Kasus Dugaan Salah Tangkap Aktivis HMI Diusut Polda Kalsel, Polisi Diminta Transparan

0

LAPORAN dugaan salah tangkap yang dilayangkan Pengurus Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalselteng ke Polda Kalsel masih ditelusuri pihak kepolisian. Kabar teranyar, bidang propam sudah memanggil polisi yang bersangkutan untuk diperiksa.

DIKETAHUI, seorang aktivis HMI bernama Muhammad Rafi’i ditengarai menjadi korban salah tangkap polisi, pada Rabu (8/9/2021) di kawasan Jalan Lingkar Walangsi-Kapar, Desa Banua Budi, Barabai, HST.

Oleh aparat, ia dicurigai terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor di Hulu Sungai Utara dan diboyong ke Polres HST terlebih dahulu untuk pemeriksaan awal.

Ketua Umum Badko HMI Kalsel, Zainuddin, menyatakan bahwa rekannya sempat mendapat tindakan kekerasan, dan dikabarkan terpaksa mengakui tuduhan terlibat dalam pencurian kendaraan bermotor. Hal itu ia dapatkan dari pengakuan Rafi’i.

Menurut Zainuddin, dugaan salah tangkap tersebut makin terendus saat rekannya dibawa lagi ke Polres HSU pada Kamis (9/9/2021). Di sana, Rafi’i menceritakan kepada petugas Polres HSU bahwa ia terpaksa mengaku saat diinterogasi sebelumnya.

Beruntung, rekannya tersebut dibebaskan dengan alasan ada pihak yang menjamin. “Rafi’i dijemput oleh rekan dan keluarganya,” kata dia.

BACA JUGA: Div Propam Polri Gelar Operasi Gaktibplin di Polda Kalsel untuk Minimalisir Pelanggaran

Zainuddin meminta, pihak Bidang Propam Polda Kalsel melakukan penanganan atas dugaan salah tangkap tersebut, dan berharap agar oknum petugas yang diduga salah tangkap tersebut bisa ditindak jika memang terbukti melakukan kesalahan.

Insiden tersebut menurutnya sempat dikira oleh warga sekitar penangkapan tersangka tindak pidana peredaran narkoba. “Karena saat kejadian itu, sempat ada tembakan peringatan yang membuat warga sekitar berdatangan,” papar Zainudin.

BACA JUGA: Ada Kekeliruan, Polisi Ralat Ucapan soal Penetapan Tersangka Dua Aktivis Mahasiswa Banjarmasin

Kabid Humas Polda Kalsel saat dihubungi melalui telpon mengatakan, pihaknya tegas melakukan pemeriksaan kasus tersebut. Pihaknya juga sudah memanggil panggil anggota diperiksa di Polda Kalsel.

“Namun kita tunggu dulu perkembangan di lapangan, dan kita perlu keterangan dari saksi-saksi di lapangan,” kata Rifai saat dikonfirmasi jejakrekam.com, Senin (13/9/2021).

“Kalau betul itu salah tangkap kita akan proses dengan tegas, makanya kasus ini langsung kita ambil alih ke Propam Polda Kalsel,” tegasnya.

Praktisi Hukum: Harus Jadi Atensi Kapolri

Praktisi hukum dari Borneo Law Firm, M Pazri, turut menyoroti adanya dugaan salah tangkap oleh polisi di hulu sungai. Menurutnya, jika benar demikian, maka ada penyimpangan prosedur dan mengabaikan landasan hukum dari aparat.

Pazri menyatakan, kejadian salah tangkap atau menangkap orang yang bukan pelaku kejahatan bukan hanya terjadi kali ini. Berdasarkan catatan Kontras pada periode Juli 2020 – Mei 2021 saja salah tangkap 12 kasus. Dan terdapat 80 kasus penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia telah terjadi di Indonesia.

“Ini harus menjadi diatensi Kapolri dan Kapolda Kalsel evaluasi bersama dan total bagi kepolisian dalam mewujudkan polisi promoter atau profesional, modern dan terpercaya di Banua,” ujarnya.

BACA JUGA: Merasa ‘Diperas’ Oknum Polisi, Para Pelangsir BBM Lapor ke Polda Kalsel

Dalam menjalankan tindakan kepolisian termasuk penangkapan, aparat kepolisian harus berpatokan pada Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP ini secara jelas termaktub dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana, disingkat KUH Acara Pidana, Pasal 17 KUHAP), Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Standard HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian dan Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyelidikan Tindak Pidana (Pasal 33 Jo Pasal 37).

Setiap polisi menangkap ada syaratnya yaitu harus memiliki surat tugas, ini dijelaskan secara detail tentang pelanggaran pasalnya apa, terkait siapa, harus ada surat perintah, ada bukti permulaan yang cukup, hanya dilakukan pada yang betul-betul (diduga keras) melakukan tindak pidana dan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Itu syarat, wajib menjadi pedoman, mekanisme, tata cara prosedur, itu norma jadi harus ditaati dalam proses penyelidikan atau penyidikan di lapangan.

“Harus ada sanksi tegas bagi para oknum polisi yang melakukan salah tangkap, tidak hanya sanksi disiplin namun dapat dikenakan sanksi pidana apalagi sampai melakukan penganiayaan kepada orang yang salah tangkap,” katanya.

BACA JUGA: Komnas HAM Warning Jika ‘Polisi India’ Diturunkan Berpotensi Langgar HAM

“Saatnya polisi juga mengubah aturan pengenaan sanksi pidana bagi anggota yang salah tangkap tidak hanya sanksi disipilin yang dikenakan untuk keadilan dan kepercayaan publik serta dalam proses terhadap anggotanya juga transparan mengusut sampai tuntas,” tambah Pazri.

Selain itu, Pazri meminta ke depan kasus dan permasalahan masyarakat harus ditangani dengan pendekatan kultural dan sosial, tidak saatnya lagi dengan kekerasan.

“Hal ini dimaksudkan pula agar polisi dalam bertugas lebih profesional, lebih hati -hati, teliti dan memiliki bukti yang valid, bukan asal tangkap dan tidak terulang lagi,” pungkasnya. (jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.