Cerita Akbar, Pengrajin Kumpang Pusaka yang Mendapat Orderan dari Pulau Jawa dan Bali

0

SENJATA tajam khususnya parang atau pisau, termasuk mandau tanpa sarung atau kumpang dalam bahasa Banjar seperti tak lengkap atau sempurna.

KEHADIRAN pandai besi segaris lurus dengan pengrajin kumpang atau sarung. Dalam tradisi masyarakat Banjar, orang yang menggeluti seni tradisi itu disebut Pengumpangan.

Pengrajin kumpang itu di antaranya adalah Muhammad Akbar (38 tahun). Pria asal Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar pun ikut dalam Festival Parang 2023 yang baru saja dihelat di halaman Museum Wasaka, Kampung Kenanga, Banjarmasin, Minggu (25/6/2023).

Akbar bercerita para pencinta senjata tajam seperti keris, parang, mandau, pisau dan lainnya selalu ingin mencari sarung yang khas.

BACA : Menggali Ilmu Taguh dalam Tradisi Masyarakat Banjar

“Apalagi, jika senjata itu bernilai seni pusaka dan warisan, tentu sarung atau kumpang juga ikut menentukan nilai estetika dari senjata itu,” kata Akbar kepada jejakrekam.com, belum lama tadi.

Menurut dia, bahan untuk pembuatan kumpang itu dar berbagai macam jenis kayu, termasuk untuk bagian hulu atau pegangan senjata tajam.

“Seperti kayu kopi hitam jika dibentuk dan diukir dengan baik dan rapi akan menambah pamor senjata. Yang pasti, bahan kayu berkualitas sangat berpengaruh terhadap senjata,” ucap Akbar.

Dirinya menggeluti usaha kumpang atau menjadi pengumpangan karena hanya hobi, ternyata lambat laun terus berkembang seiring banyaknya orderan dari para pemilik senjata tajam.

BACA JUGA : Ritus Daur Ulang dan Ilmu Huruf; Wafak dan Rajah dalam Tradisi Masyarakat Kalimantan Selatan

“Biasanya, mereka minta dibikinkan kumpang untuk mandau, parang, pisau dan lainnya. Saya sendiri belajar bikin kumpang dari orangtua, kini saya sudah menggelutinya cukup lama bahkan sudah belasan tahun,” ucap Akbar.

Dari kerja payahnya, Akbar pun mendapat upah cukup menjanjikan. Dia mencontohkan untuk pembuatan kumpang, jika bahan kayunya dari kayu jati atau gahari harganya lebih mahal mencapai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta lebih.

“Ukuran kumpang juga tergantung ukuran lebar dan panjang dan bahan bakunya. Kalau mahal, ya bisa ongkosnya sampai Rp 3 juta,” kata Akbar.

BACA JUGA : Mandau; Identitas Etnik Dayak sebagai Simbol Pejuang di Tanah Borneo-Kalimantan

Sedangkan,menurut Akbar, jika bahan bakunya seperti kayu sawo dan kayu lainnya yang mudah dicari dengan kisaran harga Rp 250 ribu lebih.

“Pelanggan kami juga ada di luar daerah Banjarmasin dan Kalsel, bahkan dari provinsi lain. Termasuk ada permintaan dari Pulau Jawa dan Bali. Untuk mengerjakan pembuatan kumpang atau sarung itu, paling cepat selesai satu minggu atau paling lama sebulan,” imbuh Akbar.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.