinkronan dan rasionalisasi PHP pada setiap jenis pemilih , serta rekapitulasi suara ditingkat PPK masih banyak terdapat yang tidak prosedural dalam pelaksanaannya .

Bahkan terlalu banyak pembetulan data pemilih dan penggunaan hak pilih baik ditingkat PPK maupun di tingkat KPU Kabupaten/Kota dan Provinsi.

“DPTb cukup tinggi, khususnya jenis pemilihan presiden dan wakil presiden Provinsi Kalsel sebanyak 33.863 dan DPK cukup tinggi mencapai 30 ribuan serta rata-rata suara DPD sangat tinggi tidak sahnya mencapai 416.342,” ujarnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.