Komnas HAM Warning Jika ‘Polisi India’ Diturunkan Berpotensi Langgar HAM

1

PELIBATAN ‘polisi India’, istilah untuk anggota Satpol PP Kota Banjarmasin yang dibekali rotan berukuran lebih dari 1 meter demi suksesi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dikritik banyak pihak.

ALASAN Plt Kepala Satpol PP dan Damkar Kota Banjarmasin Ichwan Noor Chalik untuk menerjunkan personel yang bersenjata rotan itu, karena dipicu tidak patuhnya warga terhadap aturan PSBB. Padahal, sudah dikuatkan dalam Peraturan Walikota (Perwali) Banjarmasin Nomor 33 Tahun 2020.

“Masih banyak warga yang bandel tidak pakai masker, saat berkendaraan di jalan. Termasuk, saat pemberlakuan jam malam, makanya saya siap menurunkan ‘polisi India’,” cucap Ichwan Noor Chalik kepada awak media, saat memantau pelaksanaan PSBB hari pertama di Terminal Km 6 Banjarmasin, Jumat (24/4/2020).

BACA : Akui Tak Berdasar Hukum, Plt Kepala Satpol PP Banjarmasin Sebut ‘Polisi India’ Dibutuhkan Saat PSBB

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Banjarmasin ini mengaku telah membekali anak buahnya dengan sebilah rotan untuk menegakan aturan jam malam terhitung sejak Jumat (24/4/2020) hingga Kamis (7/5/2020) mendatang, sejak pukul 21.00-06.00 Wita.

Wacana yang dilontarkan Ichwan ini pun menuai kontroversi. Ada yang pro, namun banyak pula yang kontra atas pelibatan ‘polisi India’  menggambarkan petugas yang memukul dengan rotan bagi pelanggar aturan.

“Tapi ‘polisi India’ d isini tidak dimaksudkan untuk memukul orang, kami hanya sebatas pembinaan. Kecuali, ada yang sangat bandel baru kita beri pukulan kasih sayang. Tapi tidak untuk menyakiti dan sebagainya,” ucap Ichwan.

Ia memastikan anak buahnya nanti tidak akan melakukan kekerasan secara fisik.“Tidak ada pemukulan, karena saya paham hukum. Jadi tidak ingin melakukan pelanggaran hukum. Saya persiapkan rotan itu kecuali sangat darurat, itu pun tidak untuk memukul orang,” tegas Ichwan.

Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hairansyah mengingatkan penegakan hukum dalam pelaksanaan PSBB di Kota Banjarmasin harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

BACA JUGA : Ada Aturan Jam Malam Saat PSBB Banjarmasin, Sanksi Menanti Bagi Warga Bandel

“Kita sudah punya Peraturan Walikota Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan PSBB dalam rangka percepatan penanganan corona virus  disiase 2019 (Covid 19) di Kota Banjarmasin. Aturan tersebut adalah pedomannya, termasuk juga dalam pemberian sanksi. Perwali memang tidak boleh memuat sanksi pidana, sanksi pidana dikembalikan ke UU yang mengatur yaitu UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” tegas Ancah, sapaan akrab komisioner Komnas HAM ini.

Menurut dia, dalam Perwali Banjarmasin hanya memuat tindakan administratif yang bisa dilakukan untuk penegakan hukum bagi masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melanggar ketentuan PSBB.

“Dalam Perwali sangat jelas tindakan administratif itu apa saja. Dari berbagai jenis tindakan administratif tersebut tidak ada sanksi berupa pemukulan mengunakan rotan. Jadi, sebaiknya penggunaan rotan ditiadakan saja, masih banyak cara lain yang lebih humanis dengan teguran lisan, peringatan dan lain-lainnya,” tutur Ancah.

Mantan komisioner KPU Kalsel ini juga mengeritik jika benar ‘polisi India’ ala Kepala Satpol PP Banjarmasin itu dilibatkan, maka tidak sesuai dengan semangat kota ramah HAM yang hendak dibangun ibukota Kalsel ini.

“Bahkan, tidak punya landasan hukum yang kuat karena. Sebab, yang berhak k menggunakan instrumen ‘kekerasan’ dalam penegakan hukum hanya polisi. Itu pun harus mengikuti siracusa principle yaitu antara lain berdasar hukum, kebutuhan yang nyata pertanggungjawaban yang nyata. Atau, menggunakan prinsip proporsionalitas, suatu kebutuhan mendesak (necessity), absah secara hukum (lawfulness) dan akuntabilitas,” tutur Ancah.

BACA JUGA : Ini Acuan Penerapan PSBB Di Banjarmasin, Seperti Apa Bunyi Perwali 33/2020?

Diakui jebolan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini, jika penggunaan rotan itu hanya untuk menakut-nakuti, jelas tidak masalah. Hanya saja, Ancah sangsi justru pelaksanaan di lapangan, khawatir jika sampai ada yang menggunakan rotan hingga menciderai fisik para pelanggar PSBB.

“Ini bisa jadi masalah baru dan berpotensi melanggar HAM. Apalagi jika ada masyarakat yang melawan, bisa jadi chaos di masyarakat. Alih-alih kita ingin menyelesaikan masalah, justru malah memicu pertikaian,” imbuh mantan Direktur Eksekutif  Yayasan Dalas Hangit (Yadah) ini.(jejakrekam)

Penulis Didi GS/M Syaiful Riki
Editor Didi G Sanusi
1 Komentar
  1. Andi sufian berkata

    Buat plt satpol pp kota banjarmasin…..anda terlalu over acting….ingat ihtiar anda berhubungan dengan kuasa Allah…jr org banjar baingat sanak ae

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.