Putusan Bawaslu Kalsel Terkait ‘Kampanye’ Kadisdikbud Dinilai Tak Memberikan Rasa Keadilan, Prof Hadin : Banyak Masyarakat Kecewa

0

VIRALNYA video berisi ajakan dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalsel Muhammadun agar memilih Partai Golkar pada Pemilu 2024 telah diputus Bawaslu Kalsel bukan sebagai pidana pemilu.

DALAM video berdurasi 1 jam 52 menit 41 detik itu, Kadisdikbud Kalsel, Muhammadun nekad mengenakan kaos oblong kuning serta mengajak para siswa dan guru untuk mencoblos Partai Golkar pada Pemilu 2024 di acara Job Fair dan Tasyukuran HUT ke-59 SMKN 3 Banjarmasin.

Bawaslu Kalsel menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan Kadisdikbud Kalsel Muhammadun, sehingga Bawaslu Kalsel hanya merekomendasikan masalah ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN.

BACA : Bawaslu Kalsel Dinilai Sengaja ‘Melumpuhkan Diri’, Dema Pospera: Abaikan Fakta, Tuna Keberanian

Terkait hal ini, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Hadin Muhjad mengatakan, dalam putusan Bawaslu atas kasus Muhammadun dari sudut hukum, dirinya dapat memahaminya, tetapi masyarakat umum banyak yang bertanya dan kecewa.

“Komentar mereka memang sebagian menganggap Bawaslu tidak bergigi dan sebagainya,” ucap Guru Besar FH ULM ini kepada jejakrekam.com, Sabtu (18/11/2023).

Memang, lanjut Hadin, secara faktual dengan bukti sempurna dimana ada perbuatan Muhammadun yang melakukan tindakan dalam status pejabat publik masuk dalam ranah politik pemilu yang memihak dan hukum dengan jelas melarang perbuatan itu.

BACA JUGA :  Hanya Rekomendasi, ‘Kampanye’ Kadisdikbud Kalsel Di SMKN 3 Disebut Gakkumdu Bukan Pidana Pemilu

Ia menyebut, banyak peraturan yang sudah dikeluarkan untuk menjaga netralitas ASN sementara tahapan pemilu sedang berjalan dan Bawaslu bertugas menjaga pemilu berjalan sportif.

Menurut Hadin, ketika kasus ini diperiksa dan diputus Bawaslu Kalsel bahwa perbuatan Madun benar terjadi tetapi Bawaslu Kalsel terbatas kewenangannya dan ada di lembaga lain yang menyelesaikannya.

“Pikiran Bawaslu dengan Sentragakumdu masuk dalam perspektif formal legalistik yang tidak memberikan keadilan bagi rakyat terutama partai lain yang keberatan,” tegasnya.

BACA LAGI :  ‘Kampanye’ Ala Kepala Disdikbud Kalsel Sudah Penuhi Unsur Pidana Pemilu Dan Pelanggaran Administrasi

Masih menurut Ketua STIH Sultan Adam Banjarmasin ini, dalam perkembangan hukum muncullah paradigma sebagian masyarakat yang paham hukum dan menginginkan adanya perubahan pola pikir penegak hukum agar dalam menegakkan hukum jangan hanya selalu mengacu kepada bunyi dan teks undang-undang.

Tetapi, lanjutnya diharapkan adanya terobosan cara berpikir yang lain karena hukum bekerja berdasarkan panduan sebuah peta yang disodorkan kepadanya. Peta tersebut, menentukan bagaimana suatu sistem hukum mempersepsikan fungsinya dan bagaimana selanjutnya hukum akan menjalankan pekerjaannya yaitu dengan pola hukum yang progresif.

Hadin menguraikan di dalam UU Pasal 283 menyatakan pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Kemudian, sebutnya, dalam struktur norma bila ada larangan dipastikan ada sanksi. Maka jika ketentuan pidana tidak ditemukan, maka dapat diberikan sanksi lain berupa sanksi administratif. “Siapa yang dapat memberikan sanksi administratif adalah dalam lingkungan pemerintahan sendiri,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Asykin
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.