Politik ‘Membom’ dan Caleg Maulak Lubang Satu

0

Oleh: Noorhalis Majid

SEORANG calon legislatif (caleg) datang ke warga komunitas, ditanya warga pemilih yang ditemuinya, “pian kena menjelang pemilu membom jua kah pak? Kalau pian membom, nyaman kami tunggui”.

PADAHAL bukan kali pertama warga komunitas tersebut ditemuinya, sudah kesekian kali dan bahkan dengan berbagai program pemberdayaan.

“Kalau kada membom kenapa garang?” tanya dsangcaleg yang memang tidak punya sumber dana melakukan itu. “Khawatir apa yang sudah pian bina, pian berdayakan, pada akhirnya tahambur karena ada yang membom Pa ai”, kata warga pemilih serempak menyampaikan kekhawatirannya.

Berapa biasanya kalau membom? Tanya sang caleg penuh penasaran. “Rata-rata Rp 200 ribu pak ai, atau Rp 250 ribu. Kalau Rp 100 ribu kada payu lagi, kada akan dianggap, membuang-buang duit aja, pasti ada nang mambilas dengan Rp 200 ribu”, jawab warga pemilih dengan polos.

BACA : Trend Dan Tantangan Pemilu Serentak 2024, Politik Uang Tidak Selamanya Menang

Rupanya, begitulah gambaran fenomena massifnya money politik. Maka yang berpeluang terpilih hanya yang mampu membom. Biar tidak pintar, tidak berkualitas, bahkan tidak punya kapasitas, asal banyak duit, mudah saja duduk di legislatif.

Maka, tidak usah mengeluh bila anggota legislatifnya tidak bekerja. Tidak usah sedih bila perubahan dan perbaikan tata kelola pemerintahan tidak pernah terjadi. Sebab yang terpilih tidak perlu mempertanggungjawabkan, toh sudah dibayar lunas dengan cara membom.

Di sinilah peluang pemilih pemula melakukan perubahan. Jumlahnya yang mencapai 60%, sangat signifikan memperbaiki kualitas Pemilu–merubah politik menjadi lebih baik. Syaratnya, tidak ikut terpapar money politik.

BACA JUGA : Hadapi Politik Uang di Pemilu 2024, Akademisi ULM Sarankan Bawaslu Bisa Dekati Ulama

Sangat yakin anak muda pantang terpapar money politik, sebab hal tersebut menghinakan integritas generasi milenial yang berkobar-kobar menyongsong Indonesia emas. Indonesia Emas merupakan prospek masa depan yang hanya terjadi bila politiknya bersih, dan itu terwujud kalau anak mudanya melek politik, tidak bungkam walau ada yang membom

Tak hanya politik membom, sudah sekian kali Pemilu diselenggarakan, harus ada yang berbeda dari Pemilu sebelumnya, agar kehidupan terus meningkat, membaik dari kemarin. Kalau ada caleg pada Pemilu sebelumnya sudah terpilih dan tidak jelas kinerjanya, jangan pilih lagi, sebab pasti tidak ada manfaatnya.

Lebih baik pilih yang baru, yang rekam jejaknya lebih baik, agar kehidupan juga semakin baik dan memberikan pembelajaran bahwa kalau terpilih harus bekerja, bukan diam saja.

BACA JUGA : Bukan Menakuti Masyarakat, Pakar Hukum ULM Sebut Politik Uang Sumbernya dari Peserta Pilkada

Apabila kehidupan berkutat di situ-situ saja, tidak ada peningkatan, kebudayaan Banjar menyebutnya “maulak di luang satu” atau berputar-putar di lobang satu. Dulu ada permainan klereng lobang tiga, para pemain berlomba memasukkan kelereng mulai dari lobang satu hingga lobang sembilan, siapa lebih dahulu sampai pada lobang sembilan, dialah pemenangnya. Kalau hanya berkutat di lobang satu, berarti kalah.

Permainan masa kanak-kanak ini dipinjam untuk melihat fenomena sosial, ketika tidak ada perubahan sama sekali, padahal waktu terus berputar maka suatu kerugian yang sangat besar.

Idealnya, kehidupan mesti terus meningkat semakin baik. Agama mengajarkan, hari ini harus lebih baik dari kemarin. Kalau hari ini sama dengan hari kemaren maka merugi. Bila lebih buruk, berarti bangkrut. Siapa yang lebih baik itulah yang beruntung.

BACA JUGA : Pakar Hukum ULM Sebut Politik Uang Bisa Dipakai Bayar Pemilih agar Tak Mencoblos ke TPS

Kenapa mesti lebih baik? Karena berarti belajar dari berbagai pengalaman, berguru dari banyak kesalahan, berbenah menata kehidupan menjadi lebih sempurna. Ungkapan ini memberikan pelajaran dan dorongan untuk terus meningkatkan diri. Jangan berhenti pada satu titik dan selamanya berada pada titik itu. Jelajahilah kehidupan yang luas ini.

Buatlah berbagai perubahan untuk diri sendiri dan lingkungan sekitar. Hidup hanya sekali, beri target, berapa lama dalam satu posisi, setelah itu bergerak pada posisi lainnya. Pun dalam politik, jangan “maulak di luang satu”.(jejakrekam)

Penulis adalah Aktivis Forum Ambin Demokrasi

Mantan Ketua KPU Kota Banjarmasin

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.