Dosen Universitas Sari Mulia Banjarmasin Kembangkan Prototipe Insinerator Limbah Medis

0

LIMBAH medis banyak dihasilkan dari fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, dan praktik mandiri tenaga kesehatan. Apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak buruk bagi manusia, lingkungan hidup, dan makhluk hidup lainnya.

BEBERAPA kelompok manusia yang rentan terkena penyakit menular dari limbah medis yang terinfeksi adalah tenaga kesehatan itu sendiri, pasien, dan masyarakat sekitar.

Timbunan sampah medis dapat membahayakan lingkungan sekitar, karena adanya risiko infeksi dari mikrobiologi dan virus.

Fasilitas kesehatan yang telah melakukan pengelolaan limbah medis padat dengan tepat dan sesuai masih sangat sedikit, semakin memperbesar resiko gangguan kesehatan bagi pasien, petugas, dan masyarakat sekitar.

Saat ini pengolahan limbah medis di fasilitas pelayanan kesehatan masih bisa dimaksimalkan. Hal ini dikarenakan pelayanan dari petugas pengelolaan limbah yang kadang tidak teratur sehingga terjadi penumpukan limbah medis.

Pada saat ini, pengelolaan limbah medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pada tahap pemilahan jenis limbah. Hal ini diakibatkan karena terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki untuk melakukan proses lanjutan setelah pemilahan limbah medis.

Pengolahan limbah medis padat saat ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengambilan, transportasi, pengolahan limbah medis padat, dan sanitary landfill.

Salah satu pengolahan limbah medis padat adalah yaitu insinerator.

Prinsip kerja insinerator adalah mensuplai udara dan bahan bakar yang banyak ke dalam ruang bakar, sehingga mencapai temperatur ruang bakar yang dipersyaratkan, dan dapat membakar limbah medis yang dimasukkan.

Sisa hasil pembakaran berupa gas buang dan abu perlu diberi perlakuan, agar aman dibuang ke lingkungan, seperti uji emisi dan uji toksisitas.

Universitas Sari Mulia, sebagai lembaga pendidikan tinggi yang sudah lama berkecimpung dalam bidang kesehatan, dengan tim yang terdiri dari dosen Teknik Industri, Keperawatan, dan Kebidanan, yakni Muhammad Rizali , Ika Friscila dan Muhammad Arief Wijaksono mengembangkan prototipe Teknologi Tepat Guna (TTG) berupa insinerator.

TTG yang akan diterapkan kepada masyarakat adalah insinerator berbahan bakar biomassa arang dan kayu limbah, yang dicelupkan terlebih dahulu ke minyak tanah atau bensin.

Limbah medis dimasukkan ke ruang bakar, serta biomassa arang dan kayu limbah dimasukkan ke dalam ruang bahan bakar, kemudian dinyalakan dengan obor/lighter gas.

Udara bertekanan dialirkan ke dalam alat dengan blower, sehingga terjadi pembakaran yang lebih besar. Asap hasil pembakaran sebelum dibuang ke lingkungan, perlu disaring terlebih dahulu.

Tahapan penerapan TTG kepada masyarakat, dari tahap awal identifikasi kebutuhan, sampai dengan penerapan TTG.

Tahapan desain meliputi identifikasi kebutuhan mitra, yang kemudian dijadikan dasar untuk merancang desain yang cocok untuk digunakan.

Tahapan manufaktur, meliputi pembuatan dan perakitan alat, hingga tahap uji coba operasional alat.

Tahapan terakhir, yaitu tahapan aplikasi, yaitu pelaksanaan pengolahan limbah medis dari fasilitas kesehatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan mitra, fasilitas kesehatan, didapatkan bahwa limbah medis yang perlu diproses adalah berupa APD (sarung tangan, masker, dan celemek), berbahan dasar kain, karet, dan plastik), bahan penyerap cairan (popok, underpad, tisu, kain), dan kemasan obat (alat suntik, botol injeksi, kemasan obat minum, dan lain sebagainya).

Berdasarkan pengamatan dan wawancara maka dapat diperkirakan volume ruang bakar yang diperlukan. Yaitu diasumsikan diameter plastik sebesar 40cm, sehingga untuk dapat memuatnya, maka dirancang ruang bakar insinerator dengan ukuran penampang 40x40cm, tinggi ruang bakar 60cm, tinggi keseluruhan 160cm.

Pada percobaan alat dengan menggunakan bahan bakar kayu yang direndam minyak tanah seberat 200g, dan arang 250g, Menghasilkan nyala api selama 30menit. Temperatur ruang bakar berkisar antara 350-450°C. Temperatur dinding insinerator berkisar 100-200°C.

Dari percobaan dilihat bahwa insinerator belum bisa membakar habis limbah medis basah. Oleh karena itu insinerator ini bisa digunakan sebagai sistem pengolahan awal limbah medis, yang dapat dilanjutkan dengan pengolahan lebih lanjut dengan tingkat kalor yang lebih tinggi.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.