Larang Memalak, Pak Ogah Didata, Dishub Banjarmasin Seragamkan Relawan Lalu Lintas

0

FENOMENA relawan pengatur lalu lintas yang dikenal dengan sebutan polisi cepek atau Pak Ogah, cukup menjamur di Banjarmasin. Hampir di setiap perempatan jalan atau belokan, kehadiran warga yang mengenakan rompi khas polisi lalu lintas menjadi pemandangan biasa di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.

MEREKA umumnya adalah warga setempat yang mengatur lalu lintas dengan imbalasan uang seikhlasnya dari pengguna jalan. Ada beragam motif kehadiran polisi cepek ini.

Ada yang murni membantu kelancaran lalu lintas dan pengguna jalan. Namun, ada pula yang malah melanggar aturan-aturan jalan raya demi uang.

Dengan mengenakan rompi hijau cerah, polisi cepek ini biasanya ditemui di perempatan, pertigaan atau jalan satu arah yang sangat sempit, seperti jembatan yang hanya dapat dilalui satu mobil atau jalan berlubang.

Di Banjarmasin, ada beberapa kawasan yang kebanyakan menjadi daerah operasi polisi cepek, seperti perempatan Jalan Gatot Subroto, Veteran dan Jalan Pangeran Hidayatullah (perempatan Achmad Yani), persimpangan Jalan Kuripan-Veteran-Kampung Melayu Darat, Jalan Brigjen H Hasan Basri, Jalan S Parman, hingga kawasan perkampungan seperti di Jembatan Besi Kuin Utara dekat Makam Sultan Suriansyah, Banjarmasin Utara.

Layaknya polisi lalu lintas terkadang beratur dalam shift. Sedangkan, istilah cepek ini mengaju pada uang Rp 100 yang dipopulerkan Pak Ogah, tokoh fiktif dalam serial televisi si Unyil yang populer di era tahun 1990-an. Namun, kini umumnya mereka dibayar para pengguna jalan dengan lembaran Rp 1.000 atau Rp 2.000 perak.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Banjarmasin Ichwan Noor Chalik menilai keberadaan warga yang berprofesi sebagai Pak Ogah ini membantu mengurai kemacetan. Pasalnya, polisi lalu lintas dan Dinas Perhubungan masih kekurangan tenaga di lapangan.

Diakui Ichwan, dengan keterbatasan tenaga personilnya sebanyak 65 orang tak mungkin bisa dijaga dari pagi hingga sore dengan banyaknya persimpangan jalan. “Bayangkan dari luasnya Banjarmasin tidak cukup untuk mengcover itu. Idealnya minimal 100 orang,” ucap Ichwan Noor Chalik saat ditemui jejakrekam.com di kantornya, Senin (27/8/2018).

Menurut dia, keberadaan Pak Ogah akan dipertahankan dan dianggap penting. Meski, ada beberapa yang murni ingin membantu jalannya lalu lintas ataupun hanya sekadar mencari uang.

Mantan Kepala Satpol PP Banjarmasin ini menceritakan, seperti di Jembatan HKSN, ketika ada mobil, ada oknum Pak Ogah memberikan kode berhenti untuk meminta uang. Bahkan, apabila ada mobil menuju ke tempatnya, baru dia mengatur di tengah jalan.

“Jadi, dia tidak peduli apabila ada sepeda motor lewat, semata-mata hanya mengincar duitnya saja,” ucapnya.

Menurut Ichwan, hal itu bukan bagian dari memalak, karena tidak memaksa. Tetapi dengan diberikannya kode berhenti ini seolah-olah meminta uang. Ichwan bercerita kembali keberadaan polisi cepek yang berada di Jembatan HKSN ini dulunya berkaitan dengan adanya truk-truk pengangkut kayu yang sekarang tidak ada lagi. “Jadi mereka hanya mengincar mobil-mobil umum,” katanya.

Sekretaris Dewan Pengawas PDAM Bandarmasih ini menambahkan, tidak semua Pak Ogah hanya mengincar uang semata. Ambil contoh, seperti yang berjaga di Jalan Gatot Subroto, tidak ada meminta apa-apa. Karena semata-mata murni ingin membantu.

Ichwan mengakui pada Senin (27/8/2018) sengaja mengumpulkan Pak Ogah di Kantor Dishub Banjarmasin untuk diberikan pengarahan. Tercatat, ada 50 orang yang terdata di Banjarmasin untuk diseragamkan dengan memakai rompi, pluit dan topi agar lebih berwibawa di lapangan.

Pengarahan tersebut dimaksud Ichwan agar  keberadaan polisi cepek ini benar-benar mengatur lalu lintas. Namun, beda apabila orang memberi secara sukarela.

“Jangan memaksa untuk meminta (duit). Murni niatnya membantu mengatur lalu lintas. Tetapi apabila ada orang memberi ini tentu bagian dari rezeki,” katanya.

Dijelaskan Ichwan, karena niat terpenting adalah membantu kelancaran berlalu lintas bagi pengendara. “Makanya, Dishub Banjarmasin sengaja memberi nama Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas (Supeltas). Dengan label sukarela, tidak ada pemberian honor kepada Pak Ogah, karena sifatnya hanya keinginan pribadi. Meski mereka memiliki harapan bisa mendapatkan uang dalam setiap mengatur lalu lintas,” paparnya.

Ichwan  mengimbau dalam setiap mengatur, diberikan jam kerja hanya empat jam dengan memakai shift. “Karena kalau lebih dari itu daya tahan tubuh berbahaya bagi mereka dengan faktor asap,” ujarnya.

Ichwan juga mengatakan, akan mengumpulkan para dealer untuk terketuk hatinya dalam membantu Dishub Banjarmasin. Karena dinilainya semata-mata hanya kepentingan bisnisnya. “Sebab, satu buah sepeda motor yang terjual pada hari ini akan menambah kemacetan yang menjadi beban Dishub dan Satlantas Banjarmasin,” ucap Ichwan lagi.

Menurutnya, berkontribusi bukan berarti memberi uang ke Dishub, melainkan memberikan seragam kepada petugas pengatur lalu lintas.”Ini kan sekalian promosi juga. Jangan hanya sekadar menjual motor saja. Mana tanggungjawab sosialnya,” ujarnya.

Bagi Ichwan, pemerintah bukan bermaksud lepas tangan. Tetapi tidak semuanya harus dibebankan ke pemerintah dengan anggaran yang terbatas. “Tetapi kami ingin mengetuk dan mengimbau mereka untuk berkontribusi,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.