Epidemi Corona Dan Keterbukaan Informasi

0

Oleh: Rahmiati

DALAM beberapa hari belakangan ini Indonesia dihebohkan dengan berita menyebarnya virus corona (COVID-19) diIndonesia, bahkan dari konferensi pers yang disampaikan presiden Joko widodo di istana presiden pada Senin (2 Maret 2020), bahwa sudah ada 2 orang WNI yang terinfeksi virus tersebut.

PADAHAL dalam beberapa waktu sebelumnya pemerintah selalu membantah adanya tentang penyebaran virus corona di Indonesia, pemerintah terus bersikeras bahwa belum ada virus corona yang masuk ke Indonesia.

Hingga sampai pada akhir Januari 2020 ketika pemerintah Arab Saudi melarang jamaah umrah dan pengunjung yang berasal dari Indonesia untuk pergi ke Srab Saudi, karena menganggap bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang sudah terjangkit virus corona, sehingga dikhawatirkan jika jamaah umrah atau pengunjung yang berasal dari Indonesia akan membawa dan menularkan virus tersebut kepada orang-orang yang ada disana.

Merebaknya virus corona di berbagai negara di dunia berawal dari ditemukannya virus tersebut di Wuhan China, banyak spekulasi yang disampaikan terkait kemunculan ini. Tetapi terlepas dari kontradiksi dan propaganda keberadaannya, pemerintah Indonesia harus cepat tanggap serta mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan penyebarannya.

Ada dua hal mendasar yang harus diperhatikan pemerintah dalam penanganan dan penanggulangan epidemi COVID-19 ini yang berkaitan dengan kewajiban pemerintah dan juga hak inividu warga Negara.

Pertama, semua komponen dan institusi pemerintah pusat dan daerah harus jujur dan transparan, jangan sampai menutup-nutupi informasi soal virus ini ke publik. Adanya bahaya besar yang mengancam dalam penyebarannya harus segera di sampaikan dan di sosialisasikan.

Beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia seakan-akan masih menutup-nutupi masuknya wabah virus corona di Indonesia, walaupun beberapa negara sudah merilis daftar negara-negara yang terjangkit dan Indonesia menjadi salah satu diantaranya, tetapi pemerintah melalui menteri kesehatan tetap mempertahankan “status aman” Indonesia dari bahaya terjangkitnya virus ini.

Tetapi dengan semakin banyaknya muncul tuntutan dari berbagai pihak yang menginginkan kejelasan status Indonesia dalam menghadapi bahaya virus corona, maka Presiden Joko Widodo melakukan conferensi pers yang menyebutkan bahwa sudah ada 2 orang WNI yang terjangkit virus ini, dan hanya selang 2 hari setelahnya, sejumlah petugas medis yang merawat pasien tersebut juga sudah terjangkit virus covido-19.

Hal ini menggambarkan keberadaan virus corona di Indonesia bagaikan bom waktu yang meledak, pemerintah terkesan berusaha menutupi penyebarannya di Indonesia, sehingga masyarakat kurang waspada dan abai terhadap hal-hal yang dapat menjadi media dan penyebab penyebarannya.

Padahal dalam pasal 10 Undang-Undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dalam kategori informasi yang wajib disediakan dan diumumkan, disebutkan bahwa Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.

Jadi pemerintah seharusnya bersikap serius dan inisiatif, langsung menyampaikan informasi tentang penyebaran virus corona jika memang sudah terdapat indikasi terpaparnya masyarakat akan virus tersebut.

Pemerintah harus bertindak secara serta merta, sehingga dampak buruk yang mungkin terjadi dapat diminimalisir bahkan jika memungkinkan untuk di tutup. Misalnya dengan mengambil sikap antisipatif dengan menutup akses masuknya pengunjung-pengunjung dari negara-negara yang menjadi asal virus tersebut bermula, sehingga penyebarannya pada masyarakat yang ada di Indonesia bias diantisipasi.

Langkah-langkah konkrit itu harus diambil secara terukur dan matang, sehingga dampak kerugian yang akan berakibat fatal bahkan kematian bagi masyarakat dapat dicegah dan ditekan.

Pengabaian terhadap pelaksanaan ketentuan dalam undang-undang ini mempunyai konseksuensi, yaitu dalam bab XI tentang Ketentuan pidana pasal 52 disebutkan bahwa Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informas i Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Kedua,  Terkait tersebarnya identitas penderita virus Corona di Depok Jawa Barat yang juga berisi daftar anggota keluarga, profesi bahkan tempat kerja yang bersangkutan juga di ekspose, maka perlu disampaikan bahwa sesuai dengan Undang-undang nomor 14 Tahun 2008 pasal 17 tentang informasi yang dikecualikan pada huruf h dan I disebutkan bahwa, informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat kondisi anggota keluarga, riwayat, kondisi dan perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang.

Jadi jika identitas penderita Corona di ungkapkan secara terbuka adalah pelanggaran terhadap hak-hak pribadi, Informasi pribadi hanya bisa diungkap jika atas ijin yang bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik.

Tentunya alasan terakhir sangat tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam kasus ini. Pemerintah, petugas medis ataupun publik  harus menghormati hak-hak privat tersebut dengan tidak membagi dan menyebarkan informasi pribadi pasien secara terbuka.

Perlindungan atas identitas pribadi ini juga dijamin dalam pasal 28G  UUD NRI 1945 bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Masyarakat harus bijaksana untuk menyikapi kejadian yang menimpa pasien yang teridentifikasi virus COVID-19 tersebut. Ketidakhati-hatian dalam menyaring suatu informasi dapat menyebabkan viktimisasi bagi pasien yang bersangkutan dan sekaligus juga berpotensi melanggar perlindungan hak privat warganegara, bahkan jika pasien yang identitasnya di sebarkan secara luas dan kemudian merasa dirugikan dengan adanya pemberitaan tersebut dapat melakukan tuntutan balik pada pihak-pihak yang dirasa ambil bagian dalam proses pembocoran identitasnya.

Dengan memperhatikan dan tidak mengabaikan kedua hal tersebut, pemerintah diharapkan dapat mengedukasi masyarakat dengan memberikan informasi yang benar dan transparan, serta dapat memberikan contoh bagaimana meghormati hak-hak dasar, hak  privat yang dimiliki setiap warga negara dengan melindungi informasi-informasi pribadi.

Jangan sampai hanya karena ingin mencari sensasi tetapi melanggar hak-hak privasi, dan yang sangat penting untuk diperhatikan, jangan sampai melakukan korupsi informasi.(jejakrekam)

Penulis adalah Komisioner Komisi Informasi Publik, Koordinator Divisi penyelesaian Sengketa Informasi Provinsi Kalimantan Selatan

Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.