Jejak Kepala (Tengkorak) Demang Lehman, Mencari Silsilah hingga Pembuktian Historis

0

LEMBAGA Studi Dayak-21 menghelat acara Focus Group Discussion (FGD) dalam upaya melacak jejak tengkorak Demang Lehman di ruang Madonna, Fave Hotel Banjarmasin, Jalan Jenderal Achmad Yani, Kilometer 2, Banjarmasin.

MENGHADIRKAN sembilan ahli di antaranya, yakni M. Z Ariffin Anis (Sejarawan), Nasrullah (Antropolog kajian Dayak Bakumpai dan Banjar), Prof Rizali Hadi (Peneliti Dayak-Ngaju), Setia Budhi (Antropolog, Zuriat Tumenggung Surapati), Taufik Arbain (Kesultanan Banjar), Wajidi (Sejarawan), Mansyur (Sejarawan), Irfan Noor (Peneliti UIN Antasari) dan Alexandra Binti (Sejarawan).

Mansyur memantik sejarah tentang Demang Lehman dari aspek silsilah (keturunan), teritorial (wilayah) dan beberapa kajian antropolog-sosiolog, serta post kolonialisme pada era perang Banjar di tahun 1859-1862. Fakta yang menyebutkan dipancung, Mansyur meragukan data yang ditelaahnya selama ini. Ia mengakui, kurangnya literatur yang benar-benar secara historis menyebutkan sejarah tersebut.

“Sebenarnya saya masih meragukan fakta yang menyebutkan kepala Demang Lehman dipancung. Data selama ini yang didapatkan dari buku-buku, dan temuan itu merupakan sumber-sumber lisan dari masyarakat. Fakta yang kita dapatkan masih rujukan sekunder, belum menandakan kebenarannya,” ucap sejarawan Mansyur kepada jejakrekam.com, Jum’at (19/3/2021).

BACA : Demang Lehman : Berpuasa dan Baca Quran di Antara Bayang Kematian

Ia mengungkapkan, identitas asli bernama Demang Lehman adalah Idies. Demang Lehman mendapat gelar sebagai Adhipattie Mangko Nagara. Perintah penangkapan Demang Lehman ini, kata Mansyur, sekitar awal bulan Februari tahun 1862, “Sewaktu ditangkap masih berusia muda, 30 tahun,” ujarnya.

Ada tiga tempat wilayah yang terjadi pertempuran yaitu Walangku, Kasarangan dan Pantai Hambawang. Kata Mansyur, tercatat pada 6-9 Oktober 1861 dan perundingan 30 Januari 1862.

“Catatan sejarah, medan pertempuran di sekitar Banua Lima dibawah pimpinan Tumenggung Jalil, Kiai Adipati Anom Dinding Raja. Medan kedua dibawah pimpinan Demang Lehman, yang kemudian pada medan ketiga dipimpin oleh Pangeran Antasari,” tutur Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan itu.

BACA JUGA : Menguak Tabir Gelap Sejarah Demang Lehman (2)

Adapun, kisah dalam sumber kolonial dituliskan Demang Lehman ditangkap di wilayah Gunung Batu Punggul dekat Selelau, di Batulicin. Lanjut Mansyur, kejadian pemancungan kepala Demang Lehman dilakukan di Alun-alun Martapura, masih menyisakan teka-teki?

Menurut Mansyur, pasca kejadian pemancungan kepala itu bahwa saksi dari masyarakat di Martapura, banyak yang tidak mengenal keluarga dari sosok panglima tersebut. Ia menelaah wilayah asal panglima tersebut dari aspek teritorial, yang menyebutkan muasal dari wilayah Pajukungan.

Sementara, pencarian kepala (tengkorak) Demang Lehman masih pemburuan para peneliti, sejarawan dan budayawan, yang menurut katalog online bahwa keberadaannya di Museum Anatomi Belanda. Tetapi, kata Mansyur, peneliti Donald Tick tidak sempat melihat tengkorak Demang Lehman yang ada di museum tersebut.

“Beberapa tahun kemudian, pada sumber lain dituliskan bahwa kepada Demang Lehman disimpan di Museum Volkenkunde atau Etnologi Nasional di Leiden, yang merupakan salah satu koleksi-koleksi paling awal,” katanya.

BACA JUGA : Menguak Tabir Gelap Sejarah Demang Lehman (3-Habis)

Sejarawan FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) M. Z Ariffin Anis, berpandangan tentang kultural orang dahulu mengenai pemenggalan kepala diera post kolonial. Pasalnya, ia merasa bahwa sakralnya sebuah kepala seorang pejuang atau panglima Banjar yang kini belum ditemukan, bagaimana ritual dan memaknai sebuah pemakanan; jasad tanpa kepala, seperti halnya orang Dayak Ngaju dimakamkan pantang tanpa sehelai tubuhnya terpisah.

“Artinya, mereka sudah mengencingi kultur kita. Kepala dari panglima kita tidak dikembalikan, bahkan masih menjadi misteri hingga sekarang,” tegasnya.

Berbeda dengan Taufik Arbaik, mewakili dari Kesultanan Banjar. Ia mengatakan pengembalian kepala tengkorak Dehman Lemang telah diupayakan pada tahun 2012-2013. Waktu itu bersama Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin dan Kesultanan Banjar, ia mengatakan telah berkoordinasi kepada kerajaan Belanda.

“Namun, realisasi itu tidak mudah karena harus melalui negara Republik Indonesia (RI) dengan Negara Belanda tersebut, bukan hanya cukup kesepakatan antar sesama kerajaan saja. Jadi, goverment antar goverment,” ucapnya.

BACA JUGA : Kisah Tragis Demang Lehman dalam Film Panglima Tanpa Kepala

Taufik juga berpendapat, bahwa perangkat-perangkat adat menjadi unsur penting dalam proses pengembalian kepala (tengkorak) Demang Lehman tersebut. Upaya lainnya, ia menyarankan untuk menjaga tiga pola dalam lingkaran hubungan kerja bersama kesultanan Banjar, perguruan tinggi dan pemerintah, yang merupakan dasar utama dalam memudahkan pencarian ini.

“Kita pernah bahas ini bersama kesultanan Banjar, pertama bahwa apabila dikembalikan kepala Demang Lehman. Terkait fasilitas, kedua yaitu tempat yang menjadi persimpanan benda tersebut. Ketiga, kita belum tahu siapa silsilah yang mewakili kejaraan Banjar ke Belanda,” pungkasnya.

Dalam FGD, para hadirin yang terdiri dari pustawakan, sejarawan, budawan dan peneliti, menelaah foto Demang Lehman yang tengah diikat di kursi kayu tersebut. Dari lawung di kepala hingga pakaian yang digunakan, serta ikatan yang diprediksi adalah tali haduk (ijuk) namun berwarna putih.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/03/20/jejak-kepala-tengkorak-demang-lehman-mencari-silsilah-hingga-pembuktian-historis/
Penulis Rahm Arza
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.