Cukai Rokok Naik, Peredaran Rokok Ilegal Diprediksi Marak

0

PEMERINTAH menargetkan penerimaan pajak yang lebih besar dari sektor cukai. Khususnya cukai rokok yang selama ini potensi perimbanganya paling besar mencapai 80 persen.

PEMERINTAH melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi menaikkan cukai rokok sebesar 35 persen, kenaikan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

“Tapi dengan naiknya tarif cukai rokok ini, kemungkinan besar rokok ilegalnya juga bakal naik. Hal ini akan menjadi tantangan kita di 2020,” kata kata Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Banjarmasin, Kurnia S, di sela Customs Awards Coffee Morning, Selasa (4/2/2020).

BACA : Awasi Kegiatan Ekspor-Impor, Bea Cukai Resmikan Pos Rajawali Di Mantuil

Menurut Kurnia, hasil tangkap rokok illegal di 2019 naik dibanding 2018, meski nilai barangnya mengalami penurunan. Selama 2019, ada 104 penindakan dan di 2018 ada 97 penindakan.

Di Indonesia, sambung dia, hanya ada tiga jenis barang kena cukai. Di antaranya tembakau, minuman beralkohol, dan APTL. “Seharusnya semua itu dikenakan cukai, termasuk soft drink. Bahkan, Singapura telah memberlakukan hal tersebut,” bebernya.

Begitu pula seperti gula yang harus dikenakan cukai. Di Indonesia banyak orang yang terkena diabetes akibat gula. Oleh sebab itu, penggunaan gula dibatasi. “Untuk plastik juga harus dikenakan cukai. Karena cukai itu tujuannya untuk membatasi,” pungkasnya.

BACA JUGA : Komplotan Peracik Dan Pengedar Miras Bermerek Dibongkar Bea Cukai

Selain kerawanan 2020, dalam pertemuan ini Kurnia juga membeberkan sejumlah potensi penerimaan cukai yang bisa juga berimbas ke pendapatan daerah, misalnya dari barang ekspor.

Menurut Kurnia, potensi daerah Kalsel sangatlah besar untuk ekspor. Selain batubara, ada kelapa sawit, karet, arang, dan barang dagangan lainnya. Tapi, kebanyakan barang ekspor tersebut, transit ke Surabaya atau Tanjung Priok terlebih dahulu.

“Sehingga terbacanya barang tersebut dari Surabaya, bukan dari Kalsel. Karena itu, kami mendorong agar Kalsel, khususnya Banjarmasin, bisa melakukan direct ekspor,” kata Kurnia.(jejakrekam)

Penulis Iman S
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.