Transisi DCS ke DCT; Ruang Partisipasi Warga

0

Oleh: Noorhalis Majid

DALAM pemilihan umum (pemilu) ada istilah daftar calon sementara (DCS) dan daftar calon tetap (DCT). Di antara keduanya ada masa jeda waktu cukup lama.

MASA transisi atau jeda waktu itu memberi ruang bagi publik atau warga guna berpartisipasi. Jeda waktu tersebut merupakan ruang warga mengeritisi dan memberikan masukan, apakah bakal calon legislative (caleg) yang diajukan parpol bermasalah atau tidak.

Semakin lama waktu diberikan, semakin luas ruang warga berpartisipasi. Sehingga semua bakal calon yang diusulkan oleh parpol, sudah melalui seleksi warga.

Karenanya, penyelenggara wajib mengumumkan DCS kepada publik, guna mengundang seluas-luasnya partisipasi warga turut serta melihat dan tentu mengeritisi serta memberikan masukan. Bukankah substansi demokrasi adalah partisipasi warga? Bila tidak ada ruang bagi warga berpartisipasi, mungkin saja labelnya ‘demokrasi’, tapi isinya otoritarian atau kesewenang-wenangan.

BACA : KPU Provinsi Kalsel Dan KPU Kota Banjarmasin Hanya Terima 2 Pengaduan Terkait DCS

Begitu pentingnya ruang partisipasi sebagai perwujudan demokrasi, apapun alasannya partisipasi warga tidak boleh hilang, apalagi dihilangkan. Partisipasi warga merupakan mahkota dari demokrasi itu sendiri.

Lantas, bagaimanakah bila ada caleg di DCS tidak pernah muncul, dan seketika langsung ada di DCT? Maka dapat dikatakan caleg tersebut memotong proses untuk memajukan demokrasi. Dalam hal ini mengabaikan dan bahkan menghilangkan ruang partisipasi.

Sekali lagi, ruang partisipasi itu merupakan hak warga untuk terlibat. Dengan demikian, hilanglah hak warga untuk dapat memberikan masukan, kritik dan saran.

BACA JUGA : Anang Rosadi Dicoret dari DCT DPR, KPU RI Berdalih Kewenangan Partai NasDem

Pun sebaliknya, ada di DCS dan hilang di DCT, padahal tidak ada hal yang substansi untuk mengilangkannya. Maka sama halnya dengan mem-PHP warga  atau memberi harapan palsu, ketika warga sudah tahu dan mungkin juga antusias, di ujungnya justru caleg yang bersangkutan hilang.

Siapa yang bertanggung jawab bila ini terjadi? Tentu saja penyelenggara dan partai politik. Menggambarkan ketidak pahaman tentang arti penting partisipasi sebagai mahkota demokrasi.(jejakrekam)

Penulis adalah Pegiat Forum Ambin Demokrasi

Mantan Ketua KPU Kota Banjarmasin

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.