Berawal dari Wuhan, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Virus Corona Disusun

0

Oleh : dr IBG Dharma Putra, MKM 

SEJAK 16 Maret 2020 menjadi lebih jelas terkait langkah-langkah bangsa Indonesia, khususnya para aparat kesehatan, dalam memerangi virus Corona. Kejelasan tersebut timbul dengan diterbitkannya pedoman pencegahan dan pengendalian Corona virus diseases. 

PEDOMAN ini merupakan acuan yang sangat layak, jika tidak bisa digolongkan sempurna untuk ukuran Indonesia. Ini karena disusun dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh para klinisi dan khususnya dihadiri oleh dedengkot epidemiologi Indonesia yang kiprahnya sudah mendunia. 

Dituliskan dalam pedoman ini bahwa penyakit ini pertama kali ditemukan Wuhan, Hubei, Republik Rakyat China, pada 31 Desember 2019 dan teridentifikasi pada 7 Januari 2020. Hingga cepat menjadi epidemi di China pada 30 Januari 2020. Selanjutnya, meluas ke seluruh dunia dan dideklarasikan sebagai pandemi pada 3 Maret 2020. 

BACA : Siaga Darurat Corona, Pasar Wadai Banjarmasin Terancam Ditiadakan

Dalam pedoman ini, dikatakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus Corona ini, hakikatnya adalah zoonosis, yaitu penyakit yang menular ke manusia dengan perantaraan hewan. Ternyata hewan sumbernya belum diketahui. Hal inilah, yang merupakan tantangan terbesar dalam memerangi penyakit ini. 

Dijelaskan dalam pedoman tersebut bahwa penyakit ini mempunyai masa inkubasi 5 sampai 6 hari, dengan masa inkubasi terpanjang selama 14 hari. Dengan gejala demam, batuk, sesak nafas karena pneumonia dan bisa terjadi gagal ginjal.

Sesak nafas karena pneumonia menunjukan gejala bergeraknya cuping hidung pada saat bernafas, nafas berbunyi seperti kucing bernafas dan kebiruan (sianosis) di sekitar bibir.

Menjadi jelas bahwa penyakit ini tidak ditularkan melalui udara tapi menular oleh percikan batuk dan kontak erat. Kontak erat harus dibedakan dengan kontak. Sebab, kontak erat adalah orang yang berada dalam jarak kurang dari semeter dari orang yang dinyatakan terkena penyakit ini, pada jangka waktu 2 hari sebelum bergejala sampai 14 hari setelah timbul gejala penyakitnya. 

Kontak erat itu meliputi petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, membawa, membersihkan ruangannya tanpa alat pelindung diri. Kontak erat yang lain adalah orang orang yang berada di dekat si sakit, atau bepergian bersama si sakit pada masa 2 hari sebelum timbul gejala sampai 14 hari setelah timbul gejala. 

Secara tidak langsung, dalam pedoman dapat dibedakan adanya orang sehat, orang berisiko, orang sakit dan orang sudah pulih. Kepada orang-orang ini, diperlukan promosi kesehatan yang berbeda beda, yang dikenal dengan istilah promosi essensial.

BACA JUGA : Antisipasi Pandemic Corona, Sebagian Kampus di Banjarmasin Tiadakan Kuliah Tatap Muka

Sebab, orang sehat mendapat promosi di tingkat promosi, orang berisiko mendapat promosi di tingkat prevensi, orang sakit mendapat promosi di tingkat kurasi dan orang yang sudah pulih nendapat promosi di tingkat rehabilitasi. 

Promosi bagi orang sehat adalah PHBS dan sosial distancing. Sedangkan, untuk yang berisiko adalah self monitoring, untuk yang sakit adalah isolasi dan pencarian kontak eratnya. Sedangkan yang sudah pulih tentunya kembali ke sosial distancing. Promosi essensial perlu tulisan tersendiri untuk menjelaskannya. 

BACA JUGA : Khawatir Virus Corona, Antiseptik dan Suplemen Daya Tahan Tubuh Alami Kelangkaan

Orang berisiko dalam pedoman ini adalah pejalan ke area terjangkit sedangkan orang sakit adalah orang yang mengalami gejala ISPA dengan riwayat kontaminasi. Orang sakit dibedakan menjadi terpantau, terawasi, terkonfirmasi dan probabel, tergantung tingkat gejalanya. 

Terpantau jika ditemukan ISPA dengan riwayat kontaminasi, terawasi jika bertambah dengan sesak nafas, terkonfirmasi jika hasil laboratoriumnya positif dan probabel jika hasil laboratoriumnya tidak bisa disimpulkan. 

Orang dimasukan dalam katagori kemungkinan sakit atau suspek jika masuk dalam katagori terawasi, sedangkan didifinitifkan sakit jika sudah terkonfirmasi dan jika ada satu saja yang terkonfirmasi maka wilayah tersebut dinyatakan mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB), dengan protokol wajib yang harus dilakukannya. 

Diinformasikan juga didalam pedoman ini bahwa penyelidikan epidemiologi, tidak hanya dilakukan sesudah deklarasi KLB tapi dilaukan sejak ditemukanya orang sakit yang terkatagorikan terawasi. Prinsip dari penyelidikan epidemiologi (PE) adalah menemukan kontak erat. Jadi yang perlu di PE adalah kasus terawasi, kasus terkonfirmasi dan kasus probabel. 

Secara sistimatik, pada saat PE dilakukan konfirmasi KLB, identifikasi (kasus, risiko dan kontak erat), pengambilan spesimen, penanggulangan awal, pelacakan kontak (identifikasi, listing dan follow up) dan penilaian risiko. Kesemuanya akan dilaporkan sampai kepada kepala wilayah untuk bahan pembuatan kebijakan. 

Demikian dulu, mudahan bisa membantu untuk memperjelas langkah operasionalisasi di daerah masing-masing. (jejakrekam)

Penulis adalah Direktur RSJD Sambang Lihum

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.