Jadi PR Pemerintah, Angka Stunting Warga Kalsel Masih di Atas Rata-rata Nasional

0

STUNTING atau masalah gizi kronis di Kalimantan Selatan masih menjadi PR yang harus ditangani Pemprov Kalsel.

MENGACU data hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Kalsel tahun 2021 masih berada di atas rata-rata nasional. Menempati urutan ke-6 tertinggi di Indonesia dengan angka 30 poin.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar dalam Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Galaxy Hotel Banjarmasin, Senin (21/3/2022).

Roy juga memaparkan, berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.

Meski prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, namun mengingat target nasional sebesar 14 persen di tahun 2024, maka penanganan stunting ini harus menjadi prioritas bersama.

“Ini tidak bisa dipandang sebelah mata, kita tidak boleh mengendurkan upaya pencegahan dan penanganan stunting,” ujarnya.

BACA JUGA: Dirjen Bina Bangda Sosialisasikan Penurunan Stunting dan Pengendalian Inflasi

Mengingat pentingnya penanganan stunting di Kalsel, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) diharapkan Paman Birin harus bergerak segera. Rencana aksi harus difokuskan pada kantung-kantung stunting yang ada di kabupaten dan kota di Kalsel.

“Ada 5 kabupaten dengan angka stunting lebih tinggi dari rata – rata provinsi, yaitu Kab Tanah Laut, Balangan, Barito Kuala, Tapin, dan Kab Banjar,” tambahnya.

Sementara Ari Dwikora Tono, selaku Inspektur BKKBN dalam kegiatan tersebut menyampaikan, BKKBN diberi amanah oleh Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72/2021.

Melalui sosialisasi RAN PASTI ini, dapat memberikan penjelasan secara komprehensif kepada para pemangku kepentingan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa.

“Jumlah penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda yang baru berkeluarga dan yang akan berkeluarga. Tahun 2025 hingga 2035 adalah puncaknya bonus demografi sehingga kita tidak boleh lengah akan potensi lahirnya bayi-bayi stunting. Stunting bisa dicegah asalkan kita semua berkonvergensi untuk mengatasi persoalan itu,” ungkapnya.

BACA JUGA: Pernikahan Usia Anak di Batola, Tertinggi di Kalsel, Karli : Mensosialiasikan Perda Jadi Tugas DPRD…

Dalam sosialisasi ini, Ari Dwikora Tono, menguraikan penjelasan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa.

Menurut Ari, BKKBN menyadari peran keluarga begitu sangat strategis sehingga patut disematkan sebutan keluarga sebagai tiang negera. Keluarga yang sehat, produktif dan memiliki kualitas dipastikan akan memiliki bayi-bayi yang sehat pula.

Stunting merupakan sebuah kondisi gagal pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, infeksi berulang, serta stimulasi psikososial yang tidak memadai terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan sang anak.

Stunting ditandai dengan pertumbuhan yang tidak optimal sesuai dengan usianya. Anak yang tergolong stunting biasanya pendek walau pendek belum tentu stunting serta gangguan kecerdasan.

Probematika stunting akan menyebabkan kesenjangan kesejahteraan yang semakin buruk bahkan stunting dapat menyebabkan kemiskinan antar generasi yang berkelanjutan. (jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.