Polemik BPJS Tengah Jadi Sorotan, Ombudsman Kalsel Sarankan Layanan Diperbaiki

0

ADANYA peraturan yang keikutsertaan masyarakat dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk bisa mendapat pelayanan publik tengah menjadi sorotan.

SEHINGGA, bagi warga yang ingin membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), STNK, melaksanakan ibadah Haji atau Umrah, bahkan jual beli tanah harus memiliki kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat.

Pasalnya, hal tersebut tertera dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

BACA : Kembali Ke Zaman Baheula, Antrean Mengular Di Loket BPJS RSUD Ulin Banjarmasin Dikritik

Presiden melalui instruksi yang dikeluarkan pada 6 Januari 2022 itu meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menyempurnakan regulasi untuk pemohon SIM, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) menyertakan syarat kartu BPJS Kesehatan.

Kepala Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan (Kalsel), Hadi Rahman menilai, hubungan antara kepesertaan BPJS Kesehatan dengan berbagai produk pelayanan publik, seperti layanan pertanahan, haji, umrah, SIM dan STNK, perlu diperjelas kaitannya.

“Kemungkinan ini dalam rangka menambah kepesertaan, namun yang terpenting adalah upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan,” ungkapnya saat dihubungi awak media melalui pesan singkat, Minggu (20/2) siang.

BACA JUGA : Ombudsman Kalsel: PTM Harus Utamakan Kesehatan Dan Keselamatan Bersama

Bukan tanpa alasan, menurutnya, sampai saat ini keluhan-keluhan dari masyarakat maupun fasilitas kesehatan (faskes) masih ada. “Bahkan beberapa diantaranya jadi laporan atau pengaduan masyarakat,” ungkapnya.

Oleh karenanya, ia menegaskan, bahwa yang patut menjadi fokus adalah pelayanan BPJS Kesehatan yang semakin berkualitas dan bermanfaat.

Kemudian, catatan yang diberikan Hadi terkait kebijakan tersebut juga menyinggung soal Undang-undang (UU) terkait pelayanan publik.

Dijelaskannya, dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun dan menetapkan standar pelayanan dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait yang menjadi pengguna layanan, termasuk pemerhati, praktisi, akademisi dan tokoh masyarakat.

Standar pelayanan tersebut meliputi 14 komponen, salah satunya adalah persyaratan.

“Artinya ketika mensyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan untuk memperoleh pelayanan publik agar mendengarkan dan memperhatikan pula aspirasi berupa masukan, pendapat atau tanggapan dari masyarakat sesuai proses atau tata cara penyusunan standar pelayanan yang berlaku,” paparnya.

Selain itu, ia mengatakan. Bahwa dalam mengakses layanan publik, masyarakat tentu menginginkan yang mudah dan cepat.

Hal itu sesuai salah satu asas penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.

“Jadi jangan sampai kebijakan baru BPJS Kesehatan ini malah memperlambat dan mempersulit masyarakat yang ingin mendapat layanan publik, khususnya bagi mereka yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Akhmad Faisal
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.