Menebar Kebajikan di Tri Suci Waisak, Umat Buddha Gelar Ritual Pindapatta

0

MENYAMBUT perayaan Tri Suci Waisak tahun 2562, umat Buddha memadati Wihara Dhamasoka, Jalan Piere Tendean, Banjarmasin, Selasa (29/5/2018). Mereka mengikuti ritual pindapatta, sebuah persembahan makanan dan derma kepada para bikkhu sebagai ladang amal untuk menanam kebajikan umat.

PERSEMBAHAN hidangan makanan ini merupakan tradisi umat Buddha sejak lama sebagai ladang amal untuk menanam kebajikan serta belajar sifat menghargai pemberian orang lain  serta rangkaian menyambut Tri Suci Waisak ke 2562 Buddhis Era.

Setelah semua dana makanan terkumpul, ritual penerimaan digelar para bikkhu bersama jemaat yang hadir untuk memanjatkan doa berharap keberkatan dari hidangan yang disajikan.

Punia Dewi, seorang penganut Buddha yang menjalankan tradisi pindapatta ini menuturkan kepercayaan agama Buddha yang cinta damai mengintisarikan semangat berbagi serta lahan berbuat amal kebajikan dalam kehidupan.

Sementara itu, Saddhaviro Mahathera, Bikkhu Wihara Dhammasoka menuturkan tradisi pindapatta adalah persembahan atau dana makanan bagi para pemuka agama dalam perayaan Tri Suci Waisak tahun 2018. Dalam tahun ini umat Buddha mengangkat tema bertindak, berucap, berpikir untuk menjaga keutuhan bangsa sebagai perekat kehidupan majemuk di NKRI.

I Gede Astana, Pembina Masyarakat Buddha Kanwil Kemenag Provinsi Kalsel mengatakan ada sekitar 500-an jemaat yang merayakan hari akbar tersebut.  “Di Kalsel, ada beberapa wihara yang turut merayakan Hari Raya Waisak,” ucap Gede Astana.

Sedangkan, makna Tri Suci Waisak bagi Bunafiro, bagi Bunafiro, salah satu umat Buddha Banjarmasin yang kerap jatuh antara April, Mei dan Juni dalam kalender Masehi adalah memperingati tiga kejadian maha penting dalam kehidupan Sang Buddha Gautama.

“Tiga peristiwa penting adalah kelahiran Pangeran Siddharta adalah seorang raja yang bernama Raja Sudodhana dan seorang permaisuri yang bernama Ratu Mahamaya, selanjutnya yang kedua mencapai penerangan sempurna,” ucap Bunafiro.

Selanjutnya, menurut dia, pada usia 29 tahun, Pangeran Siddharta pergi meniggalkan istana dan anak istrinya menuju hutan mencari kebebasan dari 4 peristiwa yang dilihat yakni lahir, tua, sakit dan ,ati. Kemudian pada usia 35 tahun, saat purnama Sidhi di bulan Waisak petapa Sidharta mencapai penerangan sempurna.

“Ketiga adalah selama 45 tahun sang Buddha menyebarkan Dhamma dan pada usia 80 tahun beliau wafat atau Parinibbana di Kusinara. Semua makhluk dan para dewa serta anggota sanggah semua bersujud sebagai tanda penghormatan terakhirnya kepada Sang Buddha,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.