Ada 10 Alasan Ujung Murung dan Sudimampir Ditata, Pakar Tata Kota ULM Usul Terapkan Pendekatan Hibrid

0

RENCANA rebuilding (pembangunan kembali) kawasan retail terkemuka di Banjarmasin, Pasar Ujung Murung dan Pasar Sudimampir Baru, patut menjadi perhatian.

BAGI Akbar Rahman, akademisi yang doktor urban design (tata kota) lulusan Saga University Jepang ini, secara historis  Ujung Murung dan Sudimampir sudah menjadi pusat ekonomi sejak puluhan tahun silam, bahkan keberadaan pasar ini sudah menjadi land mark kota secara historis.

“Citra Ujung Murung dan Sudimampir dapat mencerminkan Kota Banjarmasin. Degradasi kualitas visual kawasan ini memberikan imej negatif terhadap pembangunan kota. Maka dianggap perlu untuk dilakukan penataan kawasan. Pilihan rebuilding di pasar ini sudah menjadi pilihan Pemkot Banjarmasin,” ucap Akbar Rahman kepada jejakrekam.com, Selasa (15/6/2021).

Akademisi Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat ini mengakui rebuilding salah satu pilihan alternatif yang dapat diambil dalam solusi desain arsitektur, jika bangunan lama sudah tidak layak huni hingga berkesan kumuh.

“Ini alternatif paling gampang dilakukan seorang arsitek untuk menghapus bangunan lama menjadi baru. Namun langkah ini bisa lemah, jika tidak memperhatikan hal-hal fundamental yang sudah mengakar puluhan tahun, secara fisik maupun non fisik,” paparnya.

BACA : Dirancang 8 Lantai, Ini Konsep Wajah Baru Pasar Ujung Murung-Sudimampir Baru

Menurut Akbar, permasalahan fisik seperti disinggung di atas, soal kelayakan bangunan, bangunan yang sudah tua tentu telah menurutu kualitas fungsi struktur yang dapat membahayakan keamanan penjual dan pengunjung pasar.

“Demikian juga keberadaannya memengaruhi visual kawasan kota yang semakin hari terdegradasi sehingga image kawasan semakin menurun. Sementara yang lebih pelik adalah persoalan non fisiknya, terkait hak kepemilikan lahan hingga historis kawasan. Ini membuat rebuilding Ujung Murung dan Sudimampir menjadi tidak mudah, apalagi jika menyangkut soal cost (biaya) pembangunan,” papar arsitek dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Selatan.

Akbar Rahman, Ahli Urban Desigen Fakultas Teknik ULM Banjarmasin

Menurut Akbar, bercampurnya berbagai persoalan di atas menjadikan proses perencanaan bisa menggunakan dua pola pendekatan yang harus dikolaborasikan. Yakni, top down dan button up.

Ia menyarankan mekanisme persuasif kepada pemilik lahan legal dan bangunan dikawasan ini harus dilakukan pemerintah. Di sisi lain, papar dia, pemilik lahan juga harus mengerti dan perlu diberi pemahaman akan pentingnya keberadaan Ujung Murung dan Sudimampir terhadap landmark kota Banjarmasin.

“Nilai lahan dan keberadaan pusat retail ini tidak hanya tanggung jawab pemilik lahan tapi juga tanggung jawab pemerintah dan warga kota karena telah menjadi ruang publik, keberadaannya telah menjadi tanggung jawab bersama,” urainya.

BACA JUGA : Aliansi Pedagang Kukuh Menolak Revitalisasi Pasar Ujung Murung-Sudimampir Baru

Akbar mengatakan tentu kita semua tidak ingin persoalan Pasar Sentra Antasari atau Pasar Hanyar terulang, ketika penataannya diberikan ke pihak ketiga, kurang maksimal hasilnya dan beberapa fungsi ruang tidak termaanfaatkan seperti terminal.

Menurut Akbar, dua pola pendekatan ini yang efektif dalah strategi hibrid. Strategi ini dijalankan dengan metode dua pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak secara sadar, jujur, terbuka dan penuh tanggung jawab.

“Strategi ini memang tidak mudah, karena perlu advokasi dan pemberdayaan serta melibatkan banyak unsur masyarakat, selain itu juga perlu waktu, namun harus terus dilakukan secara konsisten,” ucapnya.

Akbar menekankan pendekatan partisipatif ini pernah sukses dilakukan Jokowi saat menata pasar di Solo saat menjabat walikota, namun perlu 54 kali pertemuan hingga menemukan titik sepakat.

Ia mengurai setidaknya ada 10 alasan penting, mengapa penataan kawasan Ujung Murung dan Sudimampir diperlukan. Yakni, memengaruhi imej kota, memiliki nilai historis, pusat ekonomi kota sebagai kota perdagangan, komplek ruang publik, usia konstruksi bangunan, slum area, peremajaan dan peningkatan kualitas visual kawasan, kemudian meningkatkan pelayanan publik, memperbaiki infrastruktur kawasan dan terakhir meningkatkan kepedulian dan partisipasi publik terhadap ruang kotanya.

BACA JUGA : Dianggap Sudah Tak Layak Pakai, Pasar Ujung Murung-Sudimampir Baru Harus Segera Direvitalisasi

Akbar mengungkapkan dalam buku Kevin A. Lynch “The Image of The City” salah satu referensi utama ahli perencana kota, mengemukakan sedikitnya lima kriteria pembentuk image atau citra kawasan.

Dari 5 kriteria itu, papar dia, Lynch mengemukakan pentingnya pengelolaan ruang publik (public space). Dalam perundang-undangan di Indonesia, juga telah diatur tentang pengelolaan ruang publik seperti yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

“Undang-undang ini menjelasakan bahwa ruang publik berupa Ruang Terbuka Hijau Publik atau Ruang Terbuka Non Hijau Publik, yang secara institusional harus disediakan oleh pemerintah di dalam peruntukan lahan di kota-kota di Indonesia,” ucapnya.

Akbar menegaskan penataan hibrid kawasan dengan dua metode secara bersamaan diharapkan mampu mengangkat potensi masing-masing dengan memanfaatkan ruang publik untuk kebaikan bersama. Kebersamaan dalam penataan ruang publik sangat diperlukan agar dapat saling terbuka dalam mengenali masing-masing permasalahan sehingga dalam pengembangannya dapat ditemukan win-win solution.

BACA JUGA : Warning: Pasar Sudimampir Baru-Ujung Murung Perlu Sentuhan Komprehensif

“Selanjutnya, dapat menciptakan peluang ekonomi baru yang inovatif di era digital sehingga meningkatkan kesejahteraan warga kota. Peremajaan kawasan akan menjamin visual kota nan indah dengan memperhatikan aspek kenyamanan kota dan keselamatan konstruksi bangunan juga menjadi semakin baik, dari kondisi yang ada,” imbuhnya.

Masih menurut anggota Ikatan Ahli Bangunan Hijau Indonesia (IABHI) ini, penataan kawasan di era pandemi Covid-19 juga perlu memperhatikan aspek kesehatan dengan sistem infrastruktur yang mendukungnya.

“Pelibatan warga kota dalam penataan menjadi aspek button up sebagai pondasi strategi hibrid untuk meningkatkan partisipasi dan kepedulian, juga berlandaskan aspek demokrasi dalam memberikan masukan dan gagasan yang produktif,” urainya.

Terakhir, beber Akbar, penataan hibrid ini dapat dilakukan secara sederhana dengan mempertimbangkan segala pontensi yang hanya dapat dijangkau, namun tetap fokus pada goals yang berdampak besar.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.