Ritus Daur Ulang dan Ilmu Huruf; Wafak dan Rajah dalam Tradisi Masyarakat Kalimantan Selatan

0

WAFAK dan rajah atau jimat sangat kental dalam kehidupan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Sentuhan Islam saat memengaruhi tradisi kehidupan masyarakat Banjar, terkait dengan keyakinan adanya kekuatan supranatural.

KEKUATAN itu bisa untuk kekebalan (taguh), disegani orang lain dan lainnya dari wafak dan rajah yagn dipakai para pengguna dari para pembuat yang diyakini memiliki kelebihan di tengah masyarakat Banjar.

Ketua Dewan Kesenian Kota Banjarmasin, Hajriansyah mengakui wafak yang menjadi bagian dari tradisi masyarakat Banjar sangat kental dengan ilmu rahasia, terutama huruf dan angka Arab Hijaiyah.

“Ilmu rahasia huruf Arab ini bagian dari khazanah pengetahuan tawasuf. Bahkan, Imam at Tarmizi, seorang sufi abad 3 Hijriyah menyatakan bahwa semua ilmu terangkum dalam ilmu huruf,” ucap Hajriansyah dalam seminar Wafak dan Budaya Banjar Kalimantan Selatan di Museum Waja Sampai Kaputing, Kampung Kenanga, Sungai Jingah, Banjarmasin, Rabu (12/10/2022).

BACA : Barajah Dan Bawafak, Kesaktian Kertas Kusam Bersimbol Ayat Alquran

Dia menangkap fenomena penulisan dan pemakaian wafak sebagai jimat dengan berbagai khasiat yang diyakini para pengguna berkembang di era Kesultanan Banjar. Bahkan, wafak pun menjadi bagian dari ‘pakaian’ para pejuang dalam melawan penjajah kolonial Belanda, baik di masa perang Banjar maupun revolusi di Kalimantan Selatan.

Baju barajah yang penuh tulisan wafak atau huruf dan angka Arab yang dipamerkan di Museum Wasaka Banjarmasin. (Foto Didi GS)

“Jadi, penggunaan ilmu huruf itu menjadi media dakwah maupun sugesti psikologis manusiawi, terutama para sufi. Sebab, di peradaban Islam di Timur Tengah hingga menjalar ke Nusantara, sudah mengenal wafak,” tutur mahasiswa doktoral UIN Antasari Banjarmasin ini.

BACA JUGA : Ini Lima Metode ‘Batambaan’ Pengobatan Tradisional Masyarakat Banjar

Dalam makalah setebal 5 halaman itu, Hajriansyah pun memaparkan keberadaan wafak dalam kajian budaya, khususnya bagi masyarakat Banjar.

“Seperti pendapat Alfani Daud dalam buku Islam dan Masyarakat Banjar menyitir bahwa ritual-ritual mistik yang ada dalam masyarakat Banjar itu terkait dengan ritus daur hidup, dari kelahiran, perkawinan dan kematian,” tutur owner Kampung Buku (Kambuk) Banjarmasin ini.

Sementara itu, tim peneliti; Nurmaulidiani Awaliyah, Rendra, Muhammad Andre Iskandar, Muhammad Rahmadi dan Anton Budhiono dari Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Kalsel memaparkan dalam makalahnya Ragam Wafak dalam Masyarakat di Kalsel.

BACA JUGA : Menggali Ilmu Taguh dalam Tradisi Masyarakat Banjar

Diwakili peneliti Nurmaulidiani Awaliyah yang akrab disapa Lidya Mentaya ini mengungkapkan dalam pembuatan wafak di Kalsel, sedikitnya ada 6 kitab yang jadi rujukan. Yakni, Kitab Al-Aufak, Syamsul Ma’arif, Abu Ma’syar Al Fali, Mambaul Ushul Hikmah, Taj Al Muluk (Tajul Muluk) dan Mujarobat Day Robbi.

