Kaji Epistemologi Al-Ghazali, UIN Antasari Kehilangan Guru Besar Tasawuf, Prof Asmaran

0

INNA lillahi wa inna ilaihi raji’un. Keluarga besar UIN Antasari Banjarmasin berduka. Guru besar ilmu tawasuf Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Prof Dr H Asmaran tutup usia pada Minggu (17/10/2021) malam sekira pukul 23.45 Wita.

SEBELUM menghembuskan napas terakhir, sang profesor tasawuf ini sempat dirawat di RS Bhayangkara Banjarmasin. Jenazah Prof Asmaran pun dishalatkan di rumah duka Komplek Bintang Mas Residence 2 Nomor 93 Kelurahan Pekapuran Raya, Jalan AMD Besar, Senin (18/10/2021) sekitar pukul 09.30 Wita. Selanjutnya, jenazah dimakamkan di Dalam Pagar Martapura

Rektor UIN Antasari Prof Dr Mujiburrahman bercerita panjang lebar sosok Prof Asmaran, ketika masih menjadi mahasiswa di Fakultas Ushuluddin hingga melanjutkan studi doktoral (S3).

“Waktu itu, saya tidak sempat bertemu dan berguru padanya. Saya baru lebih mengenalnya setelah saya pulang dari Belanda dan beliau terpilih menjadi Dekan Ushuluddin, sementara saya menjadi Pembantu Dekan 1. Selain menjadi Dekan, beliau juga pernah menjadi Direktur Pascasarjana dan Ketua LPM,” tulis Mujiburrahman dalam akun facebooknya dikutip jejakrekam.com, Senin (18/10/2021).

Mujiburrahman mengatakan sesuai dengan kepribadiannya yang tenang, Prof Asmaran mendalami kajian tasawuf, mengajarkan dan mengamalkannya. Dia mengajar tasawuf di kampus dan berbagai majelis taklim di masyarakat. Bukunya tentang Pengantar Studi Tasawuf cukup laku dan banyak dirujuk. Tulisannya sederhana dan lancar.

BACA : Datu Kandang Haji, Pengasas Pendidikan Islam Tertua Tanah Banjar

“Seperti kebanyakan sufi di Indonesia, Pak Asmaran sangat Ghazalian. Disertasinya pun tentang epistemologi al-Ghazali. Namun sebagai akademisi, dia juga mengkaji tasawuf filosofis dan fenomena pseudo-sufisme di masyarakat,” ucap guru besar humaniora ini.

Meskipun tenang, kata Mujiburrahman, sosok Prof Asmaran juga suka melontarkan humor. Tak jarang dalam rapat yang serius, tiba-tiba meledak tawa gara-gara humor yang dilontarkannya.

“Saya mengingat banyak humor darinya. Salah satunya tentang Prof. Mukti Ali, yang waktu mengajar di Pascasarjana Yogyakarta, sering membikin para mahasiswa deg-degan dan takut. Pasalnya, dia sering menunjuk mahasiswa di kelasnya untuk membaca teks buku ilmiah berbahasa Inggris dan menerjemahkannya. Sudah maklum, tidak semua mahasiswa pandai bahasa Inggris,” bebernya.

BACA JUGA : Jabat Rektor Periode Kedua, Ini Misi Prof Mujiburrahman Bikin UIN Antasari Unggul dan Berakhlak

Menurut Mujiburrahman, suatu hari, seorang mahasiswa diminta Pak Mukti membaca teks bahasa Inggris. Dia pun membaca sekenanya, tidak sesuai cara pengucapan yang benar. Pak Mukti marah. “Kenapa kamu membaca begitu?” hardiknya. Si mahasiswa yang gugup menjawab, “Itu qiraat sab’ah, pak.” Semua yang hadir tertawa, dan Pak Mukti juga tertawa, tidak marah lagi. “Begitu cerita Pak Asmaran,” kata Mujiburrahman.

Di mata dia, masih asih banyak lagi kenangan dengan beliau. Yang pasti, kami merasa kehilangan seorang pribadi yang mengesankan. “Selamat jalan, semoga amal jariyahmu terus mengalir dan hidupmu damai di alam sana,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Rahm Arza
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.