Film Jendela Seribu Sungai dan Seberapa Banyak Penggunaan Bahasa Daerah; Banjar

0

KOLABORASI Radepa Studio dan Pemkot Banjarmasin menghelat gala premiere Film Jendela Seribu Sungai (JSS) di Studio XXI Duta Mall Banjarmasin, Senin (10/7/2023).

PENAMPILAN perdana film yang diangkat dari novel karya anak asli Banua dihadiri Walikota Ibnu Sina bersama Sekda Kota Banjarmasin Ikhsan Budiman dan pejabat Forkopimda Banjarmasin.

Sederet pemeran dan artis ibukota yang terlibat dalam film JSS berbiaya Rp 6,8 miliar memerihakan pemutaran film perdana berisi petualangan dan perjuangan anak dalam meraih cita-cita di bioskop terbesar di Banjarmasin.

Vokalis Radja Band, Ian Kasela yang menjadi pengisi atau penyanyi sound track resmi film JSS, menadmpingi aktor kawakan Mathias Muchus. Keduanya juga mendampingi pelajar SMP Negeri 7 Banjarmasin; Halisa Naura yang berperan sebagai Kejora dan M Dhiki Syafii yang berperan sebagai Ganang sebagai pemeran utama.

Sebelumnya, Greet Film JSS juga dihelat di kawasan Kota Lama Bandarmasih Tempo Doeloe, Senin (10/7/2023), sebelum nantinya film itu dirilis serentak pada 20 Juli 2023 mendatang.

BACA : Film Pangeran Antasari Membuka Epos Perang Banjar

Pada penayangan perdana di Studio XXI Duta Mall, tiket masuk film JSS ini dibanderol seharga Rp 50 ribu pada Senin (10/7/2023) pukul 20.45 Wita di Studio 9.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengakui ada semacam tren atau gairah untuk membikin film berbasis kearifan lokal di tengah dominasi film horor nasional yang membumi.

Di Kalsel, sebelumnya film Pangeran Antasari (2018) garapan PT Cahaya Kristal Media Utama dan Pemprov Kalsel. Kemudian, berlanjut lagi pada film Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (2023).

Selain film JSS milik Pemkot Banjarmasin, Pemkab Tanah Laut tak mau ketinggalan juga membuat film When Love Calls From the Bottom of Borneo (WLCFBB) pada 2023 ini. Film WLCFBB dibintangi aktor dan aktris nasional; Marcel Chandrawinata, Amara Angelica, Jamal Mirdad, dan Abun Hadi.

BACA JUGA : Usai Pemprov Kalsel Dan Pemkot Banjarmasin, Giliran Pemkab Tanah Laut Berencana Bikin Film Layar Lebar

“Ya, dari kecenderungan itu tampak apakah media film ini menjadi wahana promosi pariwisata atau budaya, laiknya film fenomenal Laskar Pelangi (2005) dari novel berjudul yang sama; Andrea Hirata. Nah, dalam film JSS apakah menonjolkan sisi itu, saya belum tahu karena belum nonton,” kata Nasrullah, terkekeh kepada jejakrekam.com, Jumat (14/7/2023).

Mahasiswa doktoral antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini dalam masa berbarengan sebenarnya selain film JSS, ada pula bermuatan lokal yang diproduksi. Seperti Mappacci dari Makassar, Sulawesi Selatan dan Onde Mande dari Padang, Sumatera Barat.

“Berbeda dengan film JSS, dua film itu justru menggunakan judul berbahasa daerah. Apakah setting film dari tiga pulau ini juga menonjolkan tiga kultur berbeda akan mengundang penonton secara nasional,” kata Antropolog media ini.

BACA JUGA : Pemprov Kalsel Tayangkan Revisi Film Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Di Studio XXI Banjarmasin

Jumpa pers antara artis dan pemeran film JSS bersama Walikota Banjarmasin Ibnu Sina serta rombongan dengan pengunjung Kota Lama Bandarmasih Tempo Doeloe. (Foto Prokom Banjarmasin)

—————

Ada beberapa pertanyaan dari Nasrullah. Yakni, seberapa banyak bahasa lokal yang digunakan sepanjang tayang film itu, seperti  bahasa Banjar  pada film Jendela Seribu Sungai, bahasa Bugis/Makassar untuk film Mapacci, dan Bahasa Minang untuk Film Onde Mande.

“Nah dari tiga judul itu, agaknya dua film yang secara percaya diri menggunakan bahasa daerah sebagai judulnya,” kata intelektual muda Hapakat Bakumpai ini.

BACA JUGA : Butuh Uluran Tangan, Ketika Garapan Film Sineas Banua Masih Terkendala Finansial

Menurut Nasrullah, kekuatan bahasa daerah dalam film tersebut baik dalam percakapan, atau ungkapan-ungkapan yang digunakan menunjukkan pada dua hal. Yakni, luasnya diaspora masyarakat dari daerah asal film tersebut dan populernya bahasa daerah tersebut di wilayah publik.

“Kedua mampukah film tersebut merebut perhatian penonton berasal dari kultur berbeda. Artinya, ada nilai-nilai universal yang diangkat dari lokalitas,” kata Nasrullah.

Ketiga, menurut dia, pertanyaan berikutnya setelah menonton tiga film tersebut, baru bisa diambil sebuah hipotesis.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2023/07/14/film-jendela-seribu-sungai-dan-seberapa-banyak-penggunaan-bahasa-daerah-banjar/
Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.