“Wafak biasanya berisi antara lain nama nabi, nama malaikat, Asmaul Husna, huruf dan angka Arab, Lam Jalalah, ayat Kursi, Khatamul Quran serta simbol atau lambang. Ditemukan pula wafak yang disandingkan dengan gambar tokoh-tokoh pewayangan. Ini biasanya disebut dengan tambang liring. Ini kami temui di Banjarmasin, Barito Kuala dan daerah Hulu Sungai,” tutur Lidya.

BACA JUGA : Alquran dan Tradisi Lisan Masyarakat Banjar

Menurut dia, media yang dipakai untuk membuat atau menulis wafak di antaranya kertas, kain, logam, kulit, daun, kayu, alat musik, gagang pegangan senjata atau hulu senjata, alat permainan dan takaran padi (gantang banih).

Mengenai ragam wafak, Lidya dan kawan-kawan dari hasil risetnya menyebut ada 21 jenis. Yakni, wafak panca merah, andarun, sulaiman, cemeti (kacamati), khalisah (perkasih), saifi (kepahlawnan), nubuah, pengobatan (paurutan, singgugut, sawan dan lainnya).

Kemudian, ada pula wafak kasugihan (kekayaan), panarang hati (penerang hati), kewibawaan, keselamatan, pembenci, berdagang, kariau (pemanggil), pemelihara kebun (dari gangguan hama, pencurian dan sebagainya), wafak agar anak mau menyusui, wafak agar anak tak kencing di tempat tidur, wafak agar anak tidak memakan tanah, wafak mengalihkan hujan, wafak sangu mati, dan tambang liring.

BACA JUGA : Pohon Jingah dalam Hikayat Banjar, dari ‘Kajingahan’ dan Tradisi yang Mewarnai (2-Habis)

Dalam hasil penelitian Lidya Mentaya dan rekan yang akan dibukukan itu juga ditemukan adanya berbentuk simbol atau tanda.

“Simbol atau tanda itu disebut dengan cacak burung. Bagi masyarakat Meratus di Kalsel menyebut cacak burung sebagai tanda kapur atau tanda balian. Dalam bahasa Balian, disebut dengan tanda sari atau tanda salaka. Biasanya, berbentuk tanda positif atau tambah (+) yang digambar dengan menggunakan kapur sirih. Karenanya, disebut juga dengan tanda kapur,” papar Lidya.

Diskusi wafak dan rajah Banjar gelaran AAI Kalsel dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalsel di Museum Wasaka Banjarmasin. (Foto Didi GS)

BACA JUGA : Cerita Jingah, Pohon yang Dikeramatkan dan Saksi Bisu Eksekusi Mati

Dari segi kegunaan wafak dan rajah di Kalsel, Lidya mengungkapkan setiap wafak diyakini memiliki kegunaan berbeda. Ambil contoh, wafak untuk perkasih atau penglaris. Ada pula memiliki kegunaan yang banyak sekaligus misalnya untuk perkasih, pirunduk, penglaris,kewibawaan, pelindung diri dan sebagainya.

BACA JUGA : Tergerak Beratib Beamal, Gusti Zaleha Angkat Senjata Lawan Kolonial Belanda (2)

“Saat ini, teridentifikasi para pembuat wafak di Kalsel, tersebar di Kabupaten Banjar, Tapin dan daerah Hulu Sungai. Sementara, di Barito Kuala, ditemukan pembuat tambang liring. Ada pula, wafak ini dibeli di makam-makam keramat dan toko-toko souvenir,” pungkas Lidya.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2022/10/15/ritus-daur-ulang-dan-ilmu-huruf-wafak-dan-rajah-dalam-tradisi-masyarakat-kalimantan-selatan/,kain wafak,rajah disegani lawan kitab syamsul maarif,tulisan arab rajah pelindung diri,wafak
Penulis Iman Satria/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